Tuesday, February 18, 2014

Pembangkang Tuhan

Ayat bacaan: Mikha 6:8
======================
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?"

Menghadapi anak-anak bertipe pembangkang tidak mudah. Selain dibutuhkan kesabaran ekstra, bentuk hukuman yang diberikan pun harus benar-benar cermat dipikirkan. Jika terlalu keras bisa membuat mereka tambah berontak, jika terlalu lembut tidak membawa efek jera. Kalau anak-anak saja sudah susah diurus, bayangkan jika anda berhadapan dengan orang yang sudah dewasa tapi punya tipe pembangkang seperti itu. Mereka sulit mendengar tapi cepat membantah atau melawan, bahkan sebelum mereka mengetahui terlebih dahulu duduk perkaranya. Ada banyak pula tipe pembangkang yang hanya melawan karena ingin menunjukkan pandangan berbeda. Yang penting beda, benar tidak itu urusan belakangan. Seperti itu kira-kira. Anda tentu pernah bertemu orang-orang seperti ini dan merasakan kekesalan, sedih, kecewa bahkan emosi ketika berhadapan dengan mereka.

Mungkin kita tidak termasuk orang bertipe seperti itu dalam kehidupan sosial dengan orang lain. Tapi sudahkah kita sadar bahwa banyak diantara kita yang masih membangkang terhadap perintah dan ketetapan Tuhan? Pedulikah kita terhadap perasaan Tuhan menghadapi pembangkangan dari anak-anakNya sendiri? Ada banyak orang percaya yang menolak untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan dan terus melemparkan alasan demi alasan sebagai pembenaran. Bisa dibayangkan bagaimana kecewa dan sedihnya Tuhan melihat perilaku seperti ini. Jika kita bisa merasa kesal, kecewa, sedih dan sebagainya menghadapi beberapa orang saja, Tuhan pun akan merasakan hal yang sama jika harus menghadapi begitu banyak anak-anakNya sendiri yang terus menerus membangkang, melawan ketetapanNya. Tuhan memberikan segala yang terbaik, menjanjikan keselamatan bahkan rela ketika harus mengorbankan AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus mati demi kita. Semua itu bukan lagi akan diberikan, tetapi sudah terlebih dahulu diberikan ketika manusia masih berlumur dosa. Tapi apa yang kita berikan sebagai balasannya? Bukannya bersyukur dan menghargai dengan mematuhiNya, manusia malah terus melawan dan membangkang. Tuhan jelas kecewa dan sedih, bukan saja karena harus berhadapan dengan kebandelan kita tapi juga karena itu berarti kita menolak kasih karunia yang sudah Dia berikan dan justru lebih tertarik untuk berakhir pada ujung yang lain.

Bentuk pembangkangan mungkin tidak terlihat nyata, tapi secara tidak sadar kita sering melakukannya. Beberapa contoh akan saya berikan dengan dihubungkan pada beberapa ayat yang sudah kita kenal baik. Misalnya, ketika Yesus mengatakan "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28), kita cenderung menolak dan mengambil alasan terlalu sibuk dengan kegiatan, pekerjaan atau aktivitas-aktivitas lainnya. Waktu Tuhan menginginkan kita untuk rajin membaca dan merenungkan FirmanNya, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam" (Yosua 1:8), kita berdalih tidak punya cukup waktu untuk melakukannya. Ketika Tuhan berseru "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!" (Mazmur 46:11), kita menolak untuk diam, karena merasa diam itu hanya berarti buang-buang waktu. Daripada diam, kita jauh lebih tertarik untuk panik dan terus mencari jalan menurut kita sendiri, termasuk mengambil keputusan-keputusan yang justru semakin keliru, semakin jauh dari kehendak Bapa. Lantas ketika Tuhan berkata "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:16), kita malah berkata, "nanti dulu, bukankah dunia ini penuh dengan kenikmatan dan kesenangan yang sayang untuk diabaikan?" Ini baru beberapa contoh saja mengenai pembangkangan yang sering dilakukan orang percaya. Bukannya taat, kita menyerah pada keadaan dan ikut-ikutan berlaku sesat seperti yang dilakukan banyak orang. Padahal disetiap perintah Tuhan tersimpan janji luar biasa yang siap diberikan kepada kita sebagai upahnya. Sayangnya kita justru lebih tertarik untuk urusan-urusan lainnya di dunia ini lebih dari menunjukkan ketaatan kepada Tuhan. Apa yang dirasakan Tuhan melihat perilaku-perilaku kita yang dengan berbagai alasan menomor-duakan dan mengabaikanNya? Tuhan akan sangat sedih dan kecewa karena semua yang terbaik yang Dia berikan kita abaikan sia-sia.

Kitab Ulangan menghadapkan dua pilihan untuk kita pilih. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (Ulangan 30:19). kelanjutannya mengatakan bagaimana caranya, yaitu "dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya." (ay 20). Seruan ini sesungguhnya amatlah penting untuk kita perhatikan, karena ayat ini selanjutnya berbunyi:"..hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." Membangkang dan terus lebih mementingkan kesibukan dunia tidak akan pernah membawa kebaikan, justru sebaliknya membawa kerugian bagi kita. Meski sepintas bisa jadi terlihat menyenangkan dan nikmat, itu akan sangat menentukan langkah kita ke depan. Ini bukan berarti bahwa kita harus terus nonstop serius bekerja tanpa boleh beristirahat dan bersenang-senang sedikitpun. Tetapi kita harus ingat agar jangan sampai semua itu menjauhkan kita dari Tuhan, atau malahmenjadikan kesibukan kita sebagai alasan untuk melupakan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan.

Tuhan pun sebenarnya tidak menuntut terlalu banyak bagi kita, apalagi semua itu juga untuk kebaikan kita sendiri. Lihatlah Firman Tuhan berikut ini:  "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Memang tidak terbantahkan bahwa dalam kehidupan di dunia ini panca indera kita akan sering terpengaruh untuk membuat kita hidup dalam daging bukan dalam Roh. Dengan berbagai kesenangan yang ditawarkan dunia kita bisa saja merasa bahwa hidup dalam Roh itu tidak penting atau bahkan dianggap memenjarakan kesenangan kita. Hidup dalam Roh sesungguhnya justru membebaskan, memberi kemerdekaan dan mengarahkan kita kepada kehidupan yang kekal penuh kebahagiaan. sejauh mana ketaatan yang sudah kita lakukan terhadap Tuhan hari ini? Apakah kita sudah mengikutiNya dengan baik atau masih hidup sebagai pembangkang-pembangkang? Mari kita periksa diri kita hari ini, seberapa besar hidup kita yang masih dikuasai oleh bentuk-bentuk kesenangan yang ditawarkan dunia dan seberapa besar yang dikuasai Roh yang berasal dari Allah. Jika menghadapi anak-anak yang keras kepala dan suka membangkang itu sulit, jangan sampai kita pun berlaku hal yang sama terhadap Bapa Surgawi yang sangat mengasihi kita.

Senangkan hati Tuhan dengan menjadi anak-anakNya yang patuh

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...