=================
"Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa."
Sadarkah anda bahwa kita manusia cenderung cepat merasa tersinggung ketika diingatkan atau ditegur? Our pride stands in the way, we feel like loosing our dignity, feeling embarrased and often hurts too soon. Terutama ketika mulai menginjak masa puber, kita mulai lekas tersinggung dan melawan ketika diingatkan orang tua, guru atau orang-orang yang lebih tua dari kita. Apalagi jika yang mengingatkan atau menegur itu lebih muda usianya, bisa repot urusannya. Tidak sedikit orang yang lari dari keluarganya ketika ditegur, menentang peraturan sekolah dan melawan guru, bekerja asal-asalan, mencari jalan untuk membalas dendam terhadap perusahaan tempat bekerja atau mengundurkan diri karena merasa sakit hati ketika mendapat teguran. Istri yang melawan suami, suami yang bandel terhadap nasihat istri, inipun merupakan hal sehari-hari yang sangat sering kita lihat. Dan seperti itulah kecenderungan manusia. People are tend to be overly sensitive. Jika terhadap mahluk sejenis saja kita sudah begitu, terhadap Tuhan pun kita menunjukkan polah dan tingkah yang sama. Kita menolak untuk ditegur, kita menuduh Tuhan jahat atau bahkan kejam ketika mendapat teguran meski yang bentuknya ringan sekalipun. Kita membangkang dengan hebat ketika bentuknya berat. Cepat marah, cepat merasa terhina, padahal belum introspeksi terlebih dahulu atas teguran yang diberikan pada kita. That's not the way at all. That's not the way it should be. Alkitab justru mengingatkan bahwa apabila kita ditegur, seharusnya kita merasa bersyukur dan berbahagia. Mengapa? Hari ini mari kita lihat alasannya.Alkitab mencatat banyak hal mengenai teguran Tuhan ini. Intinya, teguran Tuhan bukanlah bermaksud untuk menyiksa atau melukai kita, tetapi justru sebaliknya bertujuan untuk kebaikan kita sendiri, untuk menyelamatkan kita baik dari resiko-resiko berbahaya semasa hidup terlebih untuk keselamatan. Lihatlah apa yang dikatakan Ayub berikut: "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17). Mengapa Ayub bisa mengatakan ini? Ia memberi penjelasan panjang lebar yang sangat lengkap mengenai keuntungan-keuntungan ketika mendapatkan teguran Tuhan. Mari kita lihat sama-sama rinciannya.
"Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat; Dia yang memukuli, tetapi yang tangan-Nya menyembuhkan pula. Dari enam macam kesesakan engkau diluputkan-Nya dan dalam tujuh macam engkau tidak kena malapetaka. Pada masa kelaparan engkau dibebaskan-Nya dari maut, dan pada masa perang dari kuasa pedang. Dari cemeti lidah engkau terlindung, dan engkau tidak usah takut, bila kemusnahan datang. Kemusnahan dan kelaparan akan kautertawakan dan binatang liar tidak akan kautakuti. Karena antara engkau dan batu-batu di padang akan ada perjanjian, dan binatang liar akan berdamai dengan engkau. Engkau akan mengalami, bahwa kemahmu aman dan apabila engkau memeriksa tempat kediamanmu, engkau tidak akan kehilangan apa-apa. Engkau akan mengalami, bahwa keturunanmu menjadi banyak dan bahwa anak cucumu seperti rumput di tanah. Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam kubur, seperti berkas gandum dibawa masuk pada waktunya.Sesungguhnya, semuanya itu telah kami selidiki, memang demikianlah adanya; dengarkanlah dan camkanlah itu!" (ay 18-27).
Lihatlah bahwa ada begitu banyak kebaikan dari teguran Tuhan yang ditulis secara rinci dalam kitab Ayub. Terhindar dari malapetaka, tidak perlu takut kelaparan, ada perlindungan, keamanan, kemurahan, umur panjang dan lain-lain, semua ini bisa kita peroleh lewat teguran Tuhan. Dan jelas, teguran bukanlah dimaksudkan untuk menyakiti kita, membuat kita tersiksa atau menghalangi kesenangan kita, tetapi justru sangat berguna baik dalam hidup sekarang maupun untuk keselamatan kelak setelah fase dunia ini kita selesaikan. Ada begitu banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan, sehingga tidaklah mengherankan apabila Salomo pun menganggap teguran sebagai jalan kehidupan. "Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan." (Amsal 6:23). Jika dikatakan bahwa teguran itu sebagai jalan kehidupan, bukankah itu artinya teguran merupakan hal yang sangat penting dan bermanfaat bagi kita?
Penulis Ibrani kembali mengingatkan betapa pentingnya bagi kita untuk menanggapi secara benar ketika teguran Tuhan datang pada kita. Seperti halnya yang dikatakan Ayub, kali ini Penulis Ibrani pun menuliskan panjang lebar akan hal tersebut, terutama dalam menyoroti mengapa dan apa tujuan Tuhan sebenarnya dalam memberi teguran. Ia menulis: "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (Ibrani 12:5). Jangan putus asa, jangan anggap remeh, kata si Penulis. Mengapa? "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."(ay 6). Bagi anda yang sudah memiliki anak, tidakkah anda tahu bahwa terkadang teguran bahkan hukuman harus anda jatuhkan kepada anak-anak anda agar mereka tidak mengulangi kesalahan? Bukankah itu baik buat masa depan mereka, meski mungkin hati anda menangis ketika memberi hukuman itu? Tuhan pun demikian. Dia tidak ingin kita menderita dan merasa sakit, tetapi atas kesalahan kita ada kalanya kita harus ditegur dan dihukum, meski hati Tuhan pun menangis ketika melakukannya atas kita. Dibalik itu semua Tuhan punya maksud baik, karena lebih dari apapun Dia menginginkan kita selamat, menjadi ahli warisNya dan hidup bersama-sama denganNya di Surga kelak dalam kebahagaiaan kekal, dimana tidak lagi ada ratap tangis, penderitaan, kesusahan dan sejenisnya.
Kembali kepada Ibrani 12 di atas, mari kita lihat lanjutannya dimana Penulisnya menjelaskan dengan terperinci akan tujuan Tuhan menegur kita.
"Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang.Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 7-11).
Penulis Ibrani sangatlah paham bahwa tidaklah enak rasanya ketika kita tengah mengalami ganjaran atas kesalahan kita. Teguran Tuhan bisa terasa menyakitkan. Tetapi pada akhirnya itu bertujuan untuk menghasilkan buah-buah kebenaran yang akan mampu membawa kita ke dalam arah yang benar seperti yang diinginkan Tuhan. Anggaplah kita ini anak-anak yang terkadang tidak bisa berpikir panjang untuk masa depan dan hanya terfokus pada keinginan untuk mendapat kesenangan atau kenikmatan sesaat untuk jangka pendek. Jika kita dibiarkan berada dalam keadaan seperti itu, bukankah nanti kita sendiri juga yang rugi? Tuhan merasa perlu untuk memberi teguran jika kita bersalah agar kita tidak lagi melakukannya kelak. Semua itu bisa merampas apa yang sudah dianugerahkan kepada kita lewat penebusan Kristus. Alangkah besar resikonya apabila Tuhan tidak merasa perlu untuk memperingatkan, menegur atau menghukum dan membiarkan segalanya terjadi sekehendak kita.
Apabila Tuhan masih mau bersusah payah berusaha menegur kita, bersyukurlah untuk itu. Rasanya memang tidak enak, tetapi berikanlah respon yang tepat dengan belajar dari kesalahan, menyadarinya dan bangkit kembali dengan tidak mengulangi lagi kesalahan itu, bukan dengan bersungut-sungut, merasa tersinggung, marah atau membangkang. Teguran Tuhan datang justru karena Dia mengasihi kita, memperhatikan kita dan tidak ingin satupun dari kita binasa. Tuhan bisa menegur kita lewat banyak hal. Apakah secara langsung lewat teguran lembut dalam hati, lewat orang lain, lewat Firman Tuhan yang disampaikan atau yang kita dengar hingga lewat hukuman langsung yang membuat kita menderita dalam hidup kita. Apapun itu bentuknya, semua itu bertujuan baik agar kita tidak kehilangan hak kesulungan kita sebagai ahli warisNya, dimana nanti kita berhak menerima segala kebaikan Tuhan selama-lamanya dengan status kita sebagai anak-anakNya sendiri. Kita Dia tegur karena Dia ingin kita selamat. Ketika kita harus mengalami teguran, sikapilah dengan benar. Bersyukurlah dan belajarlah dari kesalahan itu. Ijinkan Tuhan untuk terus menuntun kita menuju apa yang sudah Dia rencanakan bagi kita.Memasuki tahun yang baru yang tinggal sebentar lagi, mari kita ubah mind set atau pola pikir kita dalam menerima teguran.
