Wednesday, April 7, 2010

Garis Iman

Ayat bacaan: Roma 4:19-20
======================
"Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah"

garis imanTidak mudah untuk bisa percaya ketika kita terus menerus berada dalam keadaan sulit. Ada kalanya kita sudah terbiasa susah, sehingga rasanya mustahil untuk bisa lepas dari kesusahan. Kita akan lebih mudah untuk percaya bahwa kita memang sudah ditakdirkan untuk hidup susah ketimbang menerima janji-janji Tuhan yang justru seringkali terdengar mustahil untuk bisa terjadi. Seorang supir taksi yang mengantarkan saya pulang pada sebuah subuh bercerita bahwa di antara keluarganya hanya ia sendiri yang hidupnya pas-pasan dan menderita. Semua saudaranya sukses berbisnis, sedang dia harus mati-matian menarik sewa sebagai seorang supir taksi. "Sudah suratan saya kali ya.." katanya tersenyum. Di sisi lain ada seorang yang saya kenal yang sering sakit-sakitan, sehingga ia pun merasa bahwa ia tidak mungkin pernah pulih. "Kalau saya tidak lagi merasa sakit, jangan-jangan itu tandanya bahwa hari saya di dunia ini selesai" katanya.

Seperti itulah gambaran kita mengarungi samudera kehidupan. Kita tahu bahwa Tuhan menjanjikan segala sesuatu yang baik bagi kita. Apa yang Tuhan janjikan berbunyi seperti ini: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia" (Ulangan 28:13). Atau bacalah sebuah ayat emas yang sudah sangat sering kita dengar ini: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Tapi ketika kita melihat keadaan kita hari ini, semua itu terasa terlalu muluk bagi diri kita. Mungkin buat orang lain, tapi pasti bukan untuk saya. Itu pikiran kebanyakan orang. Berada di antara kebimbangan dan percaya, di antara putus asa dan harapan, bagaikan terombang-ambing di atas seutas tali yang tipis, seperti itulah gambaran banyak orang.

Kitab Roma mencatat bagaimana sebentuk iman Abraham mampu membuat sesuatu yang mustahil menjadi nyata. "Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah" (Roma 4:19-20). Coba pikirkan sejenak, bukankah itu mustahil? Seorang kakek renta berusia 100 tahun, dengan istri yang sudah menopause puluhan tahun, tapi dijanjikan anak sebanyak bintang di langit. (Kejadian 15:5-6). Adakah dasar untuk berharap seperti itu? Secara manusiawi tentu tidak. Dengan nalar atau akal pikiran dan logika itu mustahil. Tapi lihatlah Abraham. Ia tidak ragu sedikitpun. Ia sama sekali tidak bimbang dan tenggelam dalam ketidakpercayaan, tapi justru ia diperkuat dalam imannya dan terus memuliakan Allah. Apa yang dilakukan Abraham adalah berani melangkah melewati sebuah garis iman.

Garis iman. Itulah yang harus berani kita lewati jika ingin segala yang mustahil Tuhan nyatakan dalam hidup kita. Apa yang sering membuat kita berhenti sebelum mencapai garis iman adalah segala keraguan atau kebimbangan kita sendiri karena selalu mendasari segalanya dengan kesulitan-kesulitan yang kita alami hari ini. Kita lebih percaya kepada kesulitan ketimbang kemampuan Tuhan. Akibatnya kita pun terus berada di antara keadaan riil di dunia dan janji Tuhan. Antara mempercayai keadaan dan mempercayai janji Tuhan.

Jika ingin seperti Abraham yang setia, kita pun seharusnya bisa melakukan hal yang sama. Abraham mengalami hal yang sama seperti kita. Faktanya secara manusiawi dan alami dia tidak akan bisa memiliki anak lagi. Terlambat sudah. Seperti kita, dia pun pasti tahu bahwa secara alami tidak akan ada lagi cara yang memungkinkan janji Tuhan untuk bisa terwujud. Tapi apa yang dilakukan Abraham? Kita tahu bahwa dia tidak mempedulikan kondisi tubuhnya sama sekali. Abraham memilih untuk mengabaikan bukti alami dan logika manusia dan memutuskan untuk mempercayai Tuhan secara total. Pada tahapan ini Abraham sudah melangkah melewati garis iman. "Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Roma 4:18). Dan semua itu pun ia peroleh, tepat seperti yang dijanjikan Tuhan.

Kita harus berhati-hati untuk tidak memfokuskan diri kita memandang kepada masalah. Ayub pernah berkata "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25). Jika kita percaya bahwa kita memang harus selamanya berada dalam masalah, itulah yang akan terjadi. Tuhan tidak pernah menginginkan anak-anakNya untuk terus hidup menderita. Apa yang dirancangkan Tuhan adalah segala yang indah dan penuh harapan bagi kita semua. Dan Tuhan tidak pernah tidak sanggup untuk melakukan apapun, termasuk yang paling mustahil bagi akal pikiran manusia sekalipun. Ayub pun belakangan menyadari hal ini dan berkata "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (42:2).

Malam ini mari kita pelajari lagi apa saja yang menjadi janji Tuhan bagi kita. Dan imanilah itu dengan rasa percaya yang penuh. Renungkanlah semua itu hingga iman timbul di hati kita. Tariklah sebuah garis iman dan beranilah melangkah melewatinya. Kita tidak akan pernah bisa melewati garis iman untuk menerima janji-janji Tuhan yang luar biasa jika kita masih terus saja dikuasai ketakutan dan kebimbangan melihat segala keadaan sulit yang tengah kita alami saat ini. Apa yang harus kita lakukan adalah memunggungi kebimbangan dan masalah dan mengarahkan wajah kita kepada Yesus. Beranilah melangkahi garis iman, dan Tuhan siap untuk melakukan berbagai hal mustahil dalam hidup kita.

Tinggalkan kebimbangan dan melangkahlah melewati garis iman

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Belajar dari Rehabeam (2)

 (sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...