Sunday, April 6, 2014

Belajar dari Seorang Atlit (1)

Ayat bacaan: 2 Timotius 2:6
====================
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga."

Sebuah pertemuan kebetulan dengan seorang atlit nasional beberapa waktu yang lalu ternyata membawa berkat tersendiri. Secara tidak sengaja saya duduk tepat di sebelahnya dan dia pun bercerita mengenai tips suksesnya menjadi seorang atlit yang terbilang berhasil karena mengantongi beberapa medali bergengsi baik nasional maupun internasional di masanya. Ada beberapa poin menarik yang ia sebutkan, yang bisa menjadi sebuah pedoman yang baik bagi kita dalam membangun keimanan kita.

Surat Paulus yang ditujukan kepada Timotius salah satunya berisi perikop mengenai panggilan untuk ikut menderita (2 Timotius 2:1-13). Dalam konteks ini, ia mengangkat 3 profesi atau pekerjaan yang bisa dijadikan contoh baik. Jika dalam 5 hari terakhir kita sudah belajar dari sosok petani, beberapa hari kedepan kita akan belajar dari cara seorang olahragawan atau atlit agar bisa mencapai prestasi.

1. Atlit yang baik rajin berlatih
"Ketika aktif, dulu saya berlatih sedikitnya 6 jam setiap hari, tak peduli apakah ada perlombaan yang harus saya ikuti atau tidak" Latihan rutin dan teratur, itu ternyata menjadi salah satu kunci sukses seorang ahli. Ada yang bertanya, bagaimana dengan bakat? Bukankah kehebatan seseorang itu tergantung dari bakat? Bakan mungkin punya peran dalam keberhasilan seseorang menjalani panggilan. Tapi sehebat-hebatnya bakat seorang atlit, mungkinkah mereka bisa menjadi yang terbaik apabila mereka tidak pernah latihan? Tentu saja tidak. Atlit yang baik akan berlatih secara rutin beberapa jam setiap harinya. Mereka memiliki porsi latihan teratur dan dengan disiplin menjalankannya. Mereka tetap serius setiap hari tanpa tergantung situasi. Jika mendekati hari pertandingan, mungkin porsi akan ditingkatkan, tetapi tanpa ada pertandingan pun latihan tetap jalan. Merasa sudah hebat? "Tidak ada kata cukup dalam melatih diri untuk terus lebih baik" kata sang atlit. Kita melihat atlit-atlit yang tadinya bersinar kemudian redup bukan karena bakatnya tiba-tiba hilang, tapi ternyata karena mereka malas latihan, atau juga merasa sudah mentok kemampuannya.

Berlatih. Itu berbicara mengenai proses yang berkesinambungan atau berkelanjutan dan teratur. Untuk menjadi atlit yang baik diperlukan latihan dengan giat, demikian pula dalam kehidupan kita. Agar bisa mencapai hasil atau penampilan terbaik dalam berbagai aspek kehidupan pun kita memerlukan itu, apalagi dalam hal ibadah. Maka Paulus mengingatkan: "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Jika anda baru mulai berolahraga anda akan mulai ringan-ringan saja dahulu. Berjalan 1 atau 2 km, atau kalau mengangkat beban anda akan mulai dari berat yang ringan baru kemudian ditingkatkan secara perlahan. Ini pun berlaku dalam hal-hal kehidupan lainnya termasuk dalam melakukan ibadah. Kedisiplinan tidak akan bisa dicapai dalam sekali waktu. Itu memerlukan proses yang kontinu, dan itulah yang sangat baik untuk kita lakukan. Bakat yang tidak diasah tidak akan menghasilkan apa-apa, bahkan seringkali orang yang rajin berlatih (atau di sisi lain, belajar,) bisa lebih berhasil dibanding orang yang merasa diri punya bakat tapi tidak mengembangkan kapasitasnya. Orang yang sudah merasa cukup dan kemudian malas akan kehilangan motivasi, sehingga biasanya akan segera lemah dan pudar. Oleh karena itu keseriusan dalam belajar maupun latihan, termasuk pula dari segi melatih diri untuk beribadah, merenungkan dan melakukan firman Tuhan dalam ibadah yang sejati ditengah-tengah kehidupan kita sehari-hari, akan menghasilkan banyak manfaat baik dalam kehidupan saat ini maupun kelak di fase yang kekal. Selain kita akan terus mendapat tuntunan dari Tuhan yang terus berjalan bersama kita setiap saat, kita pun tidak harus kehilangan hak menerima keselamatan setelah masa kita di dunia selesai.

(bersambung)

No comments:

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...