=========================
"Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel."
Seberapa jauh ketakutan bisa menghantui kita dan membuat kita tidak nyaman dan terganggu? Rasa takut bisa membuat kita tidak bisa berpikir, gampang emosi, sulit tidur hingga merusak kesehatan. Rasa takut pun bisa menjauhkan kita dari Tuhan, membuat jarak yang merentang semakin panjang sampai-sampai kita tidak lagi bisa mendengar suara Tuhan atau merasakan kehadiranNya dalam hidup kita. Bagaikan seseorang yang terus berjalan menjauhi lawan bicaranya, semakin menjauh maka semakin kecil pula suara yang terdengar hingga lama-lama ia tidak lagi bisa mendengar apapun yang dikatakan lawan bicaranya diseberang sana. Seperti itulah perasaan takut, cemas atau kuatir yang terus dibiarkan merongrong perasaan kita. Memang benar, ada saat dimana rasa takut itu bisa muncul ketika kita menghadapi sebuah atau beberapa masalah, atau ketika menghadapi situasi tak pasti. Solusi tidak terlihat, sementara kita harus terus berhadapan dengan masalah tersebut dari detik ke detik. Jika kita terus membiarkan diri kita dicekam perasaan takut, maka rasa takut ini akan terus menggali jarak antara kita dengan Tuhan sehingga pada suatu ketika nanti kita tidak lagi bisa mendengarnya dan merasa bahwa Tuhan meninggalkan kita sendirian bahkan kemudian menjadi sinis dengan menuduh Tuhan bertindak kejam dan tidak adil terhadap kita.Beberapa tokoh besar Alkitab pernah mengalami hal seperti ini dalam pergumulan mereka masing-masing. Ayub pernah mengalami kepahitan terhadap Tuhan. Lihat apa yang pernah ia katakan: "Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya. Bila cemeti-Nya membunuh dengan tiba-tiba, Ia mengolok-olok keputusasaan orang yang tidak bersalah." (Ayub 22:23). Atau lihatlah bagaimana Daud meratap ketika ia berada dalam pergumulan. "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1), "...janganlah berdiam diri terhadap aku..."(28:1), "Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!" (54:4), "Berilah telinga, ya Allah, kepada doaku, janganlah bersembunyi terhadap permohonanku!" (55:2). Begitu sulitnya dunia yang kita jalani hari ini mengakibatkan banyak orang mulai kehilangan arah dan goyah imannya. Apakah benar Allah tidak sanggup mengangkat anak-anakNya keluar dari kesulitan? Tentu saja Tuhan sanggup. Tidak ada hal yang mustahil bagi Dia, tidak ada hal yang mustahil yang tidak sanggup Dia lakukan bagi orang percaya. Sesungguhnya Tuhan selalu perduli dan tidak pernah lengah dalam memperhatikan kita. Alkitab dengan jelas berkata: "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel". (Mazmur 121:4).
Tuhan tetap ada mengawasi dan melindungi kita. Dia rindu untuk terus memberkati kita, bahkan menjanjikan posisi sebagai ahli waris KerajaanNya kepada semua orang yang mengasihiNya seperti apa yang tertulis dalam Yakobus 2:5. "Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?" Ketika hari-hari yang sulit ini tidak lagi bisa cukup disikapi dengan hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri atau orang lain, inilah saat yang tepat bagi kita untuk menyadari bahwa tanpa Tuhan kita tidaklah mampu berbuat apa-apa. Di sinilah kita harus menyadari bahwa kita harus mengandalkan kekuatan Tuhan, Raja dari Kerajaan yang tidak tergoncangkan. Membiarkan rasa takut terus tumbuh dalam hidup kita tidak akan pernah membawa manfaat apapun. Justru itu akan semakin memperbesar jarak antara kita dengan Bapa yang baik dan setia, dan itu akan membuat segalanya justru bertambah runyam. Karena itu kita harus mengatasi rasa takut kita dengan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berseru kepada Tuhan dan harus senantiasa membangun hubungan yang semakin intim lagi dengan Tuhan. Tuhan tidak pernah lengah. Dia tidak pernah tertidur dalam menjaga kita, Israel secara rohani. Dia lebih dari sanggup untuk menurunkan mukjizatNya dan segera melepaskan anda dari himpitan beban masalah seperti apapun. Yang Dia perlukan hanyalah iman kita. Iman yang teguh, tidak goyah dalam kondisi apapun, dan tetap percaya dengan pengharapan penuh akan kuasa Tuhan.
Kita selanjutnya bisa melihat apa yang terjadi pada saat Yesus ada di dalam perahu bersama murid-muridNya ditengah badai dalam Matius 8:23-27. Benar, disana dikatakan Yesus tengah tidur di buritan. Dan pada saat itu murid-muridNya sempat panik menghadapi terjangan badai. (ay 24) Apakah itu berarti bahwa Tuhan tertidur dan lengah? Tentu saja tidak. Yesus tidak berkata, "maaf, Saya ketiduran.." atau "maaf saya lengah", tapi Yesus malah menegur murid-muridNya. "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali." (ay 26). Perhatikan bahwa situasi seperti apapun bukanlah menjadi masalah sulit bagi Tuhan. Tuhan justru menantikan reaksi dari kita untuk membangun sebuah hubungan yang didasari rasa percaya yang kokoh dan terus menjalin komunikasi yang baik dengan Dia.
Firman Tuhan berkata: "Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!" (Yeremia 17:5). Itulah yang terjadi apabila kita terus mengandalkan kekuatan sendiri sedang hati kita semakin menjauh dari Tuhan. Di saat seperti inilah kita harus mulai belajar untuk mengandalkan Tuhan lebih dari apapun juga. Kita harus mampu menyadari bahwa di dalam Tuhan ada pengharapan yang tidak pernah padam. Janji-janji Tuhan tidak akan ada yang sia-sia. Tuhan tidak akan pernah ingkar janji dan semuanya pasti Dia genapi. Imanilah hal itu dengan sungguh-sungguh, dan teruslah dekat padaNya dengan penuh rasa percaya. Dalam Mazmur dikatakan: "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23). Lalu ada pula tertulis "Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku." (63:7-9), dan juga "TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." (37:23). Ini semua adalah janji Tuhan yang berlaku bagi siapapun yang mengasihi Dia dengan iman yang teguh. Dalam Mazmur kemudian kita bisa menemukan sebuah pesan yang sangat indah, bahwa Tuhan akan selalu ada bagi kita semua yang setia dan berharap padaNya. (31:24-25). Masalah seperti apapun boleh datang, namun percayalah Tuhan sanggup melepaskan anda dari jeratan badai seganas apapun. Karenanya kalahkan rasa takut dengan iman anda, berpeganglah kepada Tuhan, Sang Penjaga Israel.
Tuhan tidak pernah lengah menjaga anak-anakNya yang selalu mengasihi Dia dengan setia dan dengan iman yang teguh
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
"Bakat musiknya mengalir dari kedua orang tuanya yang merupakan musisi terkenal pada jamannya, dan lebih jauh lagi dari kakeknya yang juga aktif di dunia musik di tahun 50an." Demikian bunyi profil seorang artis pada suatu kali. Kesuksesan seseorang seringkali dipandang orang lain sebagai buah dari keberhasilan didikan yang dimulai dari beberapa generasi sebelumnya. Bakat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Jika kita sukses maka orang tua kita pun akan turut harum namanya, bahkan kakek dan nenek kita juga akan dipuji orang, sebaliknya apabila kita berbuat sesuatu yang tidak baik maka orang tua dan beberapa generasi sebelumnya bahkan nama keluarga pun bisa turut tercemar. Betapa seringnya seorang anak nakal yang berbuat onar akan dinilai dari orang tuanya. "Bandel sekali, anak siapa sih itu?" Komentar seperti ini sering kita dengar, dan itu tidaklah heran. Anak kecil bagaikan buku tulis kosong yang isinya akan tergantung dari apa yang dituliskan oleh ayah dan ibunya atau bahkan kakek dan neneknya di dalamnya. Meski anak-anak akan memiliki sifat-sifat tersendiri, namun bagaimana orang tua mendidik anak akan sangat menentukan seperti apa mereka kelak pada saat menginjak dewasa.
