Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 11:18
===========================
"Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup."
"Hari gini masih ada blank spot.." omel seorang teman pada suatu kali ketika telepon genggamnya tidak menerima sinyal ketika berada di sebuah lokasi yang agak terpencil. Meski para provider seluler terus berusaha menambah BTS agar daya jangkau mereka bisa lebih luas lagi menjangkau pelosok-pelosok terpencil, tetap saja masih ada beberapa bagian Indonesia ini yang belum terjamah. Kemampuan daya jangkau sinyal sangatlah menentukan bagi kita yang memakai gadget-gadget modern. Jangkauan wi-fi misalnya, itupun penting untuk diperhatikan, agar kenyamanan dalam menggunakan laptop atau netbook bisa maksimal. Saya sendiri mempergunakan wi-fi di rumah agar saya bisa bekerja menulis artikel dan renungan dari setiap sudut rumah. Hidup saya yang penuh dengan aktivitas menulis membuat kebutuhan akan wi-fi ini menjadi sangat penting bagi saya. Hal ini menimbulkan pemikiran bagi saya, sudah sejauh mana luasnya daya jangkau kasih kita untuk menyentuh orang lain? Apakah masih berkutat dalam area sempit, hanya diantara keluarga, sanak saudara atau kerabat dekat, atau sudah lebih luas lagi menyentuh orang-orang di lingkaran yang lebih jauh? Atau jangan-jangan kerabat dekat atau keluarga sekalipun belum memperoleh "sinyal" kasih kita sama sekali.
Di zaman dulu ketika jemaat mula-mula mulai tumbuh, mereka pun awalnya hidup dengan jangkauan kasih yang sempit. Sebagai orang Yahudi, mereka merasa keselamatan hanyalah milik mereka dan akibatnya mereka merasa superior dan memandang rendah orang-orang yang berada diluar lingkar mereka. Masuk ke rumah orang non Yahudi saja sudah dianggap haram, apalagi makan dan membaptis mereka. Jelas itu merupakan dosa besar di mata mereka. Kita bisa membaca gambaran ini dengan jelas dalam Kisah Para Rasul 11:1-18. Disana kita bisa melihat bagaimana mereka menghujat Petrus yang pergi ke rumah orang-orang bukan Yahudi dan membaptis mereka. Begitu besar masalah itu bagi mereka sampai-sampai Petrus harus menjelaskan panjang lebar mengapa dia melakukan itu. Apa yang dijelaskan Petrus? Ia menjelaskan bahwa masalah halal dan haram itu adalah urusan Tuhan, sehingga kita tidak boleh mengubahnya sesuai pemikiran kita. Suara Tuhan turun kepada Petrus berbunyi: "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram!" (Kisah Para Rasul 11:9). Tidak hanya sekali, hal yang dialami Petrus itu ternyata diulang sampai tiga kali. (ay 10). Pesan yang diulang-ulang menunjukkan bahwa apa yang diingatkan Tuhan ini sangatlah penting mengingat kecenderungan manusia yang begitu mudah menghakimi dan menganggap diri paling benar. Ketika Petrus menjumpai orang-orang non Yahudi dan masuk ke rumah mereka, kita kemudian melihat bahwa lawatan Roh Kudus turun atas mereka, sama seperti kepada orang-orang Yahudi. "Dan ketika aku mulai berbicara, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, sama seperti dahulu ke atas kita." (ay 15). Lihatlah bahwa lawatan Roh Kudus Tuhan curahkan secara sama. Petrus menyaksikan hal ini secara nyata, dan jelas hal ini merubah paradigma yang selama ini ia pikir sebagai sesuatu yang benar. Petrus pun berkata "Jadi jika Allah memberikan karunia-Nya kepada mereka sama seperti kepada kita pada waktu kita mulai percaya kepada Yesus Kristus, bagaimanakah mungkin aku mencegah Dia?" (ay 17). Dan ketika hal ini ia jelaskan kepada orang-orang Yahudi yang menghujatnya, mereka pun akhirnya bisa mengerti akan hal itu. "Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya: "Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup." (ay 18). Allah tidak tertarik untuk bersikap eksklusif. Yesus turun ke dunia membawa keselamatan bukan hanya untuk segelintir orang saja, tetapi untuk semua orang tanpa terkecuali. Dia bahkan terus mengetuk pintu hati setiap manusia agar mau mendengarkan panggilan keselamatan. "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." (Wahyu 3:20).
Paulus juga mengingatkan hal yang sama, agar kiranya sebagai orang-orang percaya kita jangan sampai meletakkan diri secara eksklusif dan menganggap orang-orang lain sebagai musuh yang sudah sepantasnya binasa. Dia menegaskan bahwa apabila bagi kita keselamatan itu sudah dianugerahkan, hal yang sama pun berlaku bagi mereka yang lain pula. "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya." (Roma 10:12). Ia lebih lanjut mengatakan, "Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." (ay 13). Kata siapapun artinya berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali. Tetapi ingatlah, "..bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?" (ay 14). Sesungguhnya ini penting untuk kita renungkan. Apakah dengan bersikap ekslusif kita mampu menyampaikan Injil keselamatan kepada orang lain? Apakah ada orang yang bisa mengenal Kristus jika tidak ada yang memberitakannya? Apakah kita tidak berperan akan hal ini? Perhatikan, ini seharusnya menjadi tugas kita, orang-orang yang mengemban Amanat Agung sesuai yang digariskan Kristus sendiri. Dengan menganggap diri sendiri paling layak sedang yang lain tidak itu artinya kita memasang batas lingkaran kasih dengan sinyal yang begitu sempit daya jangkaunya. Dan apabila ini kita lakukan, maka kita tidak akan pernah menjalankan tugas kita seperti yang diperintahkanNya.
Lihatlah Yesus berkata bahwa bukan saja orang yang baik yang mendapat anugerah Tuhan, tetapi orang jahat pun tidak luput dari perhatian dan kepedulianNya. "..kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:45). Perhatikan pula kata Yesus berikutnya. "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian?" (ay 46-47). Semua ini jelas menjadi peringatan bagi kita agar tidak bersikap eksklusif dan mementingkan diri sendiri. Jelas, lingkaran atau daya jangkau kasih kita harus diperluas, tidak hanya mampu menjangkau keluarga atau teman-teman saja, tetapi orang asing yang tidak kita kenal sekalipun seharusnya mampu merasakan jamahan Tuhan lewat diri kita. Sebab kalau bukan kita, siapa lagi? Mengalirkan kasih kepada orang lain sesungguhnya sangat penting, karena "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Siapkah kita memperluas daya jangkau kasih kita? Maukah kita memiliki sinyal kasih yang mampu menerobos tembok-tembok pembatas atau penghalang yang selama ini membuat kita enggan untuk menjangkau orang-orang asing? Mampukah kita keluar dari zona nyaman kita dan mulai belajar untuk berinteraksi dengan orang dalam jarak jangkau yang lebih luas? Maukah kita membangun persahabatan dengan orang-orang yang berbeda suku, agama, ras, budaya, status sosial dan sebagainya? Ini penting untuk kita tanamkan, sebab keselamatan bukan hanya milik kita semata, tetapi kesempatan yang sama juga Tuhan berikan kepada orang-orang lain. Jika kita bisa selamat, mereka pun bisa. Dan di pundak kita tugas itu disematkan. Sekarang saatnya bagi kita untuk memperluas pergaulan kita agar bisa menjangkau mereka yang masih berada jauh diluar keselamatan. Seberapa banyak kita bisa menjadi berkat bagi sesama akan sangat ditentukan dari seberapa luas jangkauan kasih yang kita miliki.
Luasnya jangkauan tergantung dari sejauh mana sinyal kasih yang kita miliki
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment