Sunday, November 1, 2015

Domba dan Gembala yang Baik (1)

Ayat bacaan: Mazmur 23:1-3
=======================
"TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya."

John Calvin dalam bukunya "Heart Aflame" mendeskripsikan kitab Mazmur sebagai "an anatomy of all the parts of the soul." alias "anatomi dari seluruh bagian jiwa." Mengapa demikian? Calvin menjawab, "since every experience, every emotion, all the heights and depths, all the joys and sorrows, all the mysteries of human life, are here." Kira-kira kalau diterjemahkan, "karena semua pengalaman hidup, emosi, berbagai tingkatan dan kedalaman hidup, semua kegembiraan dan kedukaan, semua misteri kehidupan, tercantum di kitab ini." Segala yang berhubungan dengan sisi kehidupan kita disinggung di dalam kitab Mazmur. Sebagian besar dari Mazmur akan bermuara kepada satu nama yang sangat tidak asing lagi, yaitu Daud. Setidaknya 73 bagian dari kitab ini ditulis oleh Daud. Selain tulisannya sendiri, berbagai bagian dalam Mazmur juga dikumpulkan atas usahanya. Itulah sebabnya kitab Mazmur lebih sering diasosiasikan dengan Daud.

Kita bisa melihat bagaimana hubungan yang sangat intim antara Daud dan Tuhan di dalam Mazmur. Apakah Daud orang yang tidak pernah mengalami masalah? Tentu saja pernah, bahkan sering. Ia justru mengalami begitu banyak pergumulan, tapi begitu sering pula kita melihat bagaimana ia tidak membiarkan masalah itu mengganggu sukacitanya, karena ia percaya Tuhan akan selalu berada bersamanya dalam keadaan apapun. Dalam salah satu tulisannya dia menyatakan bahwa Tuhan adalah gembalanya. "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:1-3)

Gembala, tugasnya mengembalakan ternak seperti domba. Kalau Tuhan sebagai Gembala, maka kita manusia merupakan domba yang butuh tuntunan dan penjagaan dari gembala. Banyak orang di luar sana yang kerap mencemooh kata domba. Tapi kalau kita cermati, ada kesamaan yang tidak terbantahkan antara manusia dengan domba. Manusia lemah, mudah diperdaya, dijebak dan dimangsa seperti halnya domba. Bukankah kita seperti itu? Kalau kita dapat gembala yang tidak peduli atau jahat maka kita tidak akan sadar saat digiring ke jurang atau tempat pembantaian. Tanpa penjagaan gembala, kita bisa dalam bahaya setiap saat dari ancaman hewan buas yang siap memangsa. Hal inilah yang disampaikan Yesus juga mengenai kehadiranNya sebagai gembala yang baik seperti yang tertulis dalam Yohanes 10.

"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku." (Yohanes 10:11-15).

 Sangat jelas sekali bukan yang disampaikan Yesus?

Selanjutnya mari kita lihat dari sisi Daud. Pernahkah anda berpikir mengapa Daud menyebutkan Tuhan sebagai Gembala? Saya berpendapat bahwa itu tidak terlepas dari pengalamannya pribadi sebagai gembala ternak milik ayahnya sejak kecil. Ia anak yang tidak dianggap pantas untuk diurapi sebagai raja oleh Samuel. Tugasnya hanya satu: menggembalakan ternak yang jumlahnya sedikit. Sejarah mencatat bahwa di kemudian hari Daudlah yang menjadi raja Israel bahkan dikatakan sebagai yang terbesar. Pengalamannya menggembala domba ternyata merupakan sebuah persiapan tersendiri mengenai bagaimana menjadi pemimpin yang baik, dan juga menjadi kesempatan untuk mengalami Tuhan secara langsung.

(bersambung)

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan) Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu ...