Sunday, March 5, 2023

Who Are We vs Who He Is (3)

 (sambungan)

Ada satu hal lagi yang menjadi penyebab utama, dan itu adalah kita lupa bahwa diatas segalanya, Tuhan lah sebenarnya yang paling mengenal kita. Kenapa? Karena kita adalah ciptaanNya. Sebagai pencipta kita, Dia tentu tahu persis seperti apa kita ini menurut grand design yang ada dalam pikiran dan hatiNya saat menciptakan kita. Maka, kalau Tuhan buka jalan, bukankah itu artinya Dia tahu peningkatan sejauh mana sebenarnya yang akan sanggup kita laksanakan? Kita pun sering lupa bahwa jika kita mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh seperti untuk Tuhan, Dia akan berada bersama kita, memampukan kita untuk berjalan dari satu keberhasilan kepada keberhasilan lain, walking from glory to glory. Jadi selain mental pemenang, cara pandang kita terhadap Sang Pemberi jalan yaitu Tuhan pun akan sangat menentukan kesiapan atau kesigapan kita dalam menyikapi peluang, tantangan maupun tugas yang diberikan Tuhan kepada kita.

Hari ini mari kita lihat sebuah bagian kisah dalam hidup Musa. Meski ia dicatat sebagai nabi besar, Musa adalah juga manusia biasa sama seperti kita. Cara pikirnya pun manusiawi seperti kita dalam menerima tanggung jawab yang dirasa lebih berat dibanding kemampuan menurut ukuran kita.

Musa sempat mengalami keraguan disaat ia pertama kali mendapat tugas berat. Alasannya sebenarnya sangat masuk akal. Pada saat itu Musa sudah tidak lagi muda, dan merasa punya kekurangan atau kelemahan dari kemampuan berbicara meyakinkan orang. Maka ketika Tuhan tiba-tiba memanggilnya dikala Musa sedang menggembalakan domba-domba milik Yitro, mertuanya, ia pun langsung meragukan kesanggupannya.

Saya yakin dalam seketika ada banyak keraguan berkecamuk dibenaknya, terutama masalah percaya diri. Kata Musa: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" (Keluaran 3:11). Musa mencoba meyakinkan Tuhan bahwa Tuhan salah pilih orang. Reaksi ini sangatlah wajar mengingat Musa tidak punya pengalaman. Baik dalam hal memimpin maupun meyakinkan orang lewat kata-kata, terlebih mengingat bangsa Israel adalah bangsa yang keras kepala serta tegar tengkuk. Dengan kata lain, Musa berpikir: berbicara saja aku tidak pintar, bagaimana mungkin aku sanggup menghadapi Firaun untuk membawa bangsa model Israel keluar dari perbudakan di Mesir, apalagi menuntun mereka?

(bersambung)

No comments:

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...