Teguran Tuhan bukanlah bermaksud untuk menyiksa, tetapi untuk menyelamatkan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Pernahkah anda melihat orang-orang yang lebih dari cukup secara finansial tetapi kelihatannya sangat sulit untuk bahagia? Saya sering bertemu dengan orang-orang seperti itu. Seorang teman saya pernah berkata, "seandainya saya memiliki uang sebanyak mereka, mungkin saya sudah senang-senang sekarang, tidak perlu repot bekerja dan pusing memikirkan biaya hidup keluarga dan kebutuhan anak-anak." Kita mungkin sering berpikir seperti itu. Kenyataannya, mereka yang punya harta berlimpah pun tidak serta merta hidup bahagia. Harta tidak pernah menjamin kebahagiaan. Ya, kita tentu butuh uang untuk bisa hidup, tetapi hidup tidaklah pernah tergantung oleh sedikit banyaknya uang. Mungkin anda akan seperti saya yang sampai kepada pertanyaan, bagaimana mungkin orang yang kaya bisa tidak bahagia? Dan ternyata Alkitab sudah memberi jawaban atas pertanyaan itu, karena kuasa untuk menikmati apa yang kita punya, itu berasal dari Tuhan juga.
"Ganti tahun, nasib tetap sama." Demikian kata seorang tukang ojek yang sering mangkal di dekat rumah saya. Bagi banyak orang sepertinya itu menjadi sebuah hal yang lazim. Mereka lelah menanti perubahan nasib ke arah yang lebih baik dan berhenti berharap untuk itu. Tidur tidak pernah menjadi lebih nyaman, malah yang ada kita semakin sulit tidur. Gelisah, cemas atau bahkan takut menanti seburuk apa tahun yang akan datang. Tidur adalah sesuatu yang mudah dan gratis, begitu kata ayah saya pada suatu kali. Apakah ia merupakan orang yang senang-senang saja tanpa masalah? Tidak juga. Sama seperti kita, ia pun berhadapan dengan berbagai masa naik dan turun. Tetapi ternyata itu tidak pernah mengganggu waktu tidurnya. Di usianya yang sudah lanjut, ia masih sangat bugar dan aktif.
"Love can make the world go round" demikian kata peribahasa yang populer yang beberapa kali diadopsi untuk menjadi judul serta tema lagu oleh banyak artis. Jika kita menilik lirik lagu-lagu sejak dulu, setidaknya 70-80% isinya akan berbicara tentang cinta dalam berbagai aspek. Betapa langkanya menemukan sebuah film tanpa kisah cinta sama sekali di dalamnya. Saya tidak tahu bagaimana hidup jadinya jika harus dilalui tanpa cinta. Cinta bisa membuat kita tenang. Cinta membuat kita kuat. Cinta membuat kita mampu bertahan. Cinta bisa membuat kita menangis, cinta bisa membuat kita tertawa riang. Tapi meski menangis, tidak satupun orang yang suka hidup tanpa rasa cinta. Cinta, atau kasih sulit diartikan secara ilmiah. It's like a chemical reaction, kata seorang filsuf pada suatu kali untuk menggambarkan sulitnya menerjemahkan asal muasal cinta dan apa yang terjadi ketika rasa cinta atau kasih itu mulai mengenai seseorang. Hari Natal yang baru kita lewati adalah sebuah kisah cinta juga, yang justru begitu besarnya berasal dari Sang Pencipta kepada kita semua ciptaanNya.
Baru sehari kita melewati peringatan hari kelahiran Sang Juru Selamat. Mungkin hari ini sudah ada yang kembali bekerja, ada juga yang masih berlibur hingga memasuki tahun baru 2013 yang sebentar lagi akan tiba. Apakah anda masih berlibur atau sudah kembali aktif bekerja, saya ingin mengajak teman-teman untuk merenungkan sebuah hal yang sangat penting. Masihkah anda merasakan terang Kristus? Adalah penting bagi kita untuk memeriksa diri kita sendiri, apakah terangNya masih menyinari kita atau kita sudah kembali berada dalam kegelapan hanya beberapa saat setelah kita memperingati hari kelahiranNya ke dunia.
Keindahan Natal seringkali dikaitkan dengan salju yang putih. Salah satunya bisa kita lihat dalam sebuah lagu Natal yang tidak asing lagi berjudul White Christmas, yang menjadi populer ketika dibawakan oleh Bing Crosby dalam film "Holiday Inn" pada tahun 1942. Lagu ini kemudian menjadi lagu legendaris dan lagu natal wajib terlebih setelah tampil dalam film berjudul sama di tahun 1954. Kartu-kartu Natal pun banyak yang menggambarkan keindahan pohon atau rumah yang ditutupi putihnya salju. Kita yang tinggal di Indonesia dan Asia Tenggara tidak memiliki musim salju seperti halnya Eropa dan beberapa belahan bumi lainnya. Tapi itu tidak membuat kita menghilangkan momen indah salju yang putih dalam menyambut Natal. Hiasan pohon Natal kerap ditambahkan kapas untuk menciptakan kesan salju memenuhi hiasan pohon natal mereka. Selain dari keindahan yang tercipta lewat turunnya salju, warna putih yang menjadi warna salju pun sering dijadikan sebuah lambang akan sesuatu yang bersih bahkan kesucian.
Kakek dan nenek cenderung memanjakan cucu mereka dengan penuh kasih. Tidaklah heran kunjungan kakek dan nenek ke rumah mereka biasanya akan mereka sambut dengan kegembiraan penuh sukacita. Anak teman saya yang masih berumur 5 tahun suatu kali pernah bercerita kepada saya dengan raut wajah sangat gembira akan kedatangan kakek dan neneknya menginap selama dua minggu di rumah. "Kakek membawa banyak oleh-oleh untuk saya.. dan selama dua minggu saya selalu dibela kalau dimarahin mama", katanya polos. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa selama dua minggu ia seolah punya orang yang menurut untuk diajak main apa saja yang ia mau, berbeda dengan kedua orang tuanya yang biasanya terlalu sibuk untuk meluangkan waktu sebanyak itu bersamanya. Di hari Natal banyak keluarga yang berkumpul merayakan bersama-sama. Sukacita begitu terasa. Jika kehadiran kakek dan nenek saja sudah membuat hidup seorang anak kecil bisa menjadi lebih bahagia, apalagi kehadiran Sang Juru Selamat ke dunia ini. Dan itulah yang menjadi inti dari apa yang kita rayakan saat ini.
Apa yang anda lihat saat bercermin? Selain orang bercermin untuk mematut diri atau berdandan sebelum keluar rumah, ternyata ada banyak orang yang akan langsung melihat segala kekurangan mereka. Ada seorang teman yang selalu menghindari cermin yang ia rasa seolah menunjukkan kekurangannya secara fisik. Ironisnya, iklan di televisi pun seringkali secara sadar atau tidak dengan tega mengekspos hal-hal seperti ini. Ambil contoh sebuah iklan pelangsing yang pernah ada menunjukkan seorang wanita sibuk menyilang-nyilang bagian tubuhnya yang dianggap masih kurang ideal dengan spidol. Betapa mudahnya kita terpancing untuk melihat kekurangan-kekurangan atas diri kita, sebaliknya sulit sekali melihat sisi kelebihan yang sebenarnya ada pada diri kita seperti halnya pada setiap orang. Wajah kurang cantik bagi wanita atau tampan bagi pria, tubuh kurang langsing, kurang tinggi, kurang berotot, hidung kurang mancung, kulit kurang putih dan sebagainya, semua itu akan sangat mudah menjadi titik fokus kita ketika bercermin ketimbang memperhatikan dengan seksama betapa luar biasanya Tuhan dalam menciptakan kita dan bersyukur akan semua anugerahNya itu.
