Tuesday, November 22, 2022

Kasih Yang Dari Tuhan (1)

 Ayat bacaan: 2 Samuel 9:3
=====================
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah."


Pacaran hampir satu windu, menikah 13 tahun. Artinya, saya sudah mengenal dan menjalani hubungan dengan istri saya selama 21 tahun. Puji Tuhan hingga hari ini kami masih menjalani keluarga yang sangat bahagia dan harmonis. Apakah itu artinya rumah tangga kami seratus persen tanpa perselisihan? Ah, percayalah, kami ini keluarga normal. Artinya, perselisihan itu tetap ada, apalagi saat dia punya suami yang suka bikin kesal seperti saya. Tapi bagi kami, perselisihan itu cuma boleh sampai sebatas bunga-bunga pernikahan saja, tidak boleh lebih, tidak boleh berkepanjangan, berlarut-larut apalagi sampai menimbulkan luka. Lagi-lagi puji Tuhan, sepanjang yang saya tahu kami belum pernah mengalami luka batin dari perselisihan yang ada dalam perjalanan hubungan kami, karena saya tahu bahwa satu luka saja bisa berdampak buruk dan bisa jadi pula sulit untuk disembuhkan.

Nanti lain kali saya akan cerita lebih jauh tentang apa yang saya atau kami lakukan pada saat berselisih paham agar tidak meluas, memanas bahkan mengganas, karena konteks yang akan saya bahas hari ini lebih kepada kasih. Kasih. Ya saya mengasihi istri saya dengan segenap jiwa dan raga saya, dan saya yakin ia pun demikian. Sedikit banyak hubungan kami sudah teruji oleh waktu. Perasaan cinta saya hari ini masih tetap sama terhadapnya, kalau tidak lebih. Kenapa bisa lebih? Karena bagi saya ia bukan saja istri yang terbaik, tapi juga ibu yang terbaik untuk anak kami. More, much more than I've ever wished. Hingga detik ini saya yang bertipe ekspresif masih sering mengatakan I love you, memeluk dan menciumnya seperti saat-saat awal pernikahan dulu. Kasih merupakan kunci dari hubungan kami, yang bukan saja membuat kami bisa melewati masa dua dekade lebih dengan sangat baik, tetapi juga dalam hal menjaga kehangatan hubungan. Saya tahu akan ada waktu dimana kami tidak akan lagi bersama-sama, karena itulah setiap hari saya menikmati detik demi detik kebersamaan kami dan mengucap syukur kepada Tuhan atas rumah tangga kami. Sekali lagi, kasih memiliki peran yang sangat penting yang membuat keluarga terasa seperti heaven on earth, bukan hell break loose.

Bagi saya, kasih itu harus diekspresikan. Bagaimana kita mengekspresikan kasih? Ada banyak cara tentunya. Dengan menunjukkan perhatian sepenuhnya, dengan memberi sekuntum bunga, cokelat atau hadiah-hadiah lain, dengan ucapan, pelukan, dan banyak lagi bentuk-bentuk espresi kasih yang bisa kita lakukan. Kenapa harus lewat hal-hal itu? Karena kasih itu adalah urusan perasaan. Sulit bagi kita untuk bisa mentransfer perasaan secara langsung kepada orang lain, dan itulah sebabnya kita perlu berbagai bentuk ekspresi seperti di atas sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan kasih sayang kita kepada seseorang.

Manusia pada umumnya membutuhkan kasih untuk bisa hidup. To love and to be loved, mengasihi dan dikasihi, mencintai dan dicintai. Itu seringkali membuat kita lebih kuat dan tegar apabila kita miliki. Semua itu tentu baik. Tetapi kita seharusnya bisa meningkatkan satu langkah lagi lebih tinggi dengan adanya bentuk kasih yang sudah dicurahkan Tuhan ke dalam hati setiap kita lewat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Roma 5:5. Jadi, kalau kasih sudah dicurahkan ke dalam hati kita lewat Roh Kudus, seharusnya kita tidak sulit lagi untuk mengasihi kan?

(bersambung)

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan) Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira...