Monday, April 7, 2014

Belajar dari Seorang Atlit (2)

(sambungan)

2. Atlit yang baik menguasai dirinya dalam segala hal.
Anda pernah mendengar atlit-atlit yang terjerumus pergaulan buruk lalu ditangkap karena obat-obatan terlarang, melakukan kekerasan karena pengaruh minuman keras, dituntut karena tindak kejahatan seksual terhadap wanita, sulit mengendalikan emosi dan lain-lain? Itu bukan lagi hal baru bagi kita. Betapa sayangnya semua kerja keras mereka harus kandas hanya karena tidak bisa menguasai diri.

Menguasai diri merupakan hal yang sangat penting. Mengapa? Karena tidak peduli sehebat dan sekuat apapun kita, ada banyak bahaya yang mengancam lewat keteledoran kita membiarkan keinginan-keinginan daging masuk dan berkuasa atas diri kita.

Paulus pun tercatat berkali-kali mengingatkan akan pentingnya penguasaan diri ini. Dalam ayat 27 Paulus menyatakan bagaimana ia melakukan hal yang sama, terlebih ketika ia menjalani panggilannya sebagai pewarta Injil. "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (ay 27) Apakah cukup bagi kita untuk menguasai sebagian saja? Tidak. Paulus mengingatkan agar kita mampu menguasai seluruhnya, dalam segala hal. Dalam suratnya kepada Titus, Paulus berkata: "Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal." (Titus 2:6).

Baik dalam arena pertandingan maupun pada saat persiapan, selalu saja ada hal-hal yang bisa melemahkan atau mempengaruhi kita sehingga tidak maksimal dalam melakukannya. Karena itu dibutuhkan sebuah penguasaan diri yang baik. Selain itu, ketidakmampuan kita dalam menguasai diri bisa pula menghambat proses pertumbuhan iman kita. Petrus pun mengingatkan hal ini dalam suratnya. "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7). Ini tentu benar. Bagaimana mungkin kita bisa khusyuk dalam berdoa apabila pikiran kita gelisah dan banyak cabangnya? Sebuah ketenangan pikiran, tubuh, jiwa dan roh bisa maksimal apabila kita bisa menguasai diri kita sendiri. Menjaga agar tidak ada keinginan daging yang mengatasi keinginan Roh, menjaga agar tidak ada celah yang bisa dipakai iblis untuk merusak kita, menjaga agar kita tidak tergoda untuk melakukan hal-hal buruk yang bisa merugikan atau bahkan menghancurkan hidup kita.

Menguasai berarti punya otoritas penuh atas sesuatu. Seorang atlit harus mampu menguasai diri agar tidak terpancing emosi saat bertanding atau berlomba, mereka harus mampu menjaga diri agar tidak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan karirnya atau hanya sekedar menjaga untuk tidak tergoda pada kemalasan. Seorang atlit yang baik juga tidak tergiur dengan cara-cara curang. Firman Tuhan berkata: "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." (2 Timotius 2:6). Ada yang bisa menang karena curang, tapi itu tidak akan berarti apa-apa. Kemenangan sejati akan menjadi milik kita apabila kita taat aturan dalam menjalankannya.

Ingatlah bahwa firman Tuhan berkata: "... roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Jika daging yang mengendalikan hidup kita maka akan sulit bagi kita untuk mampu menguasai diri. Tetapi orang-orang yang terus dituntun oleh Roh akan bisa memegang kendali atas hidupnya, sesuai koridor ketetapan Tuhan. Ada banyak tawaran di luar sana yang bisa membuat kita penasaran atau tertarik mencobanya. Tanpa adanya penguasaan diri niscaya kita akan selalu berada pada titik rawan yang sewaktu-waktu bisa menghancurkan kita beserta segala impian dan rencana ke depan, termasuk menggagalkan anda dari rencana terbaik yang sudah dirancang Tuhan sejak awal bagi anda.

(bersambung)

No comments:

Sukacita Kedua (7)

 (sambungan) Menempatkan diri dari sisi sang pemilik rumah, saya merasa ia sadar bahwa itu adalah bagian atau resiko dari pelayanan. Saat ki...