Monday, November 28, 2022

Ciri/Indikator Kasih (3)

 (sambungan)

Kesabaran, kemurahan hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, berlaku sopan, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak pemarah, mau mengampuni, tidak mendendam, tidak senang dengan kejahatan, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tahan menghadapi segala sesuatu, mau percaya akan yang terbaik pada setiap orang, hidup dalam pengharapan tanpa henti dan sabar dalam menanggung segala sesuatu. Inilah ciri kasih, yang mampu menjadi sebuah indikator untuk membantu kita dalam mengetahui atau memeriksa diri kita, apakah kasih berfungsi baik atau tidak, atau sudah sampai di titik mana kasih itu berperan dalam hidup kita.

Jika kita masih berhenti hanya kepada mengasihi orang yang dekat dengan kita, masih suka memperhitungkan kejahatan yang dilakukan orang lain, cepat emosi, menyimpan dendam, masih mudah iri terhadap kesuksesan orang lain, masih berkompromi terhadap banyak penyimpangan dan gemar melakukan tindakan-tindakan yang jahat, jika kita masih kerap diliputi iri hati, kesombongan, jika kita masih tidak murah hati, mau menang sendiri, cari untung sendiri, itu artinya kita belum berjalan dalam kasih di level yang seharusnya.

Pertanyaannya, kalau mempergunakan kemampuan sendiri, apakah kita bisa mencapai level setinggi itu? Jika hanya bertumpu pada kemampuan sendiri tentu akan sangat sulit bagi kita untuk bisa mencapai kasih seperti tingkatan yang ditentukan Yesus dimana kita bukan lagi sekedar mengasihi orang lain seperti diri sendiri tetapi mengasihi sebagaimana Yesus mengasihi kita (Yohanes 13:34). Lalu bagaimana agar kita bisa memenuhi indikator-indikator di atas?

Kuncinya, kita harus berjalan bersama Tuhan dan tetap dipenuhi Roh Kudus. Selama itu ada, kasih Allah akan hidup dalam diri kita. Dan itulah yang akan memampukan kita untuk memenuhi indikator-indikator kasih di atas.

Yohanes menghimbau kita untuk saling mengasihi dengan sebuah hubungan sebab-akibat yang sederhana.  "Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." (1 Yohanes 4:7). Kita tidak bisa mengaku sebagai anak Allah yang mengenal Bapanya apabila kita tidak memiliki kasih dalam diri kita. "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (ay 8). Dan Yohanes kemudian melanjutkan: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita." (ay 11-12).

Bagi saya apa yang disampaikan Yohanes ini luar biasa. Ia menggambarkan bagaimana seharusnya kasih itu dengan memakai silogisme yang sangat sederhana tapi fundamental dan sangat mengena.

(bersambung)

No comments:

Rekan Setim Tuhan (2)

 (sambungan) Menjaga keseimbangan di atas sepatu roda bisa jadi sudah sulit. Tapi bagaimana dengan menjaga keseimbangan atas satu orang yang...