Friday, December 1, 2017

Pemerintah Kerajaan Hati (1)

Ayat bacaan: 1 Petrus 3:15
==================
"Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!"

Suatu kali saya melihat kalimat menarik di sosial media seorang teman. "Kalau hati kita diibaratkan dunia, siapa yang memerintah disana?" Kalimat singkat, sederhana tapi membuat saya masuk dalam perenungan yang cukup panjang. Siapa yang memerintah, siapa yang berkuasa dalam hati kita. Kalau kita hubungkan dengan Firman yang belakangan sering saya lampirkan: "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23), siapa yang berkuasa tentu akan sangat menentukan seperti apa bentuk kehidupan kita yang terpancar dari sana. Sadar atau tidak, mau atau tidak, tapi yang memerintah dan berkuasa dalam hati kita akan sangat berpengaruh kepada cara pandang, gaya hidup, pola pikir dalam keseharian kita.

Saya membayangkan seandainya alat-alat kedokteran seperti stetoskop atau ronsen bisa dipakai untuk melihat apa yang ada dalam hati kita hari ini, siapa atau apa yang berkuasa disana. Seandainya teropong bisa menerawang penguasa hati kita, atau alat seperti pendeteksi logam bisa dipakai untuk itu, mungkin kita bisa lebih mudah mencari tahu siapa yang memerintah disana. Tapi seperi halnya keimanan kita bisa terlihat dari buah-buah yang dihasilkan, kita pun sebenarnya bisa mengetahui siapa yang memerintah hati kita lewat buah yang keluar dari hati kita. Apa yang ada dalam hati kita saat ini, apakah isinya Firman Tuhan dengan kerinduan untuk mengaplikasikannya secara langsung, hati yang mengasihi Tuhan dan sesama, atau hati yang penuh kebencian, hati yang terus mengejar harta benda untuk memperkaya diri dan sebagainya? Apa isinya hati kita dan kemana orientasinya? Who rules in it?

Sangatlah menarik mencermati apa yang diingatkan Yesus saat Dia menerangkan tentang hal mengumpul harta dalam Matius 6:19-24. Pada saat itu Yesus mengingatkan agar jangan keliru oritentasi dalam mengumpul harta. Bukan harta di bumi yang penting untuk dikumpulkan tapi di Surga. Banyak orang yang salah kaprah mengira bahwa sebuah hidup yang berpusat pada pengumpulan harta kekayaan bisa menjamin kebahagiaan dan kesempurnaan hidup. Pada kenyataannya seringkali tidak demikian. Bukankah kita sudah tidak asing lagi dengan orang-orang yang kehidupannya berlimpah tapi hidupnya jauh dari bahagia?  Mengacu kepada kata Yesus bahwa harta di dunia itu bisa hilang dalam sekejap mata karena ada ngengat, karat dan pencuri yang siap menghabiskannya, itu sudah seringkali terbukti benar. Kekayaan lewat jalan yang salah, kekayaan yang diperoleh tanpa mempersiapkan hati kita, itu hanya akan membawa kita kepada penderitaan.

Lantas, Yesus juga mengatakan "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Ini adalah statement singkat yang tampaknya sederhana atau simpel saja, tapi kalau direnungkan maknanya sebenarnya sangat dalam. Saya yakin kalau kita pikirkan baik-baik, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa apa yang dikatakan Yesus itu sangatlah benar. Kita akan selalu menaruh seluruh hati kita kepada apa yang kita anggap paling berharga.

Suatu kali saat terjadi gempa yang lumayan besar, beberapa teman saya bercerita bahwa reflek mereka berbeda-beda. Ada yang segera menarik tangan anak dan istrinya keluar rumah, ada yang langsung memboyong laptop atau bahkan pc nya lari melewati pintu meninggalkan istrinya. Ada yang mengambil celana berisi dompet sebelum bergegas keluar. Bahkan ada yang mengamankan koleksi berharga mereka. Saat terjadi gempa, reaksi yang timbul biasanya reflek alias tidak dipikirkan terlebih dahulu. Itu bisa menunjukkan apa yang menjadi harta paling berharga bagi mereka, dan disanalah hati mereka sesungguhnya berada.

Pertanyaan pertama, dimana kita meletakkan hati kita hari ini? Apakah masih pada hal-hal yang didoktrin oleh dunia sebagai penjamin kebahagiaan atau kepada Penjaga Israel yang tidak terlelap dan tidak tertidur (Mazmur 121:4)? Pertanyaan kedua, jika kita mengaku meletakkan Yesus pada posisi paling utama, sebagai apa kita menempatkanNya? Apakah sebagai Tuhan atau hanya sebagai provider harta, , dokter dan sejenisnya, atau malah selayaknya tukang pukul bayaran yang diminta untuk membalaskan dendam? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang harus sering-sering kita periksa agar jangan sampai tanpa sadar hati kita sudah dibawah kuasa lainnya selain Tuhan.

Kalau kemarin saya mengibaratkan hati sebagai taman yang kalau tidak dijaga bisa dihancurkan oleh hal-hal yang kita beri toleransi atau anggap kecil, hari ini saya ingin menggambarkan hati seperti sebuah kerajaan. Anggaplah diri kita seperti sebuah lembaga kerajaan, maka siapa yang memimpin akan sangat menentukan seperti apa kita hidup.

(bersambung)


No comments:

Dua Ibu Janda dan Kemurahan Hatinya (8)

 (sambungan) Dua janda yang saya angkat menjadi contoh hari ini hendaknya mampu memberikan keteladanan nyata dalam hal memberi. Adakah yang ...