Thursday, October 5, 2023

Sukacita (1)

 Ayat bacaan: Mazmur 16:8-9a
======================
"Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak.."


Sukacita itu bergantung pada apa? Kalau cuma sekedar menjawab, kita pasti mudah mengatakan bahwa sukacita itu berasal dari Tuhan. Artinya, kalau kita mengingat dan menyadari bahwa Tuhan ada bersama kita dengan kasih setiaNya yang tanpa batas dan melimpah, seharusnya kita pasti langsung bersukacita.

Pada kenyataannya, sukacita tidak semudah itu hadir dalam hidup kita. Kita bisa bersukacita saat hidup baik-baik saja dan semua berjalan dengan lancar, tapi sukacita menjadi hal yang sulit ketika kita berhadapan dengan masalah-masalah kehidupan. Jangankan masalah atau kesulitan berat yang tengah menerpa, menghadapi hiruk pikuk kehidupan sehari-hari saja bisa dengan mudah dan cepat merampas sukacita dari hidup kita.

Di tengah situasi seperti sekarang ini, sukacita semakin menipis dalam hidup banyak orang. Kalau sudah begitu, air muka pun biasanya akan terpengaruh. Anak saya sejak di usia 2 tahun sudah bisa membedakan air muka papanya, apakah lagi senang, lagi banyak pikiran, lagi pusing atau lagi kesal. Padahal saya sudah berusaha senyum di depannya meski di dalam hati atau pikiran sedang ribet. Dan memang, namanya air muka, seperti air yang akan mengikuti bentuk wadah yang menampungnya. Kalau hati sedang risau, kuatir atau panas, maka air muka pun akan mengikuti dengan sendirinya.

Disamping perasaan dan pikiran, mood yang sedang down saja bisa merampas sukacita kalau kita biarkan. Terkadang entah karena kurang cukup tidur, masih lelah atau terganggu oleh sesuatu yang membuat kita terbangun, itu bisa menyebabkan mood kita langsung ngedrop. Dan kalau sudah begitu, apabila kita biarkan, maka seharian kita bisa terpengaruh oleh mood yang keburu rusak seperti itu. Bukankah kita semua pernah mengalami hal itu? Hal-hal kecil saja bisa membuat emosi, jadi gampang kesal, marah dan salah-salah orang yang tidak bersalah bisa kita semprot tanpa kita sadari. Dibiarkan saja bisa seperti itu apalagi kalau diladeni, semakin dirasa-rasa, wah, bisa makin besar baranya.

Hidup memang tidak mudah. Jika melihat hidup yang semakin sulit hari-hari ini, itu dialami oleh banyak sekali penduduk dunia secara global. Maka kalau kita menggantungkan sukacita disana, mau hidup seperti apa kita ini? Hidup murung, stres, tanpa rasa sukacita, riang, dan bahagia? Haruskah perasaan-perasaan yang membuat kita hidup sehat dan lebih baik ini dibiarkan menjadi sesuatu yang sifatnya hanya utopis saja?

(bersambung)

No comments:

Kacang Lupa Kulit (4)

 (sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...