Tuesday, September 30, 2014

Air Muka

Ayat bacaan: Kejadian 4:6-7a
=====================
"Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?"

Saat orang lain mengajarkan tentang pentingnya skill dan kebersatuan dalam bermain di sebuah band, seorang pianis senior memberi masukan yang terdengar aneh dan biasanya tidak dipikirkan orang. Ia berkata: "pandanglah wajah teman-teman dalam satu grup sebelum bermain, berikan senyum kepada mereka satu persatu, dan pertahankan selama bermain." Senyum? Apa hubungannya itu dengan kualitas musik yang dihasilkan? Ternyata lewat pengalamannya selama lebih 40 tahun, ia mendapati bahwa senyum bisa membawa atmosfir atau aura positif, ketenangan, kenyamanan yang akan berdampak pada kualitas permainan. "Coba pikir, bukankah kita merasa senang saat melihat orang berwajah cerah, ramah dan tersenyum saat bertemu dengan kita, meski kita tidak mengenal mereka?" katanya. Kalau dipikir-pikir benar juga.. kita tentu merasa senang kalau bisa hidup di dunia yang ramah dan penuh dengan senyum. Dunia tanpa kekerasan, tanpa kejahatan, tanpa perang, tanpa perselisihan. Kalau kita tengah berada dalam pergumulan, maka sebuah senyum seringkali mampu menyingkirkan mendung dan membawa kembali mentari cerah ke dalam hati kita. Sebaliknya, apa rasanya saat kita sedang senang hati tapi kemudian bertemu dengan wajah yang tidak ada damainya, keruh bahkan provokatif? Itu bisa merebut cerah ceria dan mendatangkan kekelaman. Pertanyaannya, dari mana sebenarnya air muka yang cerah sesungguhnya datang? Lantas adakah dampak negatif yang bisa muncul dari air muka keruh tak berseri?  Kita bertemu dengan orang-orang yang bersikap buruk dengan air muka yang provokatif hampir setiap hari, dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Dari mana air muka yang cerah sesungguhnya berasal? Dan adakah dampak negatif yang bisa muncul dari air muka yang keruh tak berseri?

Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, kita bisa melihat kisah antara Kain dan Habel. Pada suatu hari mereka mempersembahkan korban persembahan kepada Tuhan. Dalam Kejadian 4:4 dikatakan bahwa Tuhan berkenan; dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "had respect and regard" pada Habel atas persembahannya. Sebaliknya, korban persembahan Kain ternyata ditolak. Kain ternyata bukannya menyesal dan memperbaiki kesalahannya, tapi malah merasa kesal kepada Tuhan. "Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (ay 5b).

Mari kita lihat dulu bagian ini. Ketika hati panas, air muka pun berubah menjadi muram. Hati tenang muka cerah, tapi kalau mendidih, muka pun kemudian menjadi muram. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?" (ay 6-7a). Ada dua hal yang bisa kita lihat dari ayat ini. Pertama, Tuhan menyatakan bahwa ia tidak suka terhadap raut muka kerung seperti ini. Kedua, Tuhan  mengingatkan kita bahwa raut wajah yang muram itu timbul ketika tidak ada sukacita dalam diri kita, dimana kasih Tuhan tidak lagi ada dalam kita dan berkuasa atas kita. Berbuat hal-hal baik yang berkenan kepada Tuhan menjadi cerminan yang seharusnya bisa mendatangkan sukacita dalam diri kita. Ayat berikutnya menuliskan lanjutannya. "Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 7b). Air muka yang muram muncul ketika kita kehilangan sukacita dalam hati kita yang diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan kita yang tidak baik. Dan ketika itu terjadi, ada dosa yang sudah mengintip di depan pintu dan tengah bersiap-siap untuk menerkam kita. Dan benarlah, ketika Sayangnya Kain mengabaikan peringatan Tuhan. Maka sesuatu yang buruk pun terjadi. Ia membunuh adiknya sendiri dan dengan sendirinya harus menanggung konsekuensi atas perbuatannya seumur hidup, bahkan berdampak hingga ke generasi selanjutnya. Jadi jelaslah bahwa hubungan yang kuat antara apa yang ada dalam hati kita dengan apa yang terpancar keluar lewat air muka kita.