Musik adalah sesuatu yang progresif dan dinamis. Bayangkan betapa membosankannya apabila musik yang kita dengar sama saja sejak jaman batu sampai hari ini. Playlist yang ada di komputer kita, ipod, telepon genggam dan berbagai perangkat lainnya pun akan terus berganti seiring berjalannya waktu. Tentu saja ada beberapa lagu yang sangat kita sukai atau mungkin sangat berkesan sehingga kita tidak bosan-bosan mendengarkannya bertahun-tahun, tetapi secara rata-rata tentu lagu-lagu yang kita dengar pun berganti dari masa ke masa. Jenis musik tiap dasawarsa pun berganti. Coba dengarkan lagu tahun 90an, itu sudah terasa kuno bagi kita apalagi jenis musik pada dasawarsa-dasawarsa sebelumnya. Padahal pada masanya lagu-lagu itu tentu terdengar modern, menggantikan jenis pada periode sebelumnya. Seperti itulah progresif dan dinamisnya musik. Lagu yang anda dengar hari ini akan terasa usang beberapa waktu lagi, digantikan lagu baru yang akan pula menjadi usang setelah sekian masa.
Musik adalah sebuah bagian dari seni yang tidak pernah statis. Musik selalu berkembang, dinamis dan sangat progresif. Setiap saat ada jenis musik baru yang akan selalu menghibur diri kita. Lagu baru terus hadir setiap hari. Saya tidak bisa membayangkan seandainya Tuhan tidak menciptakan musik sama sekali. Memang manusia yang bermain musik, menyanyi dan terus mengembangkan musik secara progresif, tetapi bukankah semua itu pun Tuhan yang menyediakan sebagai sebuah anugerah tersendiri yang luar biasa indahnya? Musik sudah menjadi bagian hidup saya sejak lahir, dan musik tidak pernah gagal menghibur hati saya. Musik bagi saya punya makna yang sangat besar, saya yakin teman-teman pun beranggapan demikian. Tetapi ingatlah bahwa nyanyian bukan hanya untuk menghibur kita saja, tetapi akan sangat baik jika dipakai pula sebagai sarana pujian dan penyembahan untuk Tuhan.
Anda tentu masih ingat lagu-lagu perjuangan yang sering dinyanyikan oleh para pejuang dalam membela tanah air di masa perang dahulu. Maju Tak Gentar, Hari Merdeka, Halo-Halo bandung dan lain-lain pada masa itu sering dinyanyikan untuk membangkitkan semangat juang dalam menghadapi penjajah, dan hingga hari ini kita masih mengenal baik lagu-lagu tersebut. Di setiap negara tentara pun sering bernyanyi sembari berlatih agar mereka tetap bersemangat setiap waktu. Lagu atau nyanyian bagi saya yang berkecimpung di dunia musik merupakan salah satu anugerah terindah dari Tuhan. Saya sulit membayangkan bagaimana keringnya hidup ini tanpa adanya lagu. Bagi banyak orang lagu memberi hiburan, tapi lagu juga bisa berfungsi lebih dari sekedar hiburan. Ada beberapa artis yang bisa membuat komposisi-komposisi begitu indah sehingga ketika mendengarkannya serasa tengah mengagumi potret atau lukisan. Bagi para pejuang atau tentara lagu bisa menaikkan semangat dan keberanian. Lagu yang kita sukai bisa menjadi cerminan siapa diri kita dan apa isi hati kita. Jelaslah bahwa lagu memiliki makna yang jauh lebih banyak ketimbang sekedar hiburan. Bagi Tuhan pun ternyata lagu-lagu pujian yang diberikan kepadaNya bermakna sangat besar. Tuhan menyukai musik dan lagu, sehingga lagu pujian kita kepada Tuhan bisa membawa perubahan besar dalam hidup kita, bahkan saya bisa berkata bahwa lagu pujian itu mendahului atau membawa kemenangan.
Semengantuk-mengantuknya saya dan semepet-mepetnya jadwal temu janji, mengajar atau kegiatan lainnya di pagi hari, saya selalu harus memastikan terlebih dahulu bahwa saya sudah benar-benar sadar sebelum melakukan aktivitas apalagi mengemudi. Karena itu saya selalu memasang alarm beberapa jam sebelumnya agar saya punya waktu untuk memulihkan kesadaran sepenuhnya sebelum mulai bersibuk-sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Kalaupun sekiranya saya kebablasan tidur, adalah jauh lebih baik terlambat ketimbang mengambil keputusan untuk pergi kemana-mana dalam kondisi setengah sadar. Saya tidak mau gegabah dan main-main mengenai hal kesadaran penuh, meski sebagian orang menganggapnya sebagai sesuatu yang normal, wajar, biasa atau manusiawi. Seorang teman dosen pernah terjatuh di jalan raya ketika mengendarai motor karena ia mengantuk. Keadaan mengantuk membuatnya tidak awas sehingga motornya masuk menghantam sebuah lubang. Ia pun terbanting ke atas aspal. Untunglah ia hanya cedera ringan saja. Tapi bayangkan seandainya tangan atau kakinya patah, atau yang lebih parah lagi tergiling kendaraan lain yang berada dibelakangnya, apa jadinya?
Seorang Pendeta pernah bercerita bahwa ada beberapa gereja yang mewanti-wanti terlebih dahulu agar kotbah yang dibawakan jangan sampai terdengar menyindir atau memakai topik teguran Tuhan yang keras. "Yang berkat-berkat sajalah..dan jangan lupa pakai banyak humor, supaya jemaat tidak mengantuk." kata salah satunya kepada si bapak Pendeta ini. Ia pun geleng-geleng kepala karena di gereja-gereja seperti ini, ibadah Minggu bukan lagi momen dimana kita bisa mendengar pesan Tuhan lewat hambaNya, tetapi sudah berubah menjadi sebuah panggung hiburan yang hanya ditujukan untuk memuaskan "penonton", terutama memuaskan telinga mereka.
Tengah asyik-asyiknya mengetik, tiba-tiba listrik di rumah padam. Istri saya lalu mengambil beberapa buah lilin, meletakkan lilin-lilin itu pada tempatnya dan kemudian menyalakannya agar rumah tidak gelap gulita. Ia mempunyai posisi-posisi sendiri untuk meletakkan lilin, seperti di atas rak di ruang tamu, di atas meja kerja saya dan di atas rak di kamar tidur. Jika anda menyalakan lilin dalam situasi yang sama, tentu anda juga meletakkannya pada tempat-tempat seperti itu. Tidak akan ada orang yang menyalakan lilin lalu diletakkan di tempat tertutup atau terhalang sesuatu, seperti di bawah tempat tidur, dalam peti dan sebagainya. Disana lilin tidak akan bisa berbuat banyak untuk menghalau gelap dan menggantikannya dengan terang yang ia miliki. Lilin itu hanya akan berfungsi baik menerangi kegelapan apabila diletakkan di posisi terbuka yang cukup tinggi. Jika anda pegang tempat lilin dan anda angkat ke atas di dalam ruang yang gelap, disanalah lilin itu akan mampu menerangi ruang yang gelap gulita. Lilin berfungsi sebagai alat penerang, tetapi dimana kita menempatkannya akan menentukan apakah lilin itu bisa berfungsi maksimal atau sebaliknya.
Air muka seperti apa yang mendominasi wajah kita saat ini? Apakah senyum lebih banyak, atau cemberut atau muka dingin yang justru lebih sering muncul? Satu hal yang pasti, kerap kali air muka kita bisa mempengaruhi suasana di tengah-tengah lingkungan di mana kita berada. Ketika kita hadir kita bisa membuat suasana menjadi ceria, atau justru sebaliknya, kehadiran kita seolah membawa awan kelabu dan langsung membuat suasana menjadi suram dan muram. Apakah orang lain menjadi bersemangat dan gembira lewat kehadiran kita, atau malah langsung membuat orang menjadi malas serta kehilangan gairah? Sadar atau tidak, air muka yang kita tunjukkan kepada lingkungan sekitar kita akan sangat berpengaruh terhadap suasana. Ramahkah, bersahabatkah, mudah tersenyum kah, atau angkuh, kaku dan tidak menunjukkan sikap bersahabat, semua itu bisa tergambar dari raut muka kita. Apakah bibir kita melengkung ke atas atau melengkung ke bawah, apa yang terlihat itu bisa menentukan situasi di sekitar kita. Ada banyak anak yang ketakutan melihat ayahnya karena setiap ayahnya pulang raut mukanya tidak pernah senyum dan selalu terlihat seperti marah. Mendengar suara mobil saja anak-anak sudah berlari ke kamarnya masing-masing dan segera pura-pura tidur karena ketakutan. Di kantor pun demikian. Apa yang anda rasa jika pimpinan anda memiliki wajah yang ketus dan dingin? Bandingkan dengan pimpinan yang ramah, suka tersenyum dan mau menyapa bawahannya. Ini gambaran sederhana mengenai pengaruh air muka terhadap lingkungan sekitar. Sesuatu yang sepele, tapi seringkali tidak kita sadari dampaknya terhadap orang-orang disekitar kita.
Hari ini saya masih ingin bercerita mengenai pengalaman saya dalam berlibur ke pulau Penang beberapa waktu lalu. Pada suatu malam saya dan istri pergi ke sebuah gerai pujasera dengan banyak stal makanan berjejer di sekeliling tempat. Setelah kami kenyang makan, ternyata ada sebuah lagi pojok makanan yang kembali menarik perhatian istri saya. Lalu kami pun menuju kesana. Penjualnya adalah seorang bapak tua yang ternyata sangat menyenangi pekerjaannya. Dia dengan bersemangat menerangkan makanan yang dijualnya. Apa saja isinya, bumbunya, sampai rasanya. Ia bahkan memberi kami kesempatan untuk mencicipinya tanpa kami minta terlebih dahulu. Semangatnya menjual membuat kami kemudian memesan satu untuk dibungkus pulang. Kembali dengan bersemangat ia menyarankan kami untuk memakannya ditempat karena menurutnya akan jauh lebih nikmat untuk dimakan langsung ketimbang dibungkus dan dibawa ke hotel. Kami yang sudah kenyang pun kemudian menghabiskan sepiring berdua sambil ditemani oleh si bapak penjual yang terus bercerita macam-macam dengan ramahnya. Setelah selesai ia masih memberi diskon harga tanpa diminta. Untuk teman harga spesial, katanya sambil tertawa. Padahal kami baru saja mengenalnya kurang dari setengah jam. Bapak tua ini menunjukkan sebuah service excellence, going extra mile, yang semakin lama semakin jarang kita temui dalam bisnis modern terutama di negara ini.
Ketika berlibur di pulau Penang Malaysia saya dan istri duduk melepas lelah di sebuah pinggiran pantai di suatu senja. Ada banyak orang yang duduk disepanjang lokasi yang memang menyediakan tempat bersantai itu. Kemudian lewatlah seorang pria paruh baya mengendarai motor secara perlahan dengan banyak koran bergelantungan di dekatnya. Sepertinya ia bertugas sebagai loper koran yang menyalurkan koran terbitan sore ke gerai-gerai di sekitaran pantai. Sepanjang jalan ia terus menyapa orang yang dilewatinya. "Hello..", "Have a Nice Day", "Enjoy your stay" katanya sambil tersenyum kepada orang-orang disana yang sebagian besar merupakan turis seperti saya. Disaat orang berlibur duduk di pinggir pantai, ia harus bekerja membawa begitu banyak koran. Tapi itu tidak membuatnya bersungut-sungut. Ia tersenyum bahagia dan menyapa orang yang dilaluinya dengan ramah. Ini sebuah pemandangan yang bagi saya mencerahkan. Ketika banyak orang yang mengeluh karena harus membanting tulang, pria paruh baya ini memilih untuk bersukacita sambil menyapa orang-orang yang tidak ia kenal dengan ramah. Sukacita ternyata tidak tergantung dari besar kecilnya pendapatan dan capai tidaknya kita bekerja. Sukacita bukan tergantung dari kenyamanan atau kemewahan hidup. Sukacita pun tidak bergantung pada ada tidaknya masalah. Sukacita adalah masalah hati, dan itu adalah pilihan.
