Saturday, April 10, 2010

Hati Bapa

Ayat bacaan: Lukas 15:20
=======================
"..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."

hati BapaSeorang gelandangan yang terlihat sangat kotor dan sepertinya kurang waras tiba-tiba saja muncul masuk ke ruang depan tempat saya mengajar. Beberapa orang yang ada di dalam sontak kaget, termasuk saya yang saat itu tengah duduk membaca koran di sana. Sebagian bergegas masuk lebih ke dalam sambil memasang muka risih dan jijik. Satpam pun segera muncul dan memintanya untuk keluar. Kejadian yang mendadak itu membuat saya tertegun untuk beberapa saat. Ada berbagai reaksi spontan yang saya lihat langsung saat itu. Kaget, takut, risih, bergidik, geli, jijik, ada pula yang tertawa melihat kejadian itu. Saya membayangkan betapa kita yang terus berlumur dosa ini pun seharusnya terlihat kotor, compang camping dan mungkin menjijikkan untuk berhadapan dengan Allah yang kudus. Tapi apakah reaksi Allah sama seperti reaksi sebagian orang-orang tersebut? Apakah Allah memilih untuk menjauhi kita? Tidak, sama sekali tidak. Justru sebaliknya, Allah memilih untuk mendekati kita, bahkan berlari untuk merangkul dan mencium kita.

Seberapa besar kasih yang kita miliki terhadap orang-orang yang kita cap sebagai pendosa? Seperti melihat gelandangan tadi, tendensi kebanyakan manusia adalah cenderung menghakimi sesamanya. Betapa mudahnya melihat dosa pada diri orang lain sementara untuk menyadari dosa sendiri sulitnya bukan main. Bahkan Yesus pun pernah menegur sikap seperti ini. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Sudah terlalu sering hal berikut ini terjadi: ketika kita merasa sudah diselamatkan, kita malah kehilangan rasa belas kasihan kepada mereka yang masih tertimbun dalam dosa. Bukannya menolong melepaskan mereka, kita malah menghujat, mengata-ngatai dan menjauhi mereka, membiarkan mereka tertimbun lebih dalam lagi. Kita sering bersikap apatis melihat hal-hal seperti ini di sekeliling kita. Kita memilih untuk menyelamatkan diri sendiri ketimbang harus repot-repot berurusan dengan keselamatan orang lain.

Hari ini saya kembali mengangkat kisah anak yang hilang. Ini adalah kisah yang tentu sudah sangat kita kenal. Tapi saya ingin mengangkat sebuah bagian di dalamnya untuk kita simak bersama. "..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20).

Kita sudah tahu bagaimana sikap si anak durhaka itu yang sungguh keterlaluan. Ia meminta hak warisannya selagi ayahnya masih hidup lalu hidup berfoya-foya. Ia memilih meninggalkan ayahnya dan mengejar segala kenikmatan yang ditawarkan dunia. Apa yang terjadi kemudian adalah kehancuran. Dan ia pun menyesal dan memutuskan kembali kepada bapanya, apapun resiko yang harus ia hadapi. Itu ringkasan awal dari perumpamaan yang sangat terkenal ini. Tapi apa yang ingin saya sampaikan hari ini adalah dari sisi sang bapa. Apa yang terjadi selama si anak itu pergi meninggalkan dirinya? Apa yang ia lakukan dan bagaimana reaksinya ketika melihat anaknya kembali?

Sosok bapa disini adalah sosok hati seorang bapa yang penuh kasih. Dikatakan disana sang bapa sudah melihat kembalinya si anak ketika ia masih jauh. Dari sini kita bisa melihat bahwa posisi sang bapa pasti terus menunggu di depan jendela atau pintunya hingga anaknya kembali. Penantian yang sudah ia lakukan justru ketika anaknya belum bertobat, bahkan melewati hari-hari yang panjang dengan penantian itu ketika si anak masih terus berlumur dosa. Bapa itu dengan penuh harap merindukan kepulangannya. Ia tidak membenci anaknya, ia penuh pengampunan. Saya yakin anaknya selalu berada dalam pikiran dan hatinya, dan ia terus mengasihi anaknya meski perbuatan si anak sungguh memilukan hatinya. Seperti itulah bentuk kasih yang ada di hati sang bapa, dan itulah yang ternyata mendorongnya untuk berlari untuk mendapatkan, merangkul dan mencium anaknya. Bukan memukul, menampar atau menghukum, bukan menghapuskan hak sebagai anak, mengusir atau menolak, tapi menerima kembali dengan penuh sukacita.

