Monday, April 28, 2014

Cuek

Ayat bacaan: Zefanya 2:1-2
==================
"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN."

Kata cuek bukan lagi kata yang baru. Setidaknya saya sudah melihat kata ini dipakai dalam lirik lagu di tahun 80an, tapi semakin sering dipakai akhir-akhir ini. Kata yang kurang lebih sama dengan acuh tak acuh menggambarkan sebuah sikap yang datar, tidak peduli baik terhadap lawan bicaranya maupun dalam menghadapi berbagai situasi. Jika kita berhadapan dengan orang yang sikapnya seperti ini mungkin kita akan kesal. Kita ajak ngomong dengan, apalagi kalau yang dibahas serius tapi mereka menunjukkan bersikap acuh tak acuh. Untuk hal-hal yang ringan mungkin sikap ini bisa terlihat lucu atau paling banter menyebalkan, tetapi tahukah anda bahwa sikap cuek ini bisa membawa dampak fatal dengan datangnya murka Tuhan apabila itu terjadi dalam hal mematuhi ketetapan atau peraturan Tuhan?

Kalau kita sebagai manusia saja kesal ketika berhadapan dengan orang-orang yang punya sifat cuek, apalagi Tuhan. Mengapa Tuhan harus marah atas sikap acuh tak acuh alias cuek ini? Mengapa tidak, jika kita mengingat bahwa Dia sudah mencurahkan segala kebaikan dan kemurahan Dtanpa henti kepada kita, bahkan sebuah keselamatan kekal Dia beri dalam bentuk anugerah justru disaat kita masih berselubung dosa. Bukankah keterlaluan apabila kita masih sanggup bersikap acuh tak acuh terhadapNya? Ada banyak orang yang rajin berdoa hanya saat tertimpa masalah. Mereka mudah berseru pada Tuhan bahkan disertai ratap tangis dalam doa yang jumlahnya banyak dalam sehari. Tetapi ketika Tuhan mengulurkan tanganNya dan melepaskan dari masalah, mereka pun segera melupakan Tuhan dan sibuk dengan dunia masing-masing. Mungkin sempat berterimakasih, tetapi itu pun tidak bertahan lama. Doa menjadi semakin jarang dengan beragam alasan. Peraturan Tuhan menjadi nomor ke sekian untuk dipatuhi, berada jauh di bawah kenikmatan dunia dalam skala prioritas sehari-hari. Apalagi jika diminta untuk terlibat dalam pelayanan, seribu satu alasan pun tiba-tiba bermunculan untuk menolak. Begitu seringnya anak-anak Tuhan terlena dalam kenyamanan dan kemudian melupakan Tuhan, namun kembali datang ketika masalah kembali muncul. Bahkan tidak jarang kita mendengar bahwa orang melayani Tuhan semata-mata karena mengharapkan hidup mereka bersih dari masalah, atau kalaupun ada masalah, Tuhan akan segera mengulurkan bantuan. "Kan saya melayani Tuhan, jadi wajar dong punya hubungan lebih spesial dibanding orang yang tidak melayani." begitu pikir mereka. Tuhan hanya dijadikan sebagai alat penolong, body guard dan tempat mengemis, tidak lebih, tidak kurang. Diluar itu, mereka cuek dengan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan, mematuhi ketetapanNya, merenungkan dan melakukan firmanNya dalam hidup sehari-hari. Sikap seperti ini tidaklah berkenan di hadapan Tuhan.

