Thursday, December 1, 2016

Mengalami Kemuliaan Tuhan (1)

Ayat bacaan: Keluaran 33:11
===========================
"Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu."

Saat kemuliaan Allah turun dan termanifes atas kita, biasanya ada kejadian-kejadian luar biasa yang menyertainya. Ada mukjizat-mukjizat, pertobatan, pemulihan dan hal-hal supranatural lainnya yang akan dialami oleh banyak orang dalam satu waktu yang sama. Dalam berbagai kesempatan dalam Alkitab kemuliaan Tuhan ini kerap digambarkan sebagai cahaya. Banyak orang yang menggantungkan pengalaman akan kemuliaan Tuhan ini hanya pada KKR atau kebaktian-kebaktian raya saja. Banyak yang rindu, tapi mereka hanya pasif. Hanya menanti tapi tidak mau mengejar. Kalau ibadah cuma seminggu sekali, itupun kalau tidak bolong, lantas 6 hari berikutnya terlalu sibuk untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, tidak ada saat-saat teduh, tidak ada kehidupan yang dibangun dalam doa, tidak melibatkan Tuhan dalam kegiatan sehari-hari, bagaimana kita bisa mengharapkan mengalami kemuliaan Tuhan turun atas kita? Belum lagi berbagai dosa dan godaan dunia, dan keinginan daging pun dapat menyebabkan orang kehilangan kemuliaan Tuhan dalam hidupnya. Kalau sudah begitu, jelas makin runyam. Masih banyak diantara kita yang tampaknya kurang menyadari betapa beruntungnya kita kalau hari ini bisa berkesempatan merasakan itu.

Dahulu kala di gunung Sinai, Musa diperkenankan untuk berhadapan, memandang kemuliaan Tuhan saat hendak menerima Sepuluh Perintah Allah. Itu adalah sebuah momen luar biasa langka yang rasanya tidak mungkin dialami oleh siapapun lagi pada masa itu, kecuali Musa. Selama 40 hari Musa hidup bersama Tuhan di atas gunung. Saat ia turun, Alkitab mengatakan hal yang menakjubkan. "Ketika Musa turun dari gunung Sinai--kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu--tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN." (Keluaran 34:29). Sinar kemuliaan Tuhan ternyata menempel di kulit wajah Musa dan itu bisa dilihat dengan nyata oleh setiap orang Israel yang ia pimpin menuju tanah yang dijanjikan. Manusia yang berselubung dosa tidak akan tahan menerima kemuliaan Tuhan, sehingga Musa harus mengenakan kain selubung supaya ia bisa menyampaikan apa yang menjadi pesan Tuhan kepada bangsa itu.

Mari kita mundur satu pasal sebelumnya dan fokus pada ayat ini. "Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya; kemudian kembalilah ia ke perkemahan. Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu." (Keluaran 33:11). Lihatlah bagaimana Musa mendapat sebuah kesempatan emas, sebuah kehormatan untuk bisa berbicara kepada Tuhan dengan berhadapan muka, begitu akrab sehingga dikatakan seperti seorang bebicara kepada temannya. Saya membayangkan Musa bisa berkomunikasi seperti obrolan antar sahabat. Komunikasi yang serius dalam wajah kemuliaanNya yang dahsyat, tapi dalam suasana penuh keakraban. Wow. Bukankah itu menakjubkan?


Apa yang dialami Musa itu memang sungguh menakjubkan. Tapi ayat 11 di atas bukan saja menceritakan apa yang terjadi pada Musa, tapi perhatikan, ada pula Yosua disebukan disana. Setelah berbincang dengan Tuhan layaknya dua sahabat, Musa kemudian pulang ke kemahnya

. "Tetapi abdinya, Yosua bin Nun, seorang yang masih muda, tidaklah meninggalkan kemah itu." (ay 11b).

Yosua pada masa itu masih menjabat seorang abdi atau hamba Musa. Ia merupakan seorang abdi yang setia, yang selalu mengikuti kemanapun Musa pergi. Pada periode kehidupan di padang gurun Yosua selalu hadir di dekat Musa dan melihat segala yang terjadi. Sadar atau tidak, Alkitab nyatanya jelas-jelas menyatakan bahwa Yosua berada disana pada saat Musa berhadapan muka dengan Tuhan. Jadi bukan cuma Musa dan Tuhan saja, tapi ada Yosua pula disana, yang notabene masih bukan siapa-siapa melainkan abdi atau pelayan, hamba Musa.

Dari kisah ini kita bisa melihat sebuah kejadian yang menarik. Pada saat itu Musa sebenarnya sudah selesai berbicara langsung dengan Tuhan dan sudah meninggalkan kemah. Tetapi perhatikanlah bahwa Yosua anak Nun ternyata memilih untuk tetap tinggal di kemah. Apa yang membuat ia tetap tinggal meski Musa sudah pulang duluan? Saya yakin Yosua takjub dengan apa yang ia saksikan dan rasakan, yakni hadirnya kemuliaan Tuhan di dalam kemah itu. Begitu dahsyatnya kemuliaan itu, sesuatu yang mungkin belum pernah ia alami sebelumnya, membuat Yosua tidak ingin berpisah dari hadirat Tuhan yang hadir disana.

Saya yakin pula itu memberkati dan menginspirasi Yosua. Sejak saat itu Yosua semakin gigih berusaha untuk belajar bagaimana agar dia bisa semakin intim dengan Tuhan. Tidak hanya sebagai penonton dari jauh, tidak hanya pasif karena posisinya adalah hamba Musa, tapi ia tentu rindu untuk bisa tumbuh sebagai pelaku, agar ia bisa merasakan kemuliaan Tuhan itu seperti tuannya, Musa.

Tidaklah mengherankan apabila selanjutnya kita tahu bahwa ia dipilih Tuhan untuk menggantikan Musa dan memimpin bangsa Israel untuk masuk ke tanah terjanji, tanah Kanaan. Ketika waktunya tiba, demikian pesan Tuhan kepadanya saat melimpahkan tugas melanjutkan kepemimpinan Musa. "Kepada Yosua bin Nun diberi-Nya perintah, firman-Nya: "Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan membawa orang Israel ke negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada mereka, dan Aku akan menyertai engkau."(Ulangan 31:23). Yosua sejak muda sudah belajar untuk mengejar kemuliaan Tuhan, dan lihatlah bahwa hasilnya tidak sia-sia.

(bersambung)


No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...