Ada-ada saja permintaan artis yang merasa dirinya sudah besar. Industri dengan cepat membuat mereka naik daun lantas seperti tidak lagi menjejak bumi. Ada yang minta harus tinggal di hotel termewah, harus disediakan beberapa botol wine atau whisky di kamar hotelnya, bahkan ada yang aneh-aneh seperti coklat merek ini dan itu dalam jumlah tertentu dan sebagainya. Pejabat sama saja tingkahnya. Baru gabung di parlemen gayanya sudah berubah dan minta keistimewaan dalam segala hal. Mengantri dan macet pun tidak lagi bisa mereka tolerir. Jika manusia yang baru ngetop atau punya kekuasaan saja sudah berlaku seperti ini, saya berpikir bagaimana seharusnya Yesus, Raja di atas segala raja, disambut ketika mengunjungi dunia ini.
"Saya senang hari Natal karena itu artinya saya tidak harus bekerja dan bisa tidur nyenyak di rumah. Ada pesta-pesta yang bakal asyik, mal bakalan terlihat indah dan diskon dimana-mana." kata salah seorang yang saya kenal dengan wajah sumringah. Tentu saja hal-hal seperti itu benar akan menjadi bagian dalam menyongsong hari Natal yang tinggal sebentar lagi. Tapi benarkah hanya itu yang kita nantikan dalam setiap perayaan Natal? Kita mungkin mudah berkata tidak, tapi kenyataannya ada banyak orang yang lebih tertarik kepada pesta dan hal-hal ceremonial lainnya seperti itu ketimbang menantikan hari lahir dari Sang Juru Selamat yang memberikan keselamatan kekal penuh sukacita kepada kita semua.
Selama dua hari kemarin kita sudah melihat pentingnya untuk terus berdisplin dalam jam-jam doa meski kesibukan dalam bekerja mendera kita setiap harinya. Dari keteladanan yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri kita bisa melihat bahwa ditengah jadwal yang begitu padat, sangatlah penting bagi kita untuk tetap meluangkan waktu secara khusus dalam membangun hubungan yang erat dengan Tuhan lewat doa. Kemarin saya sudah menyinggung sekilas soal Daniel yang dikenal sebagai sosok yang tetap memegang teguh kedisplinannya dalam berdoa. Hari ini saya ingin mengajak teman-teman melihat lebih jauh mengenai Daniel dan bagaimana kedisplinannya dalam berdoa membawa keselamatan yang luar biasa bagi dirinya.
Ada peribahasa yang mengatakan "Waktu Adalah Uang" atau juga dikenal dengan "Time is Money". Peribahasa ini sebenarnya bagus untuk mengingatkan kita agar tidak membuang waktu secara sia-sia tetapi memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Sayangnya ada banyak orang yang sepertinya mengartikan peribahasa ini hanya secara harafiah saja, yaitu mati-matian berburu waktu untuk mempertebal pundi-pundi uangnya tanpa memikirkan hal lain. Keluarga dinomorduakan, Tuhan pun demikian. Tidak lagi ada waktu luang untuk hal lain selain mencari uang. Salah seorang yang saya kenal betul hidup dengan cara seperti ini. Ia bekerja tanpa henti bahkan seringkali melewatkan waktu makan dan tidur. Pernah pada suatu kali saya bertanya apakah ia masih meluangkan waktu untuk berdoa, dan ia pun menjawab, "Hah, doa? Saya sudah terlalu sibuk untuk itu." Ia merasa bahwa doa termasuk dari salah satu hal 'buang waktu' ketika dilakukan. Baginya waktu hanyalah akan berguna apabila dipakai untuk menghasilkan uang. Itu artinya ia mempraktekkan Time is Money secara sempit hanya harafiah saja.
Ketika saya makan di sebuah tempat, Penobatan Miss Universe 2012 tengah dihadirkan di televisi disana untuk menemani tamu menyantap hidangan disana. Ada seorang wanita di belakang saya sambil tertawa berkata kepada temannya: "Cantik-cantik ya.. ini gadis-gadis sempurna. Betapa beruntungnya mereka. Saya tidak akan pernah bisa mendapatkan mahkota seperti itu." Untuk mahkota Miss Universe mungkin saja, tetapi sadarkah kita bahwa kepada setiap manusia sesungguhnya ada mahkota yang jauh lebih berharga dari mahkota sekelas Miss Universe yang telah disematkan kepada kita?
