==========================
"Tetapi Daud berkata kepada Saul: "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya..."
Seberapa jauh kita mau menjalankan tanggung jawab terhadap sesuatu yang dipercayakan kepada kita? Maksud saya begini. Ketika tanggung jawab itu besar dan disertai imbalan yang besar pula, mungkin kita akan bertanggungjawab penuh tanpa masalah. Tapi bagaimana ketika itu sepertinya tidak menguntungkan bagi kita alias kita anggap tidak penting dengan imbalan yang kecil atau tidak ada sama sekali? Banyak orang akan mengerjakannya asal-asalan dan tidak lagi menganggap penting tanggung jawabnya. Tetangga di depan rumah saya pergi ke luar kota selama seminggu dan meminta seorang pemuda yang tinggal tidak jauh dari tempatnya untuk memeriksa rumah sekali-kali dan menyiram tanaman di depan rumahnya sekali dua hari. Ia menyanggupi bahkan memegang kunci rumah. Tapi ia sama sekali tidak pernah datang dalam seminggu itu. Tanaman pun kering, sebagian mati. Masih untung rumahnya aman-aman saja. Tetangga saya pun menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa memang sulit mengharapkan tanggung jawab dari orang lain, meski sudah dikenal baik. Saya pernah tidak digaji dalam mengajar sampai berbulan-bulan. Ketika dosen-dosen lain menolak mengajar bahkan merencanakan untuk mogok bersama, saya memilih untuk terus mengajar normal. Mengapa? Karena buat saya itu adalah tanggung jawab yang harus saya lakukan. Kasihan siswa-siswa yang tidak bersalah jika harus menjadi korban dari sebuah sistem buruk di tempat saya mengajar. Mengapa harus mereka yang terkena? Bagaimana dengan masa depan mereka? Kepada saya sudah dipercayakan sejumlah siswa untuk diajar dan dibina, itu tanggung jawab saya, maka saya harus melakukannya dengan keseriusan yang sama apapun keadaannya. Selain saya ingin belajar untuk menjaga dan melakukan tanggung jawab saya dengan baik, saya percaya Tuhan pun ingin kita melakukan seperti itu. Tentang hal ini kita bisa belajar dari kisah hidup Daud. Ayat yang saya hari ini adalah bagian ketika Daud tidak tahan menghadapi provokasi dan cara pandang Goliat merendahkan bangsa Israel. Apa yang membuat Daud berani menghadapi Goliat, raksasa yang bersenjata dan memakai pelindung tubuh lengkap adalah pengalamannya bersama Tuhan dalam menjalankan tanggung jawabnya sehari-hari sebagai gembala kambing domba milik ayahnya. Dari beberapa ayat kita bisa mengetahui bahwa Daud muda dipekerjakan sebagai gembala oleh ayahnya. Sementara beberapa dari saudaranya dipercaya sebagai prajurit dan maju bertempur di garis depan. Dibandingkan status prajurit, status gembala pada saat itu tentu sangat rendah dan tidak ada apa-apanya. Tapi Daud tidak berkecil hati dengan pekerjaan tersebut. Ia menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Ada berapa banyak domba yang ia gembalakan? Saya tidak tahu pasti, tapi tentu bukan hanya satu dua ekor. Dan saya yakin ia pun tidak dibayar untuk itu.
Meski tidak banyak dan tidak dibayar, Daud menunjukkan betapa seriusnya ia mengemban tanggung jawabnya. Dari mana kita bisa tahu itu? Bacalah ayat berikut ini ketika ia menjawab keraguan Saul atas dirinya untuk maju menghadapi Goliat sendirian. "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya.." (1 Samuel 17:34-35). Jika anda memperhatikan ayat ini dengan seksama, anda akan melihat bahwa Daud rela mempertaruhkan nyawanya demi sekumpulan domba, yang notabene hanyalah hewan yang bahkan bukan miliknya. Di mata manusia mungkin itu merupakan hal yang aneh, bahkan bodoh. Untuk apa manusia harus rela mempertaruhkan nyawa melawan binatang buas demi binatang yang digembalakannya? Tapi tidak demikian bagi Daud. Daud rela menghadapi singa dan beruang dalam melakukan pekerjaannya. Ia tidak ingin satupun dari ternak yang digembalakannya binasa, dan untuk itu ia harus berhadapan dengan maut. Tapi lihatlah pula bagaimana penyertaan Tuhan mampu membuatnya tampil sebagai pemenang. Ia mampu menghadapi ganasnya singa dan beruang, dan kemudian setelah itu berhasil pula mengatasi Goliat. Daud memperlihatkan tanggungjawab yang luar biasa tanpa memperhitungkan untung rugi secara pribadi. Dan apa yang ia perbuat pun menjadi gambaran yang sama mengenai bagaimana Yesus, yang lahir ke dunia sebagai salah satu dari silsilah keturunannya, menyelamatkan kita semua. Lihat apa kata Yesus berikut: "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu." (Yohanes 10:11-12).
Tuhan menghendaki kita untuk serius dalam melakukan segala hal, baik itu bekerja, belajar maupun melayani, apalagi jika menyangkut tanggung jawab yang dibebankan kepada kita. Dalam Alkitab kita sudah dipesankan seperti berikut: "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Itu menyatakan bentuk kerinduan Tuhan agar anak-anakNya selalu bekerja dengan serius dan sungguh-sungguh seperti ketika kita melakukan sesuatu untuk Tuhan. That's the state He wants us to reach. Dalam pelayanan pun sama. Ada banyak orang yang bersungut-sungut dan tidak serius jika hanya melayani sedikit orang, apalagi satu orang saja. Itu sesungguhnya bukanlah gambaran yang diinginkan Tuhan untuk kita lakukan. Bacalah Lukas 15, ada tiga perumpamaan disana yang sudah tidak asing lagi bagi kita mengenai hal ini. "Perumpamaan tentang domba yang hilang" (ay 4-7), "Perumpamaan tentang dirham yang hilang" (ay 8-10) dan "Perumpamaan tentang anak yang hilang" (ay 11-32). Semua ini menunjukkan kerinduan Tuhan untuk menemukan kembali anak-anakNya yang hilang tanpa memperhitungkan jumlah. Satu saja sudah bisa membuat Tuhan penuh dengan sukacita. Bahkan dikatakan: "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10). Satu jiwa bertobat, itu sudah merupakan kebahagiaan besar bagi Tuhan dan seisi Surga.
Lakukanlah apapun yang dikehendaki Tuhan bagi kita secara serius dan sungguh-sungguh. Belajarlah mengemban tanggung jawab seperti cara pandang Kerajaan Allah. Mungkin kita tidak mendapat upah sepantasnya menurut ukuran dunia, tapi jangan lupa, bukankah Tuhan mampu memberkati kita lewat banyak hal? Mungkin apa yang kita terima tidak sebanding dengan jerih payah kita hari ini, tapi apakah tidak mungkin kelak kita akan menuai secara luar biasa? Atau tidakkah mungkin Tuhan menurunkan berkatNya lewat cara lain dan dalam kesempatan lain? Saya mengalami itu ketika tetap mengajar seperti biasa meski tidak dibayar. Tuhan menjaga saya agar tidak kekurangan lewat caraNya yang ajaib. Ingat pula bahwa satu hal yang pasti, segala sesuatu yang kita lakukan secara sungguh-sungguh dan sesuai dengan rencana Tuhan tidak akan pernah ada yang sia-sia. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Daud tahu itu, dan dia sudah membuktikannya sendiri. Lewat keteladanan Yesus pun kita bisa belajar mengenai hal yang sama. Kerjakanlah semuanya dengan sebaik-baiknya. Always do your best, hold your responsibilities at the best you can. Tuhan akan memperhitungkan segalanya, dan percayalah, tidak akan ada yang jatuh sia-sia.
Laksanakan dan emban segala tanggung jawab yang sudah dipercayakan kepada kita dengan sebaik-baiknya
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Jika anda mencoba menelepon seseorang lewat ponsel anda dan mendapat jawaban "please try again in a few more minutes" berulang-ulang, mungkin anda akan merasa kesal, apalagi jika ada hal yang penting yang hendak anda sampaikan. Itulah yang saya alami beberapa hari terakhir ini. Mau tidak mau saya pun menjadi lebih 'akrab' terhadap mesin penjawab dan kalimat yang dikatakannya. Please try again, dan please try again lagi. Tiba-tiba saya berpikir bahwa keadaan tidak tersambung ini pun kerap terjadi antara kita dengan Sang Pencipta kita yang begitu mengasihi kita semua. Jika kita kesal, Tuhan pun mungkin kesal melihat kita yang terus saja melakukan perbuatan-perbuatan yang mengecewakan dan menyedihkan hatiNya. Tapi ternyata kasih Tuhan masih jauh lebih besar ketimbang rasa kecewaNya. Berulang-ulang kita berbuat salah, tetapi Tuhan masih terus dengan sabar memberikan kata "please try again" kepada kita, memberikan kesempatan kepada kita semua untuk terus berproses dan berubah menjadi lebih baik dan taat lagi dari hari ke hari.
Ada banyak orang yang menyepelekan sebuah perselisihan atau pertengkaran kecil. Mungkin mereka atau kita berpikir bahwa itu manusiawi, wajar dan biasa saja. Tapi sadarkah kita bahwa pertengkaran-pertengkaran yang kecil itu bagaikan melubangi sebuah bendungan? Bocor-bocor kecil pada bendungan mungkin tidaklah berbahaya. Tapi apa yang terjadi jika lubang bocor itu terus bertambah banyak? Dinding akan mudah retak dari satu lubang ke lubang lain, terus tersambung sehingga pada suatu ketika bendungan bisa jebol sehingga air bah pun akan menghancurkan atau bahkan menewaskan banyak orang tanpa bisa dikendalikan. Perselisihan atau pertengkaran pun bisa berpotensi seperti itu. Satu-dua perselisihan kecil mungkin masih tidak apa-apa, tetapi jika tidak segera disikapi serius, eskalasinya bisa meningkat besar sehingga pada suatu saat kita tidak lagi sanggup menghindar dari kehancuran yang timbul setelahnya.
Kalau kita mau jujur, betapa seringnya kekerasan hati menghambat kita untuk maju, baik dalam kehidupan maupun dalam iman. Ambil satu contoh sederhana saja, ketika kita merasa terlalu gengsi untuk berbaikan dengan sahabat atau anggota keluarga sendiri. Kita ingin mereka yang memulai lebih dahulu, meski dalam hati kita sudah digerakkan untuk itu. Bukankah itu sering sekali terjadi pada kita? Jika untuk masalah sepele saja sudah sulit, apalagi ketika kita jelas-jelas salah dan harus meminta maaf. Wah, beratnya bukan main. Rasa gengsi membuat kita lebih suka mengeraskan hati membiarkan perselisihan berlarut-larut ketimbang segera menyelesaikannya. Tuhan kerap berbicara lewat hati nurani kita dan mengingatkan kita akan banyak hal, tetapi kekerasan hati seringkali menjadi penghambat bagi kita untuk melakukan segera tepat seperti apa yang dikehendaki Tuhan. Kita berlaku bagai orang paling benar, paling tahu segalanya dan tidak pernah salah. Sikap buruk seperti ini sudah dilakukan oleh orang-orang Farisi pada masa Yesus turun ke bumi dahulu kala.
Seberapa jauh pergaulan bisa mempengaruhi kita? Kenyataannya, seringkali bagaimana sikap dan perilaku kita hidup sangat tergantung dari pertemanan kita. Jika lingkungan pertemanan baik maka kita pun begitu, tapi sebaliknya apabila ada dalam 'circle of friends' yang buruk maka kita pun ikut-ikutan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Tuhan pula. Mungkin awalnya kita bisa menolak, tetapi lama kelamaan kita akan mulai memberi toleransi dan terjerumus dalam dosa. Ada banyak orang-orang yang tadinya hidup baik lalu kemudian berubah menjadi sosok baru yang tidak lagi peka terhadap dosa. Semua yang buruk jadi biasa-biasa saja, hati nurani kita tidak lagi berfungsi dan disanalah iblis akan berpestapora merusak dan menghancurkan kita.
Tanaman yang sama di tempat yang sama tidak serta merta membuat semua tanaman itu akan tumbuh sama baiknya atau pesatnya. Di depan rumah saya menanam tiga pohon pinus yang masing-masingnya berjarak sekitar setengah meter dengan tinggi awal yang sama, tetapi kemudian ketiganya tumbuh dalam kecepatan yang berbeda. Yang paling kiri paling cepat, sedang yang diujung kanan itu paling lambat tumbuhnya. Ada banyak faktor yang menentukan cepat tidaknya atau berhasil atau tidaknya sebuah tanaman untuk bisa tumbuh baik. Ada tanaman yang langsung mati jika tidak terawat, ada pula yang hidup segan mati tak mau. Tidak mengalami pertumbuhan, tetapi mati pun tidak. Atau kalaupun bertumbuh prosesnya sangat lambat. Dalam hal ketiga pinus itu, tampaknya posisi terdekat dari sinar matahari pagi membuat perbedaan diantara ketiganya. Dengan perawatan yang lebih baik pada pohon pinus yang relatif lebih lambat tumbuhnya, lama kelamaan pohon itu mulai menyusul pesat pertumbuhan pohon disebelahnya. Perhatian yang diberikan terhadap tanaman bisa membawa hasil yang berbeda. Semua pohon punya potensi untuk tumbuh baik, tetapi perhatian kita dalam merawatnya akan memberi perbedaan. Dalam hal rohani pun keadaan bisa sama seperti itu.
Laron atau ngengat selalu tertarik kepada cahaya. Mereka bisa bergerombol ke arah lampu-lampu yang menyala di malam hari hingga ke dalam rumah sekalipun. Ngengat-ngengat tersebut tidak peduli walaupun jika mereka bertabrakan. Dan itu yang sering terjadi. Ketika bertabrakan sayapnya bisa patah dan laron itu pun akan jatuh. Meski demikian mereka tidak peduli dan terus berebutan mendekati cahaya. Jika itu terjadi, kita pun akan repot membersihkan laron yang berserakan di lantai. Cara paling mudah untuk mengusirnya adalah dengan mematikan lampu. Begitu ruangan menjadi gelap, gerombolan ngengat itu akan segera pergi menuju sumber cahaya yang terdekat. Pada suatu kali saya melewati jalan tol ketika menjelang subuh, dan saya melihat begitu banyak serangga terbang mengerubungi lampu mobil anda. Selain laron ada juga beberapa jenis serangga terbang lainnya yang bersifat phototaxis alias selalu tertarik kepada cahaya. Saya tidak tahu mengapa mereka tertarik kepada cahaya, tapi yang jelas ketertarikan mereka sungguh amat besar.
Renovasi sebuah jembatan memerlukan banyak batu-batu berukuran besar. Karena itu batu-batu besar itu pun membuat jalan terganggu untuk waktu yang cukup lama. Setiap hari saya melewatinya dan melihat batu-batu itu menumpuk disana, dan saya pun berpikir bahwa seringkali baik disadari atau tidak dosa kita bisa begitu banyak sehingga akhirnya menggunung seperti tumpukan batu-batu itu. Batu yang berukuran besar dengan banyak sisi yang tajam, bisa melukai atau bahkan mengakhiri nyawa orang. Ironisnya, banyak orang yang lebih suka untuk mengangkat batu-batu berat tersebut dalam perjalanan hidupnya ketimbang membuangnya jauh-jauh dan hidup sebagai orang yang bebas. Maksud saya, sudah tahu dosa, masih juga terus dilakukan. Padahal dengan bertobat, menerima hidup baru, dipulihkan dan hidup dengan damai penuh kasih, itu jelas jauh lebih "ringan" dan akan membawa kita menuju keselamatan.
Sebaik-baiknya kondisi mata, kita harus mengakui bahwa mata kita memang terbatas kemampuannya dalam melihat. Anda akan kesulitan mengenali orang dari jarak pandang sekitar 100 meter. Anda akan sulit membaca tulisan yang letaknya sudah terlalu jauh dari jarak pandang normal. Belum lagi jika anda mengalami gangguan pada mata. Kacamata plus diperlukan apabila kita kesulitan melihat yang dekat, sebaliknya kacamata minus akan membantu bagi orang yang punya masalah dalam melihat jauh. Apabila ada hal-hal yang membatasi jarak pandang seperti asap, kabut dan sebagainya, maka jarak pandang kita pun akan menurun drastis. Mata kita tidak bisa tembus pandang, kita tidak bisa melihat apa yang ada dibalik sebuah tembok atau tirai dan benda-benda lain yang menyekat pandangan kita. Kita juga tidak bisa melihat masa depan dengan mata kepala sendiri. Kesimpulannya, dengan mata kita memang bisa melihat segala yang ada di bumi dan benda-benda langit sampai batas tertentu, tapi kita tetap tidak mampu melihat segala-galanya karena kemampuannya memang terbatas.
Bolehkah kita berdoa dan meminta agar Tuhan membantu kita keluar dari jepitan permasalahan yang tengah membelenggu kita? Tentu saja boleh. Tuhan sangat mengasihi kita dan akan selalu dengan senang hati mendengarkan doa permohonan anak-anakNya dan rindu untuk segera bergerak membawa kita keluar dari belenggu masalah dan menjadi merdeka. Lantas ketika tangan Tuhan turun melepaskan kita, bagaimana reaksi kita selanjutnya? Seharusnya kita pun mengingat kebaikan Tuhan yang telah melepaskan kita lantas bersyukur atas segala kasih dan pertolonganNya. Sayangnya pada kenyataannya tidak banyak orang yang ingat untuk mengucap syukur setelah mengalami itu semua. Mungkin sekedar ucapan terima kasih dalam satu atau dua doa, tapi kemudian langsung sibuk menikmati kebebasan dan lupa untuk terus bersyukur. Mereka seolah-olah berkata: "Sampai ketemu lagi pada masalah berikutnya, Tuhan.." alias "See You in the next problem, God!" Sementara apa yang seharusnya, bukan hanya dalam keadaan baik, tapi dalam keadaan buruk pun kita terus mengucap syukur pada Tuhan. Itu tepat seperti apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat Tesalonika "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18) yang sudah saya sampaikan pula dalam renungan terdahulu. Ini hal yang penting yang seharusnya kita lakukan, sesuai dengan apa yang Allah kehendaki untuk senantiasa kita lakukan dalam hidup kita. Ironisnya banyak yang lantas lupa untuk melakukan itu. Begitu bebas, mereka pun langsung terlena dalam kebebasan tanpa ingat lagi untuk tetap mengucap syukur kepada Tuhan.