Mari kita lihat teguran keras Tuhan atas bangsa Israel di masa Zefanya. Sikap bangsa Israel yang keras kepala sudah berulang kali tampak jauh sebelum jaman Zefanya. Hati mereka dengan Tuhan begitu cepatnya berubah-ubah. Mereka dengan mudah menangis meminta pertolongan, berseru-seru pada Tuhan, namun saat ditolong, sesaat kemudian mereka sudah menunjukkan sikap tidak puas dan kembali bersungut-sungut. Pada saat-saat tertentu mereka memuliakan Tuhan, namun sesaat kemudian sikap mereka berubah 180 derajat. Lebih parah lagi, mereka tega menduakan Tuhan dengan ikut-ikutan menyembah dewa-dewa. Sikap seperti ini sangat tidak disukai Tuhan. Maka melalui Zefanya Tuhan memberi teguran keras. "Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN." (Zefanya 2:1-2). Ini teguran sangat keras yang dijatuhkan kepada sebuah bangsa yang tidak kunjung mengerti untuk bersyukur. Walaupun sudah berulangkali mengalami kuasa Tuhan, begitu banyak mukjizat yang mereka saksikan langsung di depan mata, tetapi mereka masih juga menunjukkan perilaku tidak terpuji dalam berbagai hal. Kalaupun mereka beribadah, seringkali itu hanya seremonial atau rutinitas semata. Untuk ketidak acuhan atas masalah ini pun Tuhan pernah menegur tak kalah keras. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Hal-hal yang ajaib atau keajaiban yang menakjubkan disini bukan hal-hal yang baik atau positif, tapi yang buruk. Dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari diterjemahkan sebagai "pukulan bertubi-tubi". Sangatlah tidak pantas memperlakukan Tuhan yang luar biasa baik dan begitu mengasihi kita dengan sangat setia dengan sikap cuek atau acuh tak acuh seperti ini.

Dalam Wahyu teguran yang keras juga dialamatkan kepada jemaat di Laodikia atas sikap mirip. "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:16). Sikap suam-suam kuku kurang lebih sama dengan sikap acuh tak acuh. Sikap seperti ini bisa mendatangkan murka Tuhan, dan itu wajar mengingat betapa baiknya Tuhan kepada kita. Hari-hari ini ada banyak diantara anak-anak Tuhan yang punya sikap sama. Beribadah sih, berdoa juga, tapi hanya kalau ingat, kalau ada waktu atau sifatnya hanya karena rutinitas saja. Ada banyak diantara mereka yang lebih mementingkan perkara duniawi ketimbang bersekutu intim dengan Tuhan dan mematuhi peraturanNya. Sebesar apa sebenarnya porsi Tuhan dalam hidup kita hari ini? Seberapa besar kerinduan kita kepadaNya? Dimana posisi Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita mau mendengar apa kata Tuhan dengan baik atau jam-jam yang kita pakai untuk berdoa hanyalah rutinitas belaka, atau malah hanya dipakai sebagai sarana meminta? Apakah kita mau dengan sungguh-sungguh mematuhiNya, mendengar nasihat dan laranganNya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang patut kita jadikan bahan introspeksi agar kita jangan sampai kemarahan Tuhan turun atas kita.

Kita harus tetap memiliki rasa takut akan Tuhan yang berbicara mengenai sikap hormat kita kepadaNya, tidak ingin membuatNya kecewa karena kita menyadari betul betapa besar kasihNya kepada kita dan betapa besar pula kasih kita kepadaNya. Ini adalah bentuk rasa takut yang sehat, yang akan membawa kita lebih dekat lagi kepadaNya. Takut akan Tuhan tidak saja bisa membawa kita untuk menerima keselamatan yang kekal sifatnya, namun Tuhan juga menjanjikan kita untuk tidak akan berkekurangan, seperti apa yang dikatakan Daud. "Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!" (Mazmur 34:9). Sikap acuh tak acuh dari lawan bicara kita bisa menyakiti hati kita, tapi kita sering lupa bahwa sikap acuh tak acuh kepada Tuhan pun akan mengecewakan dan menyakiti hatiNya. Jangan sampai kita menuai hal-hal yang buruk sebagai konsekuensinya. Oleh karena itu seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan. Dengarkan baik-baik pesan dan peringatanNya, takutlah akan Dia dan taatlah dengan sepenuh hati, serius dan sungguh-sungguh.

Jangan bersikap cuek, seriuslah dalam membangun hubungan dengan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan) Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu ...