=====================
"Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia."
Cobalah bandingkan bedanya harga peralatan dapur yang terbuat dari kayu dengan yang dari logam. Semakin tinggi kelas logamnya, maka jelas harganya pun semakin meningkat pula berkali-kali lipat. Apalagi jika terbuat dari perak atau bahkan emas, maka harganya selangit. Bukan hanya dari segi kemewahan saja, tetapi mutunya tentu sebanding pula dengan harga. Harga yang terbuat dari kayu memang murah, tetapi daya tahannya tentu tidak sekuat yang terbuat dari logam. Bukan hanya peralatan dapur, tetapi berbagai perabotan, perkakas atau benda-benda lainnya hal yang sama juga berlaku. Yang jelas kita tentu bisa memanfaatkan peralatan dengan mutu baik secara lebih jauh dan lebih lama dibandingkan sesuatu yang memakai bahan seadanya dan tidak tahan lama. Apabila contoh peralatan dapur dan perabotan rumah tangga di atas kita aplikasikan dalam hal melihat kualitas hidup kita, dimana kita saat ini berada? Apakah kita berada pada deretan perabot perak atau emas yang berkualitas sehingga bernilai tinggi atau hanya terpuruk di bagian perabotan kayu yang akan cepat lapuk dan tidak bakal tahan lama? Itu akan mengarah pada pertanyaan berikutnya yang lebih spesifik, apakah kita rindu untuk memperoleh kemuliaan masuk dalam KerajaanNya atau akan bahagia cukup dengan sekedar lolos dari lubang jarum saja atau sekedar menjadi pelengkap penderita? Apakah kita ingin memperoleh mahkota kehidupan atau cukup hadiah hiburan saja? Apa sebenarnya yang diinginkan Tuhan untuk kita?
Tuhan jelas tidak menginginkan kita berkualitas pas-pasan. Tuhan siap mengangkat kita menjadi kepala dan bukan ekor, Dia siap membawa kita untuk tetap naik dan bukan turun, seperti bunyi FirmanNya dalam Ulangan 28:13. Tuhan sudah mengatakan bahwa Dia menyediakan rancangan terbaik, penuh dengan damai sejahtera untuk hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11). Mengacu pada kerinduan hati Tuhan ini dikaitkan dengan ilustrasi di atas, apakah kita sudah menyadari bahwa kita Dia kehendaki untuk menjadi perabot emas dan perak, bukan sekedar kayu dan tanah saja?
Paulus menyinggung hal ini secara khusus dalam suratnya kepada Timotius. "Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia." (2 Timotius 2:20). Dalam Kerajaan akan terdapat perabot-perabot mulai dari emas, perak sampai kayu dan tanah liat. Siapa kita nanti disana? Apakah itu tergantung takdir? Sama sekali tidak. Tuhan justru ingin kita semua untuk bisa menjadi perabot dari emas dan perak! Jika demikian, itu semua tergantung kita sendiri untuk menentukan kita untuk menjadi jenis yang mana. Tuhan ingin kita menjadi emas dan perak, tetapi jika kita tidak serius menanggapinya kita bisa berakhir sebagai kayu atau tanah. Masih mending jika kayunya bagus sehingga bisa dibuat menjadi perabot yang baik, atau tanah yang berkualitas sehingga masih bisa dibentuk menjadi pot. Tapi bagaimana jika kita berakhir menjadi kayu yang lapuk atau tanah yang tidak bisa diapa-apakan, sehingga ujung-ujungnya kita hanya akan dibuang ke perapian?
Lantas bagaimana caranya? Untunglah ketika Paulus menyinggung mengenai kiasan tentang perabot ini dia juga membeberkan caranya. Perhatikan ayat selanjutnya: "Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia." (ay 21). Ini berhubungan dengan ayat sebelumnya: "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan." (ay 19). Menyucikan diri dari kejahatan, itulah yang akan membuat kita bisa menjadi perabot-perabot dari emas dan perak berkualitas tinggi. Hidup suci, hidup kudus, itu harus terus kita lakukan agar kita layak dipakai untuk setiap pekerjaan mulia. Dalam ayat-ayat selanjutnya kita bisa mendapat penjabaran lebih lanjut dari Paulus akan hal ini. "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran." (ay 22-23). Jangan mengejar nafsu orang muda tetapi kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai. Jangan mencari masalah karena itu tidak ada gunanya alias sia-sia, dan bersekutulah dengan saudara-saudara seiman. Selanjutnya kita juga diingatkan agar jangan bertengkar tetapi jadilah ramah dan sabar (ay 24), lemah lembut kepada orang-orang yang sulit agar hati mereka bisa terpanggil untuk mengenal kebenaran. (ay 25). Menyucikan diri, itulah intinya yang artinya sama dengan mematikan semua kedagingan yang masih melekat mengotori diri kita. Dalam surat Kolose kita bisa membaca: "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah (atas orang-orang durhaka)". (Kolose 3:5-6). Lalu, "Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya." (ay 8-10). Semua ini dikatakan berlaku kepada siapapun. (ay 11). Apabila terasa sulit, jangan lupa bahwa kita punya Roh Kudus di dalam diri kita yang akan dengan senang hati membantu proses penyucian diri ini. Ingatlah bahwa Roh Kudus tinggal di dalam orang-orang percaya (Roma 8:11) dan akan terus bekerja untuk menyucikan kita. (Roma 15:16).
Ada banyak di antara orang percaya yang sudah merasa puas untuk menjadi perabot dari kayu dan tanah. Di sisi lain ada pula yang tidak mencukupi syarat untuk menjadi perabot emas dan perak. Tidak cukup setia, tidak mau memisahkan diri dari berbagai pengaruh yang membawa kecemaran, tidak mau berpaling dari keduniawian untuk berjalan di jalan yang benar bersama Tuhan. Tuhan tidak menghendaki kita untuk berakhir seperti itu. Tuhan siap memakai kita untuk maksud mulia, tetapi kita harus terlebih dahulu menyucikan diri kita. Itulah yang sesungguhnya menjadi panggilan Tuhan buat kita semua, dan seperti itulah kita seharusnya. Jangan berhenti untuk terus berbenah meningkatkan kualitas diri dan iman kita. Ijinkanlah Roh Kudus untuk terus bekerja atas diri kita sehingga kita bisa menjadi perabot bernilai tinggi terbuat dari logam mulia.
Jangan puas hanya menjadi perabot kayu dan tanah, tetapi tingkatkan terus hingga bernilai seperti emas dan perak
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Agaknya kata terima kasih yang kita pakai untuk menunjukkan apresiasi atas pemberian seseorang sangatlah tepat. Kata terima kasih secara harafiah berarti kita menerima kasih dari seseorang yang memberi sesuatu kepada kita. Dan itu sangatlah tepat dalam merespon sebuah pemberian seperti apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan. Lalu untuk menjawab ucapan terima kasih, kita membalas dengan kata "kembali", yang menunjukkan penghargaan kembali atau memberikan kasih kembali kepada orang yang menyatakannya. Kata terima kasih menunjukkan bentuk kasih yang saling berbagi diantara yang memberi dan yang menerima. Seandainya hal ini terjadi pada semua manusia di muka bumi ini, bayangkan betapa indahnya kehidupan semua manusia. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada iri hati, egoisme dan sebagainya. Only love and nothing but love. Tidakkah itu sangat indah?
Jika anda menggunakan Blackberry, anda tentu tahu betapa besarnya kebutuhan smart phone ini akan sumber daya. Baterainya relatif tidak sanggup bertahan lama terutama jika anda sangat aktif berhubungan lewat aplikasi instant messaging atau punya beberapa group di dalamnya yang aktif. Betapa seringnya saya melihat orang sibuk mencari colokan listrik agar Blackberry nya bisa bertahan hidup baik di restoran, cafe dan sebagainya. Demikian pula dengan gadget atau peralatan-peralatan yang menggunakan listrik lainnya. Kita selalu membutuhkan sumber daya agar semua itu bisa beroperasi. Jika listrik padam, maka kita akan bingung tidak tahu harus melakukan apa, karena kita hidup di jaman yang serba elektronik.
Ada seekor kodok yang secara tidak sengaja masuk ke dalam rumah saya. Saya pun berusaha menangkap tanpa menyakitinya untuk kemudian dikembalikan ke luar, ke alam dimana ia seharusnya berada. Tapi ternyata kodok itu cukup cekatan. Ia terus melompat kesana kemari dan terlihat panik, seolah saya ingin melakukan sesuatu yang jahat terhadapnya. Pada suatu ketika ia pun terperangkap di pojokan, dimana kedua sisinya langsung saya sekat dengan karton dan lubang satu-satunya untuk keluar tertutup oleh tubuh saya. Kodok itu terlihat diam dan menempel di sudut dinding. Akhirnya saya berhasil menangkapnya dan kemudian melepaskannya kembali di kebun. Ia pun kembali melompat dengan bebas, dan itu tentu lebih baik baginya karena ia berada di habitat dimana sang kodok seharusnya berada.
Hari ini saya melihat sebuah stiker yang bertuliskan 'blessed is the patient man' di sebuah mobil yang meluncur tepat di depan saya. Di Indonesia sendiri ada pepatah yang berbunyi: 'sabar itu subur'. Saya pun teringat akan salah satu nasihat penting dari ayah dan ibu saya sejak saya masih kecil agar menjadi orang sabar, baik dalam menanti seseorang, menanti keberhasilan atau dalam menghadapi masalah. Pesan ini saya dapati sangat bermanfaat terutama setelah saya berkeluarga dan berdiri di atas kaki sendiri. Semakin lama kenyataannya kita semakin butuh dengan yang namana kesabaran. Contoh kecil saja, kita seringkali harus menguji kesabaran ketika berada di jalan raya, baik ketika menghadapi kemacetan maupun ketika di depan kita ada kendaraan yang sepertinya tidak tahu tata krama berlalu lintas yang baik. Kita harus sabar dalam menunggu antrian, kita harus sabar ketika emosi kita terpancing oleh sesuatu hal, kita harus sabar dalam menanti hasil dalam usaha kita, dan ada banyak lagi contoh kesabaran yang teraplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan dunia seperti itu, dalam kehidupan rohani pun sebenarnya sama. Kenyataannya, ada banyak orang yang justru gagal bukan karena mereka tidak hidup baik melainkan karena sumbu kesabaran mereka terlalu pendek. Ketidaksabaran akan membawa kita untuk mengambil keputusan-keputusan yang terburu-buru, yang kerap mengarah kepada sesuatu yang keliru. Oleh karena itu kesabaran merupakan hal yang mutlak kita butuhkan agar bisa berhasil dan menuai berkat-berkat Tuhan tepat seperti yang Dia janjikan.
Berjuang dalam dunia yang sulit, mau tidak mau kita harus berjuang lebih dari normal. Apakah anda merasakannya hari-hari ini? Dalam situasi yang tidak menentu dan keadaan ekonomi sulit yang hampir merata di seluruh dunia terkadang kita tidak tahu lagi bagaimana menyikapinya. Seorang teman bercerita mengenai bagaimana sulitnya menyikapi kondisi ekonomi yang sulit ini dalam usahanya. Menurutnya, sekedar serius saja sudah tidak lagi cukup. Ia harus jauh lebih pintar dari dulu untuk bisa tetap bertahan di iklim sulit seperti sekarang ini. Ada kalanya situasi memang seperti itu. Bukan kitanya yang tidak serius atau main-main, tetapi memang lingkungan atau bahkan dunianya yang sedang kacau.
Dimanapun kita hidup, dan kapan pun masanya, kita akan terus berhadapan dengan orang-orang yang gemar mengejek, menyindir atau menghina. Mereka melakukan itu seolah tidak peduli terhadap perasaan orang lain. Mereka melakukannya tanpa rasa bersalah dan dengan sangat mudah. Ada lagi orang yang hanya tahu melihat hal yang buruk tetapi tidak pernah bisa memuji hal yang baik. Orang seperti ini akan dengan ringan mengkritik sepedas mungkin seolah hanya merekalah yang paling benar dan ditangan mereka semuanya sudah pasti menjadi lebih baik. Saya bukan menganjurkan kita menjadi orang-orang yang anti kritik. Sama sekali tidak. Tetapi kita harus berhati-hati terhadap bentuk-bentuk kritik atau ejekan yang tidak membangun yang bisa jadi membuat mental kita hancur berantakan. Masalahnya, kita tidak bisa setiap saat menghindari orang-orang yang bersifat seperti ini dimanapun kita berada. Tidak tertutup pula kemungkinan kita mengalami itu di dalam keluarga sendiri selama bertahun-tahun, baik antara suami-istri, orang tua-anak atau antar saudara. Di sekolah, di kampus, di tempat kerja dan lain-lain, tidak satupun tempat yang bisa seratus persen bebas dari orang-orang yang gemar mengejek seperti ini. Terkadang hinaan bisa keluar secara spontan, yang menghina sudah lupa, tapi yang dihina bisa merasakan dampaknya dalam waktu lama dan tidak jarang mengakibatkan kepahitan.
Ada sebuah peribahasa yang berbunyi bagai kacang lupa kulit. Peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan sikap orang yang melupakan asal usul dan jasa dari orang yang pernah membesarkan mereka. Kita bisa menjumpai orang-orang yang bagai kacang lupa kulit di setiap jaman, sejak dahulu kala hingga kini, yang menunjukkan bahwa sikap ini merupakan salah satu sikap negatif manusia yang tidak ada habisnya. Tidak jarang kita mendengar orang-orang yang kemudian tega meninggalkan atau bahkan menelantarkan orang tuanya ketika mereka sudah sukses. Mereka lupa bahwa mereka dibesarkan dengan segenap daya upaya yang tidak jarang memerlukan pengorbanan luar biasa. Tapi ketika sudah sukses, orang tua malah dianggap merepotkan. Penuhnya panti jompo menjadi salah satu bukti mengenai hal ini. Terlepas dari ketidaksanggupan sang anak untuk mengurus masa-masa hidup orang tuanya menjelang akhir karena karir dan kesibukan mereka, kenyataannya ada banyak yang membiarkan orang tuanya di panti jompo karena malas bahkan merasa jijik untuk mengurus mereka. Kita sering mendengar artis-artis yang melupakan orang yang berjasa dalam kesukesannya, atau malah menolak mengakui orang tuanya sendiri. Kita bertemu dengan orang yang menjadi berubah sikap, menjadi angkuh, sombong atau tinggi hati setelah meraih kesuksesan dan kekayaan, semua itu tidaklah sulit untuk ditemukan sampai hari ini.
Kita tentu tahu bahwa kita bisa meminta sesuatu kepada Tuhan lewat doa. Tapi sejauh mana doa itu memperoleh jawaban? Ada banyak orang yang menaikkan frekuensi berdoanya untuk memaksa Tuhan mendengar permintaan mereka. Ada yang terus berdoa dan mengira iman mereka otomatis bertumbuh, padahal kenyataannya sering berdoa ternyata tidak selalu menghasilkan pertumbuhan iman. Banyak orang yang melakukan doa hanya sebatas seremonial atau rutinitas semata. Mereka berdoa bukan karena kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mendengar suara Tuhan dan bersatu dalam hadiratNya, namun karena itu sudah menjadi sebuah kebiasaan belaka. Ada pula yang hanya karena takut masuk neraka dan mengira bahwa dengan ritual berulang mereka sudah terbebas dari itu. Doa yang didasari alasan-alasan keliru seperti ini tentu sulit menghasilkan pertumbuhan iman. Doa sering, tapi percaya? Nanti dulu.. mereka tetap ragu akankah Tuhan mau menjawab doa mereka. "Ah, masa sih saya bisa mengalami mukjizat.. siapa saya, nggak bakalan deh.." kata-kata itu pernah saya dengar dari seorang teman yang padahal lahir dari keluarga Kristen dan masih Kristen hingga kini. Ia berdoa bukan didasari iman, tapi hanya 'nothing to loose' saja sifatnya. Sering berdoa, namun tidak percaya alias ragu doanya didengar. Berdoa itu baik, namun jika tidak disertai dengan iman, malah dipenuhi kebimbangan atau ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan akan membawa kita kepada kesia-siaan, bahkan kejatuhan.
Seorang motivator terkenal di Indonesia pernah mengajak penontonnya untuk mengasihani orang-orang yang bimbang. Mengapa? Jawabannya sederhana, karena orang yang bimbang ini sebenarnya sedang tersiksa baik ketika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan. Kebimbangan akan membuat orang tidak mengambil keputusan, dan akibatnya mereka bisa menyia-nyiakan kesempatan emas untuk sukses, atau dalam beberapa hal bahkan bisa membahayakan. Lihatlah seorang aktor laga yang pernah hampir kehilangan nyawanya ketika shooting. Ia harus menjalani adegan melompat dari satu gedung ke gedung di depannya dalam jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Untuk orang sekaliber dia, seharusnya itu bukan masalah. Tetapi tepat ketika ia melompat, kebimbangan tiba-tiba muncul di kepalanya dan akibatnya ia pun terjatuh dari ketinggian. Untung nyawanya masih bisa diselamatkan meski ia mengalami cedera yang mengharuskannya dirawat secara intensif selama sekian bulan. Untuk contoh yang lebih ringan, seorang teman yang bimbang dalam menentukan pilihan apakah harus menerima atau menolak sebuah peluang kerja hanya karena ia ragu akan kemampuannya sendiri membuat kesempatan emas itu terbuang sia-sia. Disaat ia bimbang, orang lain dengan sigap mengambil posisi itu dan dalam waktu singkat menjadi sukses. Sedang teman saya gigit jari, menyesal karena membuang kesempatan baik yang ia lewatkan hanya karena bimbang. Ada kalanya kebimbangan bisa membuat kita berpikir jauh sebelum mengambil keputusan, tetapi kemudian ketika kita membiarkan kebimbangan berlarut-larut, hanya kegagalan dan kerugianlah yang kita peroleh. Kita tidak akan bisa maju, karena kebimbangan hanya akan membawa kita berjalan berputar-putar di tempat tanpa bisa melangkah ke depan.
Hari ini saya meluangkan waktu untuk merapikan semak-semak di taman kecil di rumah saya. Meski saya terus bergerak, tetap saja ada nyamuk-nyamuk yang mencari bagian-bagian tubuh yang terbuka seperti tangan dan kaki untuk diserang. Saya berusaha menepuk nyamuk yang terlihat, tetapi tetap saja ada yang berhasil lolos dan menggigit saya. Bekas gigitan nyamuk itu terasa sangat gatal, membuat saya sangat ingin untuk menggaruknya. Tetapi saya tahu bahwa gigitan nyamuk itu tidak boleh digaruk. Tentu saja rasa gatal itu paling enak rasanya jika digaruk, bahkan terkadang kita kebablasan dalam menggaruk sehingga luka. Tapi bekas garukan itu bisa meninggalkan bekas-bekas hitam yang bisa sangat lama untuk hilang apalagi bagi yang kulitnya sensitif. Belum lagi infeksi yang mungkin timbul akibat luka. Karena itulah saya lebih memilih untuk mencucinya atau mengoleskan balsam agar rasa gatalnya reda.
Bagaimana ciri-ciri orang degil? Mereka adalah orang-orang yang bandel, hatinya sudah begitu mengeras sedemikian rupa sehingga sulit menerima masukan atau pendapat dari orang lain. Mereka merasa prinsip merekalah yang benar sedang yang lain salah tanpa mau melihat dahulu duduk permasalahannya. Orang-orang yang degil berpusat hanya pada diri mereka sendiri dan akan dengan mudah menyalahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Kita memang tidak harus selalu setuju dengan pendapat orang, tetapi adalah baik apabila kita mau mendengarkan nasihat yang benar, setidaknya memberi kesempatan dulu buat orang untuk menyampaikan pendapatnya. Kedegilan itu bisa membutakan.dan bisa merugikan. Banyak orang yang mengira bahwa sikap seperti ini menunjukkan kehebatannya, tetapi sebenarnya itu hanyalah akan membawa kerugian kepada mereka.
Ada banyak orang yang tidak kunjung maju bukan karena ketidakmampuan mereka melainkan karena mereka takut untuk melangkah. Mereka lebih suka membiarkan diri mereka dicekam berbagai kekhawatiran, terlalu sibuk melihat kemungkinan-kemungkinan buruk ketimbang mulai mencoba mengambil langkah secara perlahan, setapak demi setapak. Ada banyak yang sudah rajin berdoa dan sudah mendengar apa yang Tuhan inginkan untuk mereka perbuat, tetapi mereka tetap tidak berani melangkah. Mereka tetap tidak berbuat apa-apa dan lucunya malah kemudian menyalahkan Tuhan. Mereka berharap pada hasil yang instan. Mereka lebih suka hanya diam menanti berkat yang mereka pikir akan secara langsung dikucurkan tanpa harus mengambil langkah apa-apa. Ini sesungguhnya sebuah pengertian yang keliru, karena meski Tuhan sanggup memberikan dalam bentuk jadi, tapi Tuhan lebih suka memberikan pancing atau kail dan menyediakan ikan di laut. Tanpa kita bergerak memancing, tidak akan ada ikan yang bisa kita dapat. Berkat itu sudah Tuhan sediakan, tapi dapat atau tidak, itu tergantung dari kita sendiri, apakah kita mau mulai melangkah atau tidak.
Jika ingin maju kita tentu butuh melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat sampai sejauh mana kita sudah mencapai keberhasilan, apakah kita masih tetap dalam koridor yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah semua sesuai target, dan tidak kalah pentingnya melihat di titik mana saja kita gagal agar kita bisa belajar dari hal tersebut dan tidak perlu mengulanginya lagi. Yang juga perlu, lewat evaluasi kita bisa melihat apa yang bisa kita canangkan lagi buat kedepannya. Betapa pentingnya sebuah proses evaluasi dalam sebuah lembaga, apakah itu komunitas, perusahaan atau organisasi. Langkah-langkah perbaikan bisa disusun agar bisa lebih baik lagi ke depannya. Kita bisa melihat apa yang harus dipertahankan, apa yang harus ditingkatkan dan apa yang harus dihindari. Evaluasi seperti ini juga sangatlah baik dilakukan oleh kita masing-masing, bukan saja dalam hal pekerjaan atau kegiatan tapi juga mengenai kehidupan kita, terlebih dalam membangun hubungan yang lebih baik lagi dengan Sang Pencipta. Adalah sangat baik jika kita rajin mengevaluasi apa yang sudah kita capai dalam hidup kita, mengetahui apa yang masih menjadi titik lemah kita, agar kita bisa memperbaikinya. Dan kita biasa menyebutnya dengan introspeksi.