Thursday, May 21, 2015

Paku dan Lubang yang Ditinggalkan di Dinding (1)

Ayat bacaan: Amsal 29:22
===================
"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya."

Memaku dinding itu tidak sulit. Tapi untuk memastikan titik yang pas untuk dibolongi bisa jadi tricky, apalagi kalau memang tidak biasa bertukang. Kalau tidak memperhatikan letaknya, bisa-bisa paku bengkok karena ketepatan berbentur dengan beton. Atau kalau pas pada posisi semen yang rapuh, paku bisa longgar saat ditanamkan ke dinding. Kalau harus menggantung pigura foto dengan dua titik, sedikit saja tidak pas niscaya foto akan miring. Saat paku sudah terlanjur membolongi dinding tetapi tidak pas maka kita harus mencabut paku dan memakukan lagi di posisi baru. satu hal yang sudah pasti terjadi, meski lubang itu nantinya tertutupi oleh pigura setelah digantung, tapi lubang yang terlanjur ada akan membuat bekas di tembok. Kita bisa menutupnya dengan kapur tembok, dicat kembali hingga tak berbekas, tapi sebenarnya lubang itu tetap ada. Sekecil apapun paku akan tetap meninggalkan bekas di dinding.

Ini saya rasa cocok untuk menggambarkan bagaimana dampak emosi kita yang bisa meninggalkan bekas atau lubang di hati orang lain. Sadarkah kita kalau sebuah kemarahan yang mungkin hanya sesaat bisa meninggalkan lubang di hati orang yang terkena, yang bisa tidak tertutup hingga waktu yang lama? Ketika diliputi kemarahan kita tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang bisa menghujam hati orang lain seperti ditancap paku. Mungkin itu cuma akibat emosi sesaat yang segera kita lupakan.Tetapi seperti bekas paku di dinding, dampaknya bisa meninggalkan bekas yang makan waktu lama untuk sembuh.

Seringkali luka-luka seperti ini sangat sulit untuk dibereskan dan kerap menjadi penghalang bagi mereka untuk maju. Disebabkan oleh sesuatu yang membuat mereka sakit hati di masa lalu, banyak orang lalu mendapatkan banyak masalah dalam pertumbuhan dan kemajuan mereka. Tidak percaya diri, sulit mempercayai orang lain, menutup atau memproteksi diri secara berlebihan itu masih dampak ringan, karena ada pula yang langsung gemetar ketika berhadapan dengan orang yang belum ia kenal, mengalami trauma-trauma membekas yang menghalangi mereka untuk bertumbuh, bahkan ada yang mengalami 'kematian' karakter sebelum perjalanan hidup mereka selesai. Kita mungkin hanya kelepasan karena emosi sehingga melempar kata-kata kasar secara spontan, tetapi seperti halnya paku yang menancap di dinding, kita meninggalkan bekas yang bisa jadi cukup dalam di hati orang lain dan melukai mereka untuk waktu yang lama atau jangan-jangan untuk seumur hidup mereka. Kehancuran yang ditimbulkan bisa jadi terlalu parah sehingga sulit disembuhkan.

Kemarahan bisa membawa begitu banyak dampak negatif baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang yang terkena. Kita seharusnya tidak boleh membiarkan kemarahan untuk menjadi raja atau penguasa atas sikap kita. Alkitab berulang kali mengingatkan kita untuk bisa mengontrol emosi. Firman Tuhan berkata: "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya." (Amsal 29:22). Seorang yang gampang marah, menurut Firman Tuhan, akan membuat banyak pelanggaran. Apakah itu lewat kata-kata, membanting sesuatu, melempar atau kekerasan secara fisik dan lain-lain, semua itu kelak akan kita sesali, dimana sebagian besar diantaranya kerap sudah sangat sulit untuk bisa diperbaiki. Berapa banyak orang tua yang kalap kemudian tanpa sadar membunuh anaknya? Atau sebaliknya anak yang gelap mata membunuh orang tuanya karena tidak cepat meredam kemarahan? Atau antara suami dan istri, antar teman, majikan dan pekerja dan lain-lain? Kalaupun tidak sampai menimbulkan korban nyawa, berbagai akibat yang timbul dari emosi yang tidak terkendali itu pun sudah meninggalkan bekas yang susah untuk dihapus.

Sejalan dengan ayat bacaan hari ini, Daud mengatakan: "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Ada kalanya memang kita bisa merasa kesal dan kemudian marah. Sebagai manusia yang memiliki perasaan memang kita tidak bisa menghindar dari kekesalan atau kemarahan akibat banyak hal atau ditimbulkan baik oleh keadaan maupun perilaku orang lain yang menyinggung kita. Apa yang bisa kita lakukan adalah sesegera mungkin meredamnya. Emosi seringkali berawal ringan namun bertambah parah jika kita diamkan. Dan apabila sudah parah, emosi itu akan menjadi sulit untuk kita redam. Disanalah akhirnya berbagai kejahatan mengintai dan siap menerkam kita. Berbagai tindakan bodoh pun bisa muncul tanpa terkendali karena kita sudah gelap mata dikuasai oleh emosi. Oleh karena itu kita harus bisa cepat meredam kemarahan kita sebelum terlambat, sebelum kita melakukan atau mengatakan hal-hal yang bisa melukai orang lain bahkan menimbulkan banyak masalah bagi diri kita sendiri.

(bersambung)

No comments:

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...