Pernahkah anda merasa lidah anda kelu dan tidak mampu berkata apa-apa lagi karena beratnya persoalan yang tengah anda alami, meski anda sedang berada dalam sikap berdoa? Meski hati anda ingin berbicara kepada Tuhan, tetapi hanya air mata yang keluar tanpa ada satupun kata yang bisa diucapkan. Ketika tengah mengalami pergumulan atas satu atau beberapa masalah sekaligus yang berat, ada kalanya kita mengalami situasi seperti itu. Ada pula orang yang kesulitan dalam merangkai kata untuk diucapkan. Mereka tahu bahwa Tuhan merupakan jawaban, tetapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Ini tentu pernah dialami banyak orang, termasuk kita, terutama ketika tengah mengalami situasi sulit yang menyita pikiran dan perasaan serta membuat kita menderita. Kita tidak lagi bisa berpikir jernih dan mulai gelisah lalu stres. Jika ada diantara teman-teman yang tengah berhadapan dengan keadaan seperti ini, mengertilah bahwa Tuhan paham terhadap kesulitan anda. Tidak hanya sampai disitu saja, Dia pun telah menyediakan solusi yang bisa membantu kita dalam menghadapi persoalan, terutama persoalan berat yang membuat kita tidak lagi bisa menyampaikannya.
Jika anda pernah mengalami bagaimana Roh Kudus menolong anda untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak terpikirkan, anda tentu tahu bagaimana besarnya kuasa Roh Kudus itu. Saya pernah mengalami beberapa kali, dimana dalam momen-momen paling penting dalam hidup saya Roh Kudus bekerja dan membuat segala sesuatu menjadi jauh lebih mudah ketimbang yang saya duga. Beberapa kali dalam renungan-renungan dahulu saya pernah menuliskannya sebagai bentuk kesaksian saat kuasa Roh Kudus mengatasi logika manusia yang terbatas dalam menolong saya keluar dari masalah. Ada beberapa teman lain yang mengalami hal yang sama. Lihatlah sebuah contoh ketika salah seorang teman harus menyampaikan hal yang berat kepada anaknya. Ia bingung harus bagaimana. Ia tahu harus segera menyampaikannya, tapi di sisi lain ia tidak ingin melihat hati anaknya hancur. Ia kemudian berdoa dan terus berdoa, hingga di malam harinya ia merasa saat untuk menyampaikannya sudah tiba. Ia meminta agar Roh Kudus membimbing mulutnya dalam menyampaikan, menguatkan dirinya dan juga anaknya. Puji Tuhan, ternyata proses penyampaian itu berjalan lancar diluar perkiraan. Kuasa Roh Kudus memang mampu memberi pertolongan dan kemudahan jauh melebihi perkiraan kita.
Sikut menyikut antar politikus merupakan tontonan yang setiap hari bisa kita saksikan di televisi. Betapa mudahnya orang menyudutkan orang lain dan bertindak seolah-olah diri mereka paling bersih, paling jujur dan paling sempurna. Ini merupakan gambaran dari sikap manusia yang memang jauh lebih mudah untuk menunjuk orang lain ketimbang memeriksa diri sendiri. Padahal ketika kita menunjuk, satu jari menuju ke orang sementara ada tiga jari yang menuju ke diri kita sendiri bukan? Menilai keburukan orang lain itu sangat mudah. Yang sulit justru menilai diri sendiri. Ketika kita menilai keburukan orang lain, sudahkah kita memeriksa diri kita sendiri?
Ada banyak orang yang sepanjang hidupnya terus mengejar kesempatan untuk menimbun kekayaan. Mereka berpikir bahwa harta kekayaan itu bisa menjamin kebahagiaan dan kemakmuran. Emas dan perak tentu termasuk di dalamnya, bersama-sama dengan berbagai bentuk lainnya seperti uang dan lain-lain. Memang tidak salah jika kita mencari nafkah, bahkan menyimpannya dalam bentuk emas. Hanya saja kita perlu memperhatikan cara dan porsinya, serta untuk apa kita memilikinya. Jangan sampai harta malah membuat kita jauh dari Tuhan dan segala ketetapanNya, lalu membuat kita menghamba pada uang. Dan itu sudah diingatkan dalam Matius 6:24 "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lalu ingat pula ayat ini: "Janganlah kamu menjadi