Monday, November 21, 2022

Daud dan Mefiboset (3)

 (sambungan)

Ada seorang penulis bernama Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Kalau diterjemahkan bunyinya kira-kira begini: Membalas kebaikan dengan kejahatan itu merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu manusiawi, tetapi membalas kejahatan dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang sempurna seperti sifat Ilahi.

Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pasti hancur karena ditinggalkan dengan kehancuran total seperti itu. Mefiboset yang cacat dan terbuang pun sampai ia panggil untuk tinggal bersamanya bahkan diberi hak untuk makan satu meja dengannya. Mengapa ia melakukan hal itu? Sekali lagi, karena Daud "hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ay 2a).

Orang yang mendendam, tidak mengasihi sama artinya dengan tidak mengenal Allah. Itu tertulis dalam Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih seperti ini adalah kasih tanpa pamrih yang akan diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita.

Meski hati kita sakit, atau kita terluka akibat perbuatan seseorang, tetap saja tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Hal itu bisa kita baca dalam kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5).

Dunia boleh saja menghalalkan balas dendam, tetapi tidak bagi kehidupan kekristenan. Sekarang pertanyaannya, apakah kita memilih untuk memakai kasih Allah itu dalam kehidupan kita secara nyata atau kita menolaknya dengan terus memelihara dendam dan merasa senang ketika musuh kita terjatuh? Daud memilih untuk menghidupi kasih Allah secara nyata dalam kehidupannya. Ia ternyata memiliki pengenalan yang baik akan Allah, Ia tahu betul bahwa kasih Allah hidup di dalam dirinya dan ia memilih untuk memancarkan kasih itu kepada sesama, termasuk kepada orang yang sudah pernah berlaku busuk terhadapnya.

Bagaimana dengan kita saat ini? Maukah kita meniru sikap hati Daud atau kita masih lebih senang memupuk kebencian dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan pembalasan? Maukah kita tetap mendoakan mereka yang terbaik dan mendoakan mereka agar bertobat, atau kita akan menanti untuk berpesta saat mereka terjatuh?

Tetap nyatakan kasih yang dari Allah kepada siapapun termasuk kepada musuh kita

No comments:

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...