Sebuah film yang baru saja saya tonton dalam sebuah adegannya mengisahkan sang tokoh yang tengah tersesat di sebuah jalan kosong. Ia berusaha memperoleh tumpangan dari kendaraan yang lewat agar bisa mencapai kota terdekat untuk melanjutkan perjalanannya. Ia mengacungkan jempolnya tetapi semua kendaraan berlalu begitu saja tanpa mempedulikan dirinya. Itu gambaran dari sikap manusia saat ini. Di jaman modern ini manusia semakin berubah menjadi individualis yang tidak lagi peduli terhadap orang lain yang tidak mereka kenal. Di kota besar hampir tidak lagi mungkin untuk mendapatkan tumpangan, persis seperti apa yang digambarkan film tadi. Memang kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya untuk tidak memberi tumpangan, karena ada banyak orang jahat pula yang berpura-pura seperti itu untuk melancarkan aksi jahatnya. Karena itulah saya merasa kagum terhadap seorang ibu di gereja saya yang dengan murah hati sering memberi tumpangan bahkan terhadap orang-orang yang tidak ia kenal tanpa terkecuali. Saya sempat bertanya, "Tidak takut bertemu orang jahat, bu?" Ia tertawa dan berkata, "Saya hanya menjalankan kewajiban saya sebagai pengikut Kristus..soal jahat atau tidak, Tuhan pasti jaga saya." Ibu itu melakukan panggilannya dengan senang hati. Dan Alkitab sudah mengingatkan kita untuk tidak berat dalam memberi tumpangan atau bantuan. Bahkan dikatakan bisa jadi pada suatu ketika kita malah menjamu malaikat dalam melakukannya tanpa kita ketahui.
Beberapa waktu yang lalu saya mengambil cuti sejenak untuk berlibur bersama istri ke Penang, Malaysia. Betapa kagumnya saya melihat sistim transportasi yang tertata rapi di sana. Tidak sulit sama sekali untuk pergi kemana-mana dengan menggunakan bus yang biayanya sangat murah. Karenanya kami pun pergi kemana-mana dengan menggunakan bus. Pada suatu kali di malam hari bus yang kami naiki penuh sesak. Saya dan istri beruntung masih sempat memperoleh tempat duduk sebelum bus menjadi penuh dengan masuknya banyak penumpang lainnya. Diantara penumpang itu terdapat seorang nenek tua yang jalannya tertatih-tatih. Ia tampaknya sendirian saja memasuki bus. Karena penuh, ia pun bersiap-siap untuk berpegangan saja. Saya memilih untuk berdiri dan mempersilahkannya duduk di kursi saya. Ia sangat senang dan berkali-kali mengucapkan terima kasih. "Jarang sekali ada yang peduli kepada orang tua seperti saya", katanya dengan bahasa yang patah-patah. Perjalanan masih lumayan jauh, saya harus berdiri sambil menenteng tas ransel berat dan banyak barang bawaan. Apakah saya menyesal karena otomatis menjadi kecapaian setelahnya? Tidak, saya justru merasa bersuka cita. Apakah saya kemudian merasa menjadi superhero alias pahlawan dengan berbuat itu? Sama sekali tidak. Apakah saya berbuat itu untuk sok baik atau sok hebat? Sama sekali tidak terpikir sedikitpun. Apa saya melihat-lihat dulu siapa ibu, apa latar belakang, suku atau kepercayaannya sebelum saya beri kursi saya? Nope, tidak sama sekali juga. Apa yang saya lakukan hanyalah sebagian kecil dari kewajiban yang sudah seharusnya dilakukan oleh anak-anak Tuhan. Yesus mengorbankan diriNya di atas kayu salib demi saya, anda dan juga ibu itu, tanpa memandang latar belakang dan lain-lain, termasuk seberapa besar dosa kita di masa lalu. Jika Yesus rela mengorbankan nyawaNya demi saya, apa yang saya lakukan untuk ibu itu hanyalah sepersejuta atau sepersemiliar kecilnya dibandingkan pengorbanan Tuhan sendiri buat saya. Dan saya yakin dua ratus persen, seandainya Yesus tengah berada disana, Dia pasti akan memberikan tempat duduknya dengan senang hati dan memberkati ibu itu.