(sambungan)
Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi dari sisi sang ayah. Apa yang terjadi selama si anak itu pergi meninggalkan dirinya? Apa yang ia lakukan dan bagaimana reaksinya ketika melihat anaknya kembali? "..Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia." (Lukas 15:20).
Mari perhatikan baik-baik ayat ini. "Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya." itu bagian pertama. Jika sang ayah sudah melihat si anak ketika ia masih jauh, tentu itu artinya ia terus menanti dengan memandang jauh ke depan. Saya membayangkan sosok sang bapa yang sedih hatinya terus menanti di depan jendela, melihat sejauh matanya bisa memandang, berharap pada suatu ketika sosok anaknya akan muncul jauh di ujung sana. Jika ia tidak menanti secara khusus seperti itu, tentu ia tidak akan melihat anaknya sejak masih jauh bukan?
Penantian yang sudah ia lakukan justru ketika anaknya belum bertobat, bahkan melewati hari-hari yang panjang dengan penantian itu ketika si anak masih terus berlumur dosa. Bapa itu dengan penuh harap merindukan kepulangan si anak yang hilang. Ia tidak membenci anaknya, sebaliknya ia penuh pengampunan. Saya yakin anaknya selalu berada dalam pikiran dan hatinya, dan ia terus mengasihi anaknya meski perbuatan si anak sungguh memilukan hatinya. Hanya orang yang demikianlah yang menanti sambil memandang jauh, berharap anaknya bisa suatu hari menyesali perbuatannya dan kembali kepangkuannya.
Berikutnya, apabila anda tengah menanti sesuatu yang anda tidak tahu kapan datangnya, apa perasaan anda ketika apa yang anda nanti-nantikan itu akhirnya hadir? Bersukacita? Excited? Melonjak kegirangan? Bergegas lari menyongsongnya? Semua itu tentu akan menjadi reaksi spontan kita, dan itulah yang si ayah lakukan. "lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia."
Lihatlah bagaimana besarnya sukacita sang ayah. Bukannya menolak kedatangan anaknya yang sudah begitu berdosa, bukannya mengusir atau memusuhi, memberi hukuman dan sebagainya, tetapi dikatakan berlari mendapatkan sang anak, lalu langsung merangkul dan mencium. Dia tidak menanti dengan berdiam di tempat, tetapi langsung berlari mendapatkan anak yang hilang. Anaknya yang dari kandang ternak dan sempat hidup dengan mengambil sedikit dari makanan hewan mungkin baunya ampun-ampunan. Tapi si ayah tidak peduli. Apa yang ada dalam hatinya hanyalah sukacita melihat sang anak kembali lagi.
Seperti itulah bentuk hati Bapa. KasihNya yang begitu besar mendorongNya untuk berlari ke arah sang anak, langsung memeluk dan mencium, bukan memukul, menampar atau menghukum. Bukan menghapuskan hak sebagai anak, mengusir, tetapi menerima kembali dengan penuh sukacita. Hanya memeluk dan mencium? Tidak. "Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (ay 22-23). Sebuah pesta besar pun segera Dia siapkan menyambut kembalinya kita. Apapun dosa yang pernah kita lakukan, seberapa besarpun itu, selama kita bertobat dan datang dengan hati hancur kepadaNya, Tuhan akan menyambut kita tepat seperti itu, tepat seperti bapa yang menyambut anaknya yang hilang dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus ini.
(bersambung)
Monday, July 13, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belajar dari Rehabeam (2)
(sambungan) Mengharap berkat itu satu hal, tapi ingat bahwa menyikapi berkat itu hal lain. Dan salah menyikapi berkat bukannya baik tapi ma...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24 ===================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan ...
-
Ayat bacaan: Ibrani 10:24-25 ====================== "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih ...
-
Ayat bacaan: Mazmur 23:4 ====================== "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau...
No comments:
Post a Comment