Jenis hati seperti itulah yang dimiliki Tuhan, Bapa kita terhadap setiap orang yang terhilang. Itulah bentuk hatinya selagi kita masih bergelimang kesesatan dalam dunia ini. Dia tidak pernah ingin kita terus tersesat. Dia tetap mengasihi kita semua bahkan ketika kita masih terus berlumuran dosa. Satu bukti nyata betapa besarnya kasih Allah terhadap kita orang berdosa ini adalah dengan hadirnya Yesus agar kita semua tidak binasa melainkan layak untuk beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16). Tuhan membenci dosa, tapi Dia tidak membenci pendosa. Dia terus berharap agar setiap orang yang tersesat bisa kembali ke jalanNya. Dia rindu melihat kita semua berbalik dari jalan-jalan yang salah untuk kembali kepangkuanNya.Dia rindu untuk menyambut kepulangan kita.

Dalam Mazmur Daud pun hal ini dengan jelas dinyatakan. "Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia." (Mazmur 103:13). Hati Bapa yang penuh kasih dan penuh pengampunan seperti inilah yang mewarnai sikap Tuhan kepada kita semua. Bukankah ini luar biasa? Tuhan mengatakan bahwa Dia siap untuk membuang dosa kita sejauh timur dari barat (ay 12), melemparkannya jauh ke dalam tubir laut (Mikha 7:9), tidak lagi mengingat-ingat dosa kita (Yesaya 43:25) bahkan dikatakan siap untuk dibenarkan oleh Allah melalui Kristus. (2 Korintus 5:21). Bukan sekedar dipulihkan, diampuni, tapi malah dibenarkan. Semua ini akan langsung dianugerahkan kepada kita ketika kita bertobat dan kembali kepadaNya. Tuhan siap untuk merangkul, memeluk dan mencium anak-anakNya yang memilih untuk kembali kepadaNya, apapun dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.

Dunia ini penuh dengan orang-orang yang masih belum menemukan pelukan itu. Adalah penting untuk menjaga sikap kita terhadap mereka yang masih terhilang, bukan dengan menghujat, menghakimi atau menjauhi, tapi memberikan kepedulian dengan sebentuk kasih yang terinspirasi dari hati Bapa yang berlaku pada kita. Firman Tuhan berkata "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Ya, karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita, bahkan ketika kita masih tersesat sekalipun, maka kita pun harus meneladani itu lewat jalan mengasihi orang lain pula, terlebih kepada mereka yang terhilang dan masih sangat membutuhkan pertolongan. Ada banyak orang yang sangat membutuhkan Bapa yang penuh kasih, dan jangan sampai kita mengabaikan mereka. Alangkah bahagianya jika lebih banyak lagi orang yang akhirnya menemukan jalan menuju Bapa, disambut dengan berlari dan rangkulan penuh sukacita olehNya sendiri, dimana malaikat dan seisi Surga pun akan turut menyambut dengan bersorak sorai. Dan kita bisa berperan di dalamnya untuk mengantarkan mereka pulang menuju sambutan meriah dari Surga. Jangan abaikan mereka, melainkan berikanlah kasih dan kepedulian agar lebih banyak lagi yang bisa turut merasakan hangatnya sambutan Bapa surgawi.

Tuhan akan selalu siap untuk berlari menyambut kepulangan anak-anakNya yang kembali dalam pertobatan dengan pelukan dan ciuman

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan) Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu ...