Thursday, March 16, 2023

Payung Cantik (3)

 (sambungan)

Dan itu saya alami sendiri. Dalam renungan terdahulu saya sudah membagikan cerita tentang apa yang terjadi pada saya saat bertobat. Hidup bukannya menjadi lebih baik, tapi justru semakin jatuh hingga ke titik nadir, sampai saya harus merangkak lagi mulai dari 0. Belum lagi keputusan saya mengikut Kristus menjadikan saya minoritas dan harus menghadapi banyak diskriminasi, dijauhi bahkan intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Sakit, berat, perih, sedih, itu semua saya alami. Tapi ternyata, pada masa-masa seperti ini saya seolah dikikis dan dibentuk ulang sebagai manusia baru. Otot-otot rohani saya dibentuk, perilaku-perilaku, kebiasaan-kebiasaan buruk saya di masa lalu dikerik satu persatu.

Saat mengalami itu tidak mudah, bahkan sakit rasanya. Tapi saya tidak akan pernah menjadi siapa saya hari ini jika tidak melalui masa itu. Apa yang saya alami pun dialami banyak orang lain. Jadi, kalau saya menerima Kristus karena iming-iming kemakmuran dan kenyamanan duniawi, saya pasti kecewa. Untunglah saya bertobat bukan karena tawaran 'hadiah payung cantik'.

Kalau banyak orang mengejar berbagai bentuk berkat alias apa yang saya ibaratkan sebagai 'payung cantik', apa yang tertulis dalam Ibrani 11 bisa jadi terlihat sangat menakutkan. Setelah menuliskan tentang saksi-saksi iman, Penulis Ibrani kemudian menyinggung orang-orang yang menderita aniaya dan siksaan di luar batas perikemanusiaan demi Kristus. "Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan." (Ibrani 11:36-37).

Berbagai siksaan yang mengerikan tentu bukan gambaran yang baik untuk dialami oleh orang beriman bukan? Tapi lihatlah bahwa mereka ternyata dengan rela hati menerima hal itu. Mereka bisa terus mempertahankan iman mereka meski resikonya adalah penderitaan luar biasa yang dilakukan dengan sangat sadis diluar batas.

(bersambung)

No comments:

Kacang Lupa Kulit (5)

 (sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...