Ayat bacaan: Ibrani 11:1
====================
"Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Hampir setiap film box office saat ini dibuat versi 3D nya. Penonton bisa memilih apakah mereka lebih suka menonton versi biasanya atau ingin meningkatkan serunya menonton dengan memilih versi 3D. Meski harganya sedikit lebih mahal, tetapi kepuasannya jelas berbeda. Film dengan sistem 3D akan membuat tayangan seolah hadir tepat di depan kita. Untuk bisa menyaksikan dengan sempurna, maka anda memerlukan kacamata khusus. Cobalah masuk kesana dan menonton tanpa memakai kacamata. Anda akan pusing karena gambarnya berbayang dan tidak jelas. Kacamata 3D berbeda dengan kacamata minus, berbeda pula dengan kacamata plus. Jika mata anda minus, maka pandangan tidak akan membaik dengan memakai kacamata plus, dan begitu pula sebaliknya. Bagaimana untuk memandang masa depan? Sebaik apapun mata anda, dengan kacamata seperti apapun yang disediakan di dunia ini, anda tidak akan pernah bisa melihat masa depan. Tetapi Alkitab berkata bahwa ada satu kacamata yang bisa membuat kita mampu melihat sesuatu di depan sana. Itu adalah kacamata iman.
Mari kita lihat ayat bacaan hari ini. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibrani 11:1). Iman adalah dasar dari segala sesuatu, dari apapun yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat, dari yang belum kita alami. We can look at it through faith. Ambil sebuah contoh ketika kita menghadapi ujian di sekolah atau kampus. Ujian bukan lagi disebut ujian apabila kita sudah tahu jawabannya bukan? Demikian pula dengan kehidupan kita. Kita adalah manusia yang terbatas yang tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di depan. Dan karena itulah kita membutuhkan kacamata iman, yang mampu bertindak sebagai bukti dari segala sesuatu yang belum terlihat. Tanpa iman hidup akan mudah diombang-ambingkan berbagai hal yang dapat membuat kita terus berada dalam kegelisahan atau ketakutan. Tanpa iman kita akan gamang bahkan takut menghadapi hari depan. Tapi ada iman, yang bisa menjadi bukti meski menghadapi yang belum terjadi sekalipun. Singkatnya, dengan iman kita bisa tenang menatap hari depan.
Betapa pentingnya iman dalam hidup kita. Pertanyaannya sekarang, seberapa besar iman yang kita butuhkan? Yesus sudah menjawabnya. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu." (Matius 17:20). Mengacu kepada janji ini, apabila kita belum mengalami satupun janji Tuhan, itu tandanya iman kita masih lebih kecil dari biji sesawi, yang diameternya begitu kecil, kurang dari satu milimeter. Padahal jika kita memiliki iman seukuran itu saja akan bisa membawa perubahan yang begitu besar. Faktanya adalah, iman seringkali gampang diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan atau diaplikasikan dalam hidup kita. Semua orang boleh saja mengaku sudah memiliki iman, namun semua akan terlihat jelas dari bagaimana reaksi kita dalam menghadapi situasi sulit atau pandangan kita ketika menatap masa depan yang penuh ketidakpastian. Akan jelas terlihat apakah seseorang memiliki kacamata iman atau tidak sama sekali. Reaksi dan pandangan kita akan menunjukkan dengan jelas sebesar apa sesungguhnya iman kita hari ini. Sebab iman adalah bukti dari bagaimana kita memandang masa depan, yang tidak atau belum kita lihat.
Untuk lebih mendalami perihal iman ini, mari kita ambil satu tokoh Alkitab yang sangat tersohor sebagai contoh. Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman. Mengapa? Karena lewat kesaksian hidupnya ada serangkaian kisah yang membuktikan penggenapan janji Tuhan lewat iman. Penulis Ibrani jelas mencatatnya. Pertama, "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui." (Ibrani 11:8). Jika kita di posisi Abraham, maukah kita pergi ke sebuah tempat yang tidak pernah kita kenal sebelumnya, di saat kita sedang hidup baik-baik saja? Maukah kita meninggalkan zona nyaman kita untuk pergi kepada sebuah tempat yang tidak kita ketahui? Pada saat itu Abraham tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi lihatlah bahwa ia taat dan pergi mengikuti perintah Tuhan. Itu ia lakukan karena ia memandang dengan kacamata iman. Meski tidak ada yang pasti, dan pada saat itu ia belum mendapat penjelasan apa-apa mengenai tujuan Tuhan, kenyataannya ia tetap pergi dan berdiam di tanah asing yang dijanjikan Tuhan kepadanya. (ay 9). Dan lihatlah apa yang ditulis alkitab mengenai itu. "Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah." (ay 10). Abraham memiliki visi tentang masa depan, sesuatu yang belum ia lihat secara nyata, namun ia memiliki buktinya yaitu lewat iman. Ia bisa melihatnya lewat kacamata iman yang ia miliki. Selanjutnya, "Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia." (ay 11). Pada saat itu Abraham dan Sara sudah tua renta. Tetapi mereka bisa memegang janji Tuhan yang mungkin terdengar sangat aneh ketika diberikan kepada sepasang kakek nenek yang sudah sangat lanjut usia seperti Abraham dan Sara. Keturunan besar seperti bintang di langit dan pasir di laut? Kepada kakek dan nenek? Kita mungkin akan tertawa ketika memperoleh janji yang bunyinya seperti itu, namun Abraham menerima janji dan memegangnya teguh. Pembuktian itu tidak langsung datang seketika. Untuk digenapi, ternyata janji itu masih membutuhkan bertahun-tahun setelahnya. Dan kita tahu janji Tuhan itu nyata terbukti. Abraham sudah mengetahuinya terlebih dahulu meski belum melihatnya, dan itu karena kacamata iman yang ia pakai. Lalu selanjutnya perhatikan ketika Ishak sudah lahir. Datanglah perintah Tuhan agar ia mengorbankan anak yang dijanjikan Tuhan sebagai persembahan. Jika ini kita alami, bagaimana reaksi kita? Kita mungkin akan mengamuk dan menuduh Tuhan mempermainkan kita seenaknya. Tapi Abraham tidak melakukan itu. "Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali." (ay 17-19). Abraham tahu bahwa Tuhan tidak terbatas kuasaNya, dan ia tahu persis bahwa Tuhan bukanlah sosok kejam dan jahat. Semua itu pasti ada alasannya, dimana rancangan Tuhan itu akan selalu baik pada waktunya. Oleh karena itu ia taat, dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Semua itu bisa dilakukan Abraham lewat iman yang memberi bukti akan sesuatu yang belum ia ketahui. Ia mendapat segala bukti terhadap apa yang belum ia lihat lewat kacamata iman. Dia bisa memiliki visi yang jelas di masa depan karena ia percaya sepenuhnya kepada janji Tuhan, dan ia memiliki bukti nyata karena ia memandang dengan iman.
Kita memang manusia yang terbatas. Tetapi jangan lupa bahwa Tuhan kita adalah Allah yang tidak terbatas dan tidak bisa dibatasi oleh apapun. Aplikasi dan implikasi iman sesungguhnya sangatlah luas. Iman mampu menjadi dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan menjadi bukti kuat dari apapun yang belum kita lihat. Yesus berkata "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Kuncinya hanya satu: percaya. Dan percaya akan hadir lewat iman. Dan jangan lupa, karena iman dalam Kristus pula kita dibenarkan, sehingga kita bisa hidup tenang dalam damai sejahtera. "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." (Roma 5:1-2). Kita memang tidak tahu apa yang bisa terjadi di depan sana. Tetapi maukah kita percaya bahwa Tuhan akan selalu berada bersama kita dan melindungi kita? Bisakah kita memiliki visi seperti Abraham yang bisa melihat janji Tuhan dinyatakan jauh sebelum itu terjadi? Sudahkah kita memiliki kacamata iman? Apa yang akan kita alami akan sangat tergantung dari cara pandang kita, apakah kita memandang dengan kacamata iman atau tidak. Itu akan memberikan perbedaan yang sangat besar terhadap kemampuan kita dalam memandang sesuatu yang belum kita lihat.
FAITH is the assurance of the things we hope for, being the proof of things we do not see and the conviction of their reality
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Thursday, September 22, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment