(sambungan)
Apakah benar seperti itu? Apakah Tuhan sedemikian semena-mena, gemar menyiksa dan menikmati kita hidup dalam kesusahan? Apakah Tuhan merupakan pribadi yang senang melihat orang susah, susah melihat orang senang? Pikiran kita bisa seperti itu kalau kita masih punya pola pikir sebatas anak-anak yang belum banyak mengerti. Cuma mau enaknya tapi tidak mau susahnya. Tapi kalau kita mau melihat dan berpikir lebih jauh, setidaknya kita berpikir bahwa saat-saat seperti itu sebenarnya ada baiknya karena itulah momen yang paling tepat untuk mendapatkan pelajaran berharga tentang ketetapan-ketetapan Tuhan.
Sebelum saya lanjutkan, ijinkan saya untuk membagi pengalaman saya diawal saya bertobat. Saat saya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat saya, hidup ternyata bukannya membaik tapi justru seperti roda yang tiba-tiba berada di bawah. Dalam hitungan bulan hidup saya berubah drastis. Dari hidup berkelimpahan saya kemudian kehilangan ibu yang meninggal karena sakit, usaha bangkrut, saya dilarang untuk beribadah, dan karenanya saya pun memutuskan untuk pindah ke kota lain, dimana saya tinggal hari ini. Uang tabungan habis, dan saya harus mulai merangkak lagi dari nol. Dan proses itu tidak cepat, karena saya harus struggle selama tidak kurang dari lima tahun.
Jadi kalau ada hamba Tuhan atau siapapun yang mengiming-imingi untuk ikut Yesus supaya hidup jadi 100% tanpa masalah, jadi makmur kaya raya, jangan percayai itu sebagai kebenaran. Kenapa? Pertama, karena kita mengikuti Yesus bukan untuk tujuan mengharapkan hal-hal fana alias duniawi yang sementara. Kedua, karena dari pengalaman saya dan banyak kisah lainnya yang saya dengar, yang terjadi sama sekali tidak seperti itu, seringkali justru kebalikannya. Jangan sampai pengajaran-pengajaran yang salah itu kemudian memberikan pemahaman keliru tentang prinsip dasar keselamatan, lalu Yesus pula yang disalahkan.
Kembali pada kisah hidup saya yang anjlok saat baru bertobat. Waktu saya mengalaminya itu sangat tidak enak. Tapi hari ini saya sangat bersyukur sudah mengalami itu. Kenapa? Karena justru lewat segala pergumulan dan penderitaan itu karakter saya dibentuk ulang. Semua yang jelek satu persatu dihancurkan. Saya merasa seperti dihempaskan sampai ke tanah, ditekan dari atas sampai saya tidak lagi bisa bergerak, tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Tertekan? Pasti. Merasa tertindas? Ya. Sakit? Tentu. Tapi pada saat seperti itu, ternyata saya belajar satu hal, yaitu mempercayai Tuhan. Berpegang hanya kepadaNya, yang pada waktu itu bagi saya merupakan alternatif satu-satunya karena yang lain tidak ada yang bisa diharapkan.
(bersambung)
RenunganHarianOnline.com adalah Renungan Harian Kristen untuk waktu Saat Teduh

Home »Unlabelled » Tertindas itu Baik? (2)
Saturday, March 11, 2023
Tertindas itu Baik? (2)
webmaster | 9:00:00 PM |
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Search
Berlangganan (Subscribe)
Menu
Kategori Artikel
Quick News
Hai! kami kembali lagi untuk memberkati para RHO-ers
Renungan Harian Online kini dapat diakses melalui domain berikut: www.RenunganHarianOnline.com
Renungan Harian Online kini dapat diakses melalui domain berikut: www.RenunganHarianOnline.com
Tentang RHO
Renungan di Blog ini dibuat oleh Tim Renungan Harian Online sendiri Copyrighted @ 2007-2022. Saudara boleh membagikan link
blog ini agar dapat menjadi berkat bagi teman-teman saudara, atau me-link-nya di situs/blog saudara:
atau dapat juga menggunakan banner dibawah ini:

Tuhan Memberkati!

Popular Posts
- Jebakan Hutang
- Mengusahakan Kesejahteraan Kota
- Kerjasama dalam Satu Kesatuan
- Kebersamaan Dalam Kasih Yang Menguatkan
- Perempuan Samaria di Sumur
- Hidup yang Berbahgia dan Berhasil
- Tahun Baru, Rahmat Baru, Harapan Baru
- Bangkit dan Menjadi Terang
- Bersiap Menjelang Natal
- Manusia Berencana Tuhan Menentukan
Pendistribusian
RHO hanya memberikan ijin untuk mendistribusikan pada media online (blog, milist, dll) tanpa menghilangkan link source, jika didistribusikan pada media offline, seperti warta jemaat, harus mencantumkan link source-nya. Kami tidak mengijinkan pendistribusian yg bersifat komersil.
No comments :
Post a Comment