Monday, April 14, 2014

Fair Play

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:5
=====================
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."

Jika anda penggemar bola, anda tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah Fair Play Award. Penghargaan ini diberikan kepada sebuah tim atau perorangan atas prestasi mereka dalam menjunjung tinggi sportivitas sepanjang musim. Penilaian Fair Play didasari atas beberapa kriteria seperti jumlah kartu kuning dan merah yang diterima dalam satu musim, positive play alias bertanding jujur dengan tujuan menang tanpa melihat keuntungan pihak sendiri atau untuk merugikan pihak pesaing, respek kepada lawan, penghormatan dan kepatuhan terhadap wasit dan perilaku dari pemain, tim official maupun supporter. Semua ini merupakan peraturan-peraturan mendasar dari sebuah pertandingan olah raga yang seharusnya dijalankan oleh setiap pelaku di dalamnya. Beberapa nama pemain sepak bola yang terkenal dalam menjunjung tinggi fair play misalnya mantan kapten timnas Inggris Gary Lineker yang tidak pernah menerima kartu kuning apalagi merah sepanjang karirnya, Paolo Di Canio yang dengan jiwa kesatria menghentikan tendangan saat kiper tergeletak jatuh  pada tahun 2001. Jacques Glassmann yang mengungkapkan usaha penyuapan di tahun 1995 dan beberapa nama lainnya.

Ironisnya fair play menjadi semakin jarang ditemukan. Pemain-pemain bola cenderung memanfaatkan situasi seperti apapun untuk bisa memenangkan pertandingan. Mereka akan berpura-pura jatuh ketika gawang terancam, mereka melebih-lebihkan pelanggaran yang dilakukan lawan agar mendapat keuntungan apabila lawannya mendapat kartu, dan tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan jika ada situasi yang sangat menguntungkan seperti yang dialami Paolo Di Canio diatas. Tim sepak bola cenderung bermain defensif, hanya ingin tidak kalah tapi tidak menampilkan permainan atraktif, ada yang berpikir untuk mengatur skor supaya tim saingan gagal melaju ke babak selanjutnya, perilaku-perilaku kasar terhadap lawan maupun wasit dan lain-lain. Ini merupakan sebuah potret dari perilaku manusia jaman sekarang secara umum. Orang akan menghalalkan segala cara untuk bisa menang, agar bisa meraup keuntungan dan tanpa malu menghalalkan segala cara untuk keuntungan pribadi meski dengan cara curang. Kita terbiasa sikut-sikutan untuk sukses dan tidak merasa bersalah jika harus mengorbankan orang lain demi mencapai tujuan kita. Banyak orang yang mengira bahwa apapun boleh dilakukan yang penting menang. Tetapi Alkitab berbicara lain. Sebuah kemenangan bukan saja tergantung dari hasil akhir, tetapi proses dalam mencapainya justru merupakan hal yang  jauh lebih penting untuk diperhatikan.

Dalam suratnya kepada Timotius, Paulus mengingatkan agar kita menjunjung tinggi sportivitas, fair play, kejujuran dan keadilan sesuai dengan peraturan dalam berlomba. Lihatlah apa katanya. "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." (2 Timotius 2:5). Kalau mau juara dan mendapat mahkota, jujurlah dalam bertanding sesuai peraturan yang berlaku. Itu kira-kira katanya. Anda mungkin bukan seorang pemain bola atau olahragawan profesional, tetapi pesan ini sangatlah penting untuk kita ingat dalam meniti hidup kita, karena sebuah kehidupan seyogyanya merupakan sebuah perlombaan. Ada garis finish yang akan dicapai oleh semua orang pada suatu ketika, dan menang atau tidak bukan saja tergantung dari bagaimana kita bisa menjaga diri kita untuk tampil baik hingga mencapai garis akhir, tetapi juga bagaimana proses yang kita lakukan selama berlomba sampai ke sana. Secara tegas Paulus mengatakan bahwa sebuah mahkota juara hanyalah bisa diperoleh apabila kita bertanding sesuai dengan peraturan-peraturan. Menang dengan cara curang bukanlah kemenangan sejati. Dengan kata lain, kita hanya bisa dikatakan menang jika kita mengikuti aturan. Peraturan-peraturan dibuat ternyata bukan saja untuk membuat segala sesuatu berjalan tertib dan teratur, tetapi juga untuk membuat kita berhak menyandang predikat sebagai pemenang yang sejati.

Kalau hidup adalah sebuah perlombaan, apa yang akan kita peroleh kelak akan sangat tergantung dari bagaimana cara kita dalam menyikapi perlombaan itu. Apakah kita sudah cukup serius dalam melakukannya atau kita masih terus menyia-nyiakan kesempatan atau bahkan melakukan kecurangan serta pelanggaran akan peraturan-peraturan Tuhan yang telah Dia tetapkan sebelumnya. Penulis Ibrani mengatakan "Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita." (Ibrani 12:1) Jika anda ingin menang lomba lari, anda tentu akan berusaha membuat kaki anda seringan mungkin. Menggantungkan rentengan batu di kaki jelas akan menghambat langkah anda untuk menang. Jadi penting bagi kita untuk menanggalkan segala sesuatu yang bisa memberatkan langkah kita untuk mencapai garis akhir dengan kemenangan, dan yang tak kalah penting, hendaklah kita bertekun dalam menjalaninya. Sebuah kunci pun kemudian diberikan pada ayat berikutnya, yaitu "..dengan mata yang tertuju kepada Yesus.." (ay 2). Mengarahkan pandangan kepada Yesus, bukan kepada hal-hal lain yang merintangi kita seperti kesusahan, himpitan beban hidup dan sebagainya yang lambat laun akan membuat kita bisa bersikap menghalalkan segala sesuatu meski dengan cara yang tidak baik tanpa rasa bersalah sama sekali. Semua orang ingin menang, namun perhatikanlah setiap langkah yang kita peroleh untuk bisa mencapainya.

Paulus mencapai garis akhirnya dengan gilang gemilang. Ia bisa berkata dengan kepala yang tegak: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.  Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya." (2 Timotius 4:7-8). Pertanyaannya, mampukah kita mengatakan hal yang sama? Ketaatan terhadap peraturan Tuhan merupakan hal yang tidak bisa kita abaikan. Yesus menang bukan lewat membumihanguskan orang-orang yang jahat, tetapi justru karena ketaatanNya terhadap kehendak Bapa. Ini bisa menjadi gambaran yang jelas bagi kita untuk memperhatikan betul bagaimana cara kita untuk mencapai keberhasilan demi keberhasilan dalam perlombaan hidup kita hingga mencapai garis akhir.

Kita bisa belajar dari para pelaku fair play di dunia olah raga. Marilah kita melakukan hal yang sama. Meski itu mungkin terlihat merugikan pada saat ini, namun suatu ketika nanti anda akan tersenyum bangga telah mengambil sebuah keputusan yang tepat. Sebuah sportivitas merupakan sikap yang menjunjung tinggi aturan dan taat kepada aturan, yang justru lebih bernilai ketimbang sebuah kemenangan itu sendiri. Ketika dunia berpikir bahwa adalah wajar untuk melakukan apapun asal bisa menang, orang-orang percaya seharusnya mampu memperhatikan proses yang dilakukan untuk mencapainya. Sebab tanpa itu semua, kita tidak akan pernah bisa memperoleh mahkota kehidupan sebagai seorang juara.

Ketaatan atas ketetapan Tuhan akan membawa kita menjadi juara sejati

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...