Dalam salah satu amsal Salomo kita baca "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Muka yang berseri-seri berasal dari hati yang gembira, yang bersukacita. Seperti yang kita sudah tahu, hatilah yang menjadi sumber dari mana kehidupan kita terpancar yang ditulis dalam Amsal 4:23. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Jadi penting bagi kita untuk tidak membiarkan pengaruh-pengaruh buruk masuk ke dalam hati kita, berkuasa di dalamnya dan kemudian menggiring kita ke dalam berbagai penyimpangan. Jika itu terjadi, sukacita akan hilang dari diri kita. Air muka kita pun berubah muram, tidak sedap dipandang mata, dan tidak lagi mencerminkan raut yang seharusnya sebagai anak-anak Tuhan.

Kesimpulannya, agar kita bisa memiliki air muka yang menyenangkan, caranya tidak lain adalah dengan terus mengisi hati kita dengan sukacita. Hati yang bersukacita akan memancarkan sinar cerah di wajah kita yang bisa membahagiakan kita dan juga orang lain yang melihatnya. Kalau begitu tidaklah mengherankan bahwa firman Tuhan terus memerintahkan kita untuk setiap saat terus bersukacita dalam situasi dan kondisi apapun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Hati yang bersukacita akan selalu membawa banyak manfaat. Selain membawa pengaruh kepada orang-orang disekitar kita, itu juga akan membuat kita lebih luwes dalam pergaulan, membawa kita bekerja sebaik mungkin bahkan akan bermanfaat pula pada kesehatan kita. Sebaliknya Ketakutan, kebencian, kegelisahan, emosi dan perasaan-perasaan negatif justru menjadi pembunuh mematikan jika terus kita simpan di dalam hati kita. Berbagai jenis penyakit seringkali berawal dari hal-hal negatif yang kita pelihara di dalam diri kita. Sejak jauh hari Tuhan pun sudah mengingatkan akan hal ini. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22).

Tuhan tidak suka kepada orang yang air mukanya muram dan suka bersungut-sungut. Selain teguran Tuhan pada Kain, lihatlah bagaimana kesal dan kecewanya Tuhan melihat bangsa Israel yang terus saja bersungut-sungut meski mereka terus mendapat curahan berkat dan penyertaan Tuhan secara langsung dalam hidup mereka. Haruskah kita mencontoh perilaku mereka dan terus mengecewakan Tuhan lewat sikap dan air muka kita? Baikkah kalau kita terus membiarkan diri kita menjadi orang yang cepat marah, cepat tersinggung, egois, tidak mau mengerti orang lain dan memasang wajah kaku tak bersahabat? Tuhan sendiri tidak menginginkan hal seperti itu untuk dilakukan anak-anakNya. Kasih Tuhan yang tercurah setiap hari kepada anak-anakNya seharusnya mendatangkan sukacita, dan selanjutnya terpancar lewat raut  muka, sikap dan perilaku yang bersinar terang, dan itu seharusnya dapat dengan mudah dilihat oleh dunia. Jadilah orang yang ramah, murah senyum, punya sikap bersahabat. Jangan pernah biarkan kesulitan-kesulitan dan tekanan dalam hidup merampas sukacita dalam diri kita dan menghilangkan senyum dari wajah kita. Anda ingin terus tersenyum dengan wajah yang cerah? Jika ya, jaga terus hati anda supaya tetap penuh dengan sukacita Allah.

Senyum ramah terpancar dari hati yang bersukacita, dan itu akan bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Kacang Lupa Kulit (4)

 (sambungan) Alangkah ironis, ketika Israel dalam ayat ke 15 ini memakai istilah "Yesyurun". Yesyurun merupakan salah satu panggil...