"Buat apa didoakan lagi? Percuma, sudah terlanjur rusak... mending doain yang pantas didoain aja.." demikian kata seorang teman pada suatu kali menanggapi saudaranya yang memang kerap berurusan dengan aparat. Kita terkadang punya rasa jenuh, punya batas dalam berusaha membimbing orang yang kita sayangi untuk berhenti melakukan hal-hal yang jahat. Lihat teman saya tadi, bahkan untuk mendoakan saja ia merasa sudah buang-buang waktu. Saya pun berpikir, seandainya Tuhan punya reaksi yang sama seperti itu, apa jadinya kita? Kalau mendoakan saja sudah berat, itu artinya kita sudah sampai pada tahap dimana kita menganggap mereka tidak lagi layak untuk menerima pengampunan Tuhan. Ada orang-orang yang mengira bahwa kasih karunia Tuhan hanya berlaku bagi sebagian orang tertentu, atau sampai pada tingkat kejahatan tertentu. Kalau sudah terlalu sesat, percuma didoakan. Atau ada pula yang hanya terpusat pada kalangan sendiri, merasa tidak perlu mendoakan saudara-saudaranya yang berbeda. Hari ini mari kita lihat bahwa Firman Tuhan tidak berkata demikian. Kedatangan Kristus ke dunia ini bukanlah untuk menebus dosa sebagian kalangan tertentu saja. Yesus hadir di dunia dan melakukan misiNya untuk menyelamatkan bukan hanya sebagian atau sekelompok saja, melainkan untuk seluruh umat manusia, tanpa terkecuali. Itu termasuk untuk the sinnest of sinners, orang-orang yang paling jahat sekalipun. Justru untuk mereka inilah Yesus mau merelakan diriNya untuk menjalani serangkaian penderitaan yang mengerikan hingga mati di atas kayu salib. Karena Tuhan tidak mau satupun dari manusia ini untuk berakhir sia-sia dalam penyiksaan. Apa yang Tuhan mau sebenarnya jelas, Dia mau semua manusia diselamatkan.
Tidak terasa kita sudah hampir sampai pada pertengahan bulan Desember, dan sebentar lagi kita akan merayakan Natal. Ada yang sudah mengambil cuti dan sebentar lagi pergi berlibur bersama keluarga, atau bersiap-siap untuk merayakan Natal dengan pesta bersama keluarga atau teman-teman terdekat. Ada yang tukar menukar kado dan berbagai bentuk perayaan lainnya. Dekorasi di pusat-pusat perbelanjaan pun sebagian sudah penuh dengan ornamen-ornamen yang identik dengan sebuah perayaan Natal. Sebuah pertanyaan hadir dari seorang teman, salahkah jika kita merayakan Natal dengan pesta atau bentuk-bentuk perayaan lainnya? Tentu saja tidak. Kelahiran Yesus sudah sepantasnya kita sikapi dengan sukacita. KedatanganNya ke dunia ini membawa misi penting untuk menebus kita semua, sebagai bukti nyata betapa Tuhan mengasihi manusia dan tidak ingin satupun dari kita untuk binasa. Ayat emas yang sudah tidak asing lagi bagi kita menuliskan isi hati Bapa akan kasih dan kepedulianNya terhadap diri kita. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Sukacita hadir di dalam diri kita, dan sebagai manusia tentu kita akan merayakannya melalui berbagai kegiatan yang diisi dengan kegembiraan. Tapi kemudian, apakah semangat Natal hanyalah berbicara atau berkaitan dengan pesta, tukar menukar kado, mendengar dan menyanyikan lagu-lagu Natal dari artis ternama serta hal-hal sejenis lainnya saja? Jika itu yang menjadi gambaran bagi kita, maka itu tandanya kita belumlah sepenuhnya mengerti apa yang seharusnya menjadi semangat Natal yang sesungguhnya.