Monday, September 28, 2015

Sahabat Allah (2)

(sambungan)

Ketika kita sedang ditimpa masalah, seberapa besar keyakinan kita bahwa Tuhan mampu melepaskan kita? Ketika kita sakit, seberapa besar keyakinan kita bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan? Ketika kita sudah berulangkali berdoa, namun kelihatannya Tuhan belum juga berkenan menjawab, seberapa tinggi kesabaran kita untuk mempercayaiNya? Ada banyak orang yang segera mencari alternatif-alternatif duniawi, bahkan menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam kuasa-kuasa kegelapan karena ingin hasil instan tanpa memperhitungkan konsekuensi sebagai akibat dari keputusan mereka. Apa reaksi kita saat iman kita diuji, yang mungkin tingkatannya masih jauh dibawah Abraham? Bayangkan jika permintaan ini menimpa kita, seberapa tinggi ketaatan kita? Tapi lihatlah Abraham mampu taat sepenuhnya. Dia siap mempersembahkan Ishak sesuai permintaan Tuhan. Dan kita tahu kelanjutan ceritanya. Dan inilah bukti dari sebuah iman yang tidak kosong dan tidak mati, iman yang disertai perbuatan. Imannya sudah memang ada, dan menjadi disempurnakan lewat perbuatan-perbuatan nyata, seperti yang dikatakan Yakobus pada ayat 22 di atas. Abraham berhasil membuktikannya.

Dengan kualitas seperti itu, tidaklah mengherankan jika Tuhan menganggap Abraham sebagai sahabat. Dalam Kejadian 26, Allah berbicara pada Ishak dan kembali meneguhkan janji yang Dia berikan pada Abraham. Demikian firman Tuhan: "Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu. Aku akan membuat banyak keturunanmu seperti bintang di langit; Aku akan memberikan kepada keturunanmu seluruh negeri ini, dan oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 26:3-4).

Apa dasar Tuhan untuk meneguhkan janji ini? Ayat berikutnya adalah alasannya. "karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku." (ay 5). Perhatikan bagaimana Tuhan memegang erat perjanjiannya dengan Abraham. Ketika Abraham tidak melanggar, maka Tuhan pun akan memegang janjiNya.

Kembali kepada soal menjadi sahabat Tuhan, Yesus pun mengajarkan hal yang sama mengenai bagaimana agar kita bisa menjadi sahabatNya. "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15:14).  Inilah salah satu dari kualitas Abraham. Begitu istimewanya Abraham di mata Allah, sehingga kemudian kita menemukan firman Tuhan dalam Yesaya sebagai berikut: "Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi; engkau yang telah Kuambil dari ujung-ujung bumi dan yang telah Kupanggil dari penjuru-penjurunya, Aku berkata kepadamu: "Engkau hamba-Ku, Aku telah memilih engkau dan tidak menolak engkau"; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan." (Yesaya 41:8-10). Luar biasa bukan?

Kita merupakan keturunan Abraham yang tidak lain adalah sahabat Allah. Abraham adalah manusia seperti kita secara jasmani, namun keteguhan iman dan ketaatannya mengakibatkan terjalinnya sebuah hubungan persahabatan yang hangat dan istimewa dengan Tuhan.

Kalau Abraham bisa menjadi sahabat Tuhan, kita pun bisa. Tuhan selalu mengulurkan tangan untuk bersahabat dengan kita semua. Apakah kita mau menyambut uluran tangan Tuhan itu? Jika ya, belajarlah dari ketaatan dan kesetiaan penuh dan tanpa syarat dari Abraham. Latih terus iman anda agar terus bertumbuh, tapi jangan lupa tetap sertai dengan perbuatan-perbuatan nyata yang akan menyempurnakan iman kita. Disanalah kita akan bisa seperti Abraham, menjadi sahabat Allah.

Memiliki iman disertai bukti perbuatan dan ketaatan agar kita bisa menjadi sahabat Allah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Kacang Lupa Kulit (5)

 (sambungan) Kapok kah mereka? Ternyata tidak. Bukan sekali dua kali bangsa ini melupakan Tuhannya. Kita melihat dalam banyak kesempatan mer...