Ayat bacaan: Efesus 6:4
=====================
"Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan."
Adalah lebih mudah untuk menjadi pengajar namun tidak gampang untuk menjadi pendidik. Maksud saya begini. Ketika kita menjalani profesi sebagai pengajar, yang diperlukan adalah kemampuan kita untuk mentransfer ilmu kepada anak didik kita. Jika proses itu berhasil menambah ilmu mereka, maka proses mengajar itu pun dikatakan sukses. Namun sebagai pendidik ada banyak lagi proses yang harus kita cermati. Kita harus tahu betul karakter dan sifat masing-masing anak, mengetahui kelemahan-kelemahan mereka dan berusaha menambalnya. Selama pengalaman saya menjadi dosen saya melihat bahwa seringkali proses mendidik ini lebih ditekankan kepada faktor diluar kurikulum pelajaran. Ada banyak anak yang sebenarnya tidak bermasalah dengan kemampuan menyerap ilmu, tetapi mereka bermasalah dari segi mental dan keberanian. Tidak jarang yang harus dibenahi justru di sektor ini karena kemampuan mereka sering terhambat oleh faktor non teknis. Satu lagi yang sangat penting untuk diperhatikan sebagai pendidik adalah bagaimana agar apa yang kita katakan dan ajarkan itu selalu selaras atau sejalan dengan sikap, perilaku atau perbuatan kita sendiri. Bagaimana mungkin orang mau mendengarkan nasihat kita jika kita sendiri tidak melakukannya? Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan adalah sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pendidik. Menjadi teladan itu wajib bagi pendidik.
Kemarin saya sudah menyinggung bagaimana untuk mendisiplinkan anak yang sesuai dengan firman Tuhan. Tuhan ingin kita mendidik anak-anak kita dengan caraNya. Ketika Tuhan menghajar kita demi kebaikan kita dan bukan karena ingin menyiksa, ketika Tuhan menghajar kita karena Dia mengasihi kita, seperti itu pula kita seharusnya mendidik anak-anak kita. Jika hukuman terpaksa diberikan maka berikanlah, tetapi ingat bahwa dasarnya harus karena kasih, demi kebaikan mereka dan bukan karena kita hanya ingin menjadikan mereka sebagai pelampiasan amarah kita. Satu hal penting lainnya yang seringkali dilupakan oleh para orang tua adalah sinkronisasi atau kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Ada begitu banyak orang tua yang hanya tahu memerintah tetapi hidup mereka sendiri tidaklah mencerminkan apa yang mereka ajarkan kepada si anak. Sebuah contoh kecil, jika seorang ayah mengajarkan anaknya agar jangan menyakiti teman-temannya, tetapi di sisi lain ia terus saja berlaku kasar kepada istri dan anak-anaknya, bagaimana mungkin si anak bisa memahami apa yang diajarkan? Kebingungan akan melanda mereka, dan mungkin juga marah karenanya. Dan biasanya, orang-orang yang kerap berlaku kasar terhadap orang lain adalah orang-orang yang kehidupan masa kecilnya dalam rumah tangga penuh dengan kekerasan pula. Berbagai dalih dengan mudah dikeluarkan oleh orang tua dengan menyepelekan anaknya. "Ah, tahu apa kamu.. kamu masih kecil!" Atau perkataan yang membenarkan perbuatan salah dan memaksakan anak untuk menerima semuanya mentah-mentah. "Saya kan orang tuamu, terserah saya dong! Kamu harus nurut!" Sesungguhnya sikap seperti ini bukanlah gambaran yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh para orang tua.
Firman Tuhan berkata "Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan." (Efesus 6:4). Ini adalah dasar penting bagi para orang tua, karena seringkali sadar atau tidak kita sebagai orang tua melupakan faktor kesesuaian antara perkataan dan perbuatan kita. Ini bisa mendatangkan kebingungan bagi anak-anak kita, dan mereka pun bisa marah karena hal tersebut. Kebencian, dendam, kepahitan, semua ini bisa tumbuh dalam diri mereka sejak kecil jika kita tidak menjaga sikap, tingkahlaku dan perbuatan kita ditengah mereka. Apa yang kita ajarkan haruslah sesuai dengan perilaku kita. Menjadi contoh nyata merupakan keharusan bagi setiap orang tua. Bukan hanya berhenti sampai mengajarkan moral, budi pekerti dan kerohanian, tetapi kita harus pula siap untuk menjadi teladan dari itu semua. Hanya dengan demikianlah anak akan mampu menyerap semuanya dan hidup dengan keteladanan orang tuanya hingga masa tua mereka nanti.
Sebenarnya bukan hanya dalam hal mendidik anak saja, tetapi dalam segala hal kita haruslah menyamakan perkataan dan perbuatan kita, termasuk dalam hal rohani. Kita bisa berkoar-koar memiliki iman, tetapi jika gaya atau cara hidup kita tidak mencerminkan apa yang kita katakan, bagaimana mungkin orang bisa percaya? Dilihat orang rajin berdoa panjang-panjang, tetapi kita hidup dalam kecemasan, kecurigaan atau kesinisan. Rajin beribadah namun isi perkataan kita hanyalah iri hati dan hujatan. Seharusnya tidak seperti itu, karena firman Tuhan berkata iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (Yakobus 2:20) bahkan mati. (ay 26). Sebelum kita mulai mendidik anak-anak kita atau menjadi terang dan garam bagi sekeliling kita, kita harus terlebih dahulu mencermati apakah diri kita sudah menggambarkan apa yang ingin kita sampaikan mengenai kebenaran.
Alkitab berulang kali menyinggung soal pentingnya mempraktekkan atau melakukan kebenaran-kebenaran firman Tuhan yang telah kita baca atau dengar dalam kehidupan sehari-hari. Membaca itu baik, mendengarkan itu baik, merenungkan itu lebih baik lagi, tetapi yang lebih penting adalah melanjutkan apa yang telah kita baca, dengar dan renungkan itu dengan aplikasi nyata dalam kehidupan kita. Dalam surat Yakobus kita bisa membaca demikian: "Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yakobus 1:25). Sebagai orang tua, marilah kita membenahi diri untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan dan menjadi teladan bagi anak-anak kita. Berhentilah mencari pembenaran-pembenaran di hadapan mereka ketika berbuat salah, dan mari didik mereka dengan kasih, seperti halnya Tuhan mendidik kita dengan kasihNya yang sempurna. Masa depan mereka sangat tergantung dari bagaimana sikap hidup kita. Siapkah anda menjadi orang tua teladan di mata mereka?
Sesuaikan perkataan dan perbuatan kita agar selalu selaras dan jangan sampai membingungkan anak-anak kita
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment