Friday, August 7, 2015

Perihal Mengampuni dan Diampuni (2)

(sambungan)

Sebelum kita membahas hal pengampunan menurut Firman Tuhan, mari kita lihat terlebih dahulu seperti apa dampak memaafkan itu bisa mempengaruhi kesehatan kita dari sisi medis. Coba anda ingat-ingat lagi saat anda marah besar. Bukankah jantung anda berdetak cepat, tubuh terasa gemetar, nafas menjadi cepat dan anda sulit untuk berpikir jernih? Detak jantung dan tekanan darah menjadi tidak normal saat kita emosi. Dan itu tentu berbahaya bagi kesehatan atau nyawa kita. Salah-salah pembuluh darah di otak pecah atau kena serangan jantung. Kalau sudah begitu, apa hal baik yang bisa kita dapatkan dari membiarkan amarah dan dendam dalam diri kita?

Sebaliknya, sebuah jurnal kesehatan pernah memuat studi tentang mengampuni. Saat kita mengampuni seseorang dan melepaskan jerat dendam yang membelenggu hati kita, detak jantung dan tekanan darah menurun. Stres berkurang, sehingga orangnya jadi bisa tidur nyenyak, hidup menjadi rileks dan lapang, dan karenanya kita tidak lagi perlu kehilangan sukacita dari diri kita. Itu tentu akan sangat baik dampaknya buat kesehatan dan panjangnya umur kita.

Tuhan menganggap penting kebesaran hati kita untuk mengampuni, dan menjadikan itu sebagai sebuah syarat agar kita bisa menerima pengampunannya. Dan itu disampaikan dalam banyak bagian di dalam Alkitab, yang menunjukkan bahwa masalah pengampunan ini sangatlah penting. Disamping itu, penyampaian hal mengampuni yang berulang-ulang juga menunjukkan pemahaman Tuhan akan kecilnya kemampuan kita untuk melakukan itu dibanding menyimpan dan membalas dendam.

Sebuah perumpamaan tentang pengampunan pernah diberikan Yesus dalam Matius 18:21-35 yang menggambarkan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka pintu pengampunan seluas-luasnya. Dalam perumpamaan itu digambarkan adanya seorang raja yang mau menyelesaikan hutang-hutang dari hamba-hambanya. Saat itu ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta. Si hamba pun memohon keringanan waktu untuk dapat membayar lunas hutangnya dengan memohon sambil berlutut. Sang raja pun merasa iba. "Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (ay 27). Bukan cuma diberi keringanan, tapi hutangnya dihapuskan. Betapa beruntungnya si hamba tersebut.

Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh ironis. Ketika si hamba keluar, ia bertemu dengan orang lain yang berhutang kepadanya, dengan jumlah yang jauh lebih kecil dari hutangnya kepada raja. Kali ini urusannya bukan dia yang berhutang, tapi ia ada pada posisi piutang alias yang dihutangi. Kalau dalam posisi berhutang ia perlu memohon-mohon agar diringankan, reaksinya langsung berbeda ketika ia berada di posisi sebaliknya. Ia langsung mencekik dan memaksa orang itu untuk segera membayar hutangnya. Orang itu pun memohon dengan berlutut untuk meminta keringanan, persis seperti apa yang baru saja ia lakukan di hadapan raja. Tapi si hamba tidak mempedulikan hal itu.

Ketika mendengar perbuatannya, raja pun marah besar. "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (ay 32-33). "Jika aku mengampuni engkau bahkan menghapuskan hutangmu yang besar, masakan engkau tega melakukan itu kepada temanmu yang hanya berhutang sedikit?" Begitu kira-kira kata sang raja. "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (ay 34). Dan Yesus pun menutup perumpamaan itu dengan sebuah peringatan penting: "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (ay 35).

(bersambung)

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan) Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu ...