======================
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?"
Kuda yang bisa dinaiki biasanya disertai dengan tali kekang. Tali ini akan mampu mengatur kapan kuda harus berhenti, kapan harus belok ke kiri atau kanan. Akan sangat sulit untuk membuat kuda patuh jika kita tidak memiliki kendali lewat tali atas dirinya. Mata kuda pun sering ditutup habis agar ia hanya tergantung pada kehendak penunggangnya. Sebagai manusia yang berakal budi, yang bisa membedakan mana yang benar dan salah, memiliki hati nurani dan nalar untuk berpikir, seharusnya kita tidak perlu seperti kuda yang harus diikat dengan tali kekang terlebih dahulu agar patuh. Tetapi kenyataannya ada banyak orang yang sulit untuk mengendalikan diri terhadap berbagai godaan atau tipuan sehingga harus tetap diikat atau bahkan dicambuk agar mau taat dan mengerti.Seperti apa sebenarnya hubungan yang Tuhan ingin bangun dengan kita anak-anakNya? Tuhan tentu meninginkan sebuah hubungan erat yang didasarkan dengan kasih dan kepatuhan terhadap semua perintahNya. Tuhan menginginkan kita mengerti isi hatiNya, sama seperti Dia mengerti isi hati kita. Sayangnya banyak orang merasa bahwa serangkaian peraturan yang membatasi hidup manusia ini seolah rantai pengekang yang membuat kita seolah tidak berhak untuk menikmati kenikmatan hidup. Ini dilarang, itu dilarang. Malah ada yang berpikir lebih ekstrim, bahwa Tuhan gemar menyiksa manusia dan tidak ingin kita sedikitpun merasakan kesenangan dalam hidup ini. Mereka merasa bahwa Tuhan terus mengekang. Benarkah seperti itu? Tentu tidak. Kasih Tuhan sebenarnya sudah memberikan "tali" yang cukup panjang bagi kita untuk menjalani kehidupan. Bukankah ada kehendak bebas yang Dia berikan kepada kita? Tuhan sama sekali tidak menciptakan kita seperti robot-robot yang harus dikendalikan sepenuhnya. Kita bisa memilih apakah kita mau menjadi anak-anakNya yang patuh atau pembangkang. It's all about choice, and we are free to choose. Tapi ingatlah bahwa apapun keputusan kita akan membawa konsekuensi.
Ketika Tuhan memberi peraturan kepada kita, itu tujuannya baik. Semua itu semata-mata karena Dia tidak ingin satupun dari kita berakhir dalam bara api penyiksaan yang kekal. Itu adalah bentuk sayangNya kepada kita. Apabila pada suatu kali kita bandel dan harus "dicambuk", itu pun tetap baik tujuannya. Lihat apa kata Firman Tuhan berikut: "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Meski demikian, itu bukanlah hal yang Tuhan inginkan. Dia tidak menikmati hubungan seperti itu. Apa yang Dia inginkan adalah kehidupan kita yang tidak perlu dikekang. Tuhan ingin kita bisa bebas, merdeka benar-benar, tetapi kita mengisi kemerdekaan itu dengan sebuah bentuk ketaatan sepenuhnya dan berjalan bersamaNya. Tuhan akan sangat senang jika kita bisa berjalan dalam kepatuhan tanpa harus diikat atau dicambuk.
Bangsa Israel pada jaman Mikha masih menunjukkan sikap yang sangat buruk. Mereka terus bersungut-sungut dan mengomel kepada Mikha mengenai susahnya menyenangkan hati Tuhan. Tuhan memberi sebuah jawaban yang singkat dan tegas bahwa sebenarnya menyenangkan hati Tuhan itu tidaklah sulit. "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Lihatlah, cuma itu yang dituntut Tuhan bagi kita. Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapannya. Dalam bahasa Inggrisnya disebutkan lebih lengkap: "to do justly, to love kindness and mercy and to humble yourself and walk humbly with your God." Itu saja. Hal ini sudah pernah diungkapkan Tuhan sebelumnya. Tuhan berkata "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh." (Ulangan 30:11). Dan inilah perintahNya: "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (ay 19-20). Dia mau kita menyerahkan diri sepenuhnya kepadaNya. He wants us to fully surrendered and cling to Him, to walk with Him in obedience. Jika kita mampu hidup seperti itu, tidak perlu ada cambukan mendera kita. Bahkan kita tidak perlu diikat atau dikekang. Kita bisa bebas merdeka dengan ketaatan atau kepatuhan penuh terhadap Tuhan. Dan itulah hubungan yang Dia inginkan untuk dibangun bersama kita.
Dalam Mazmur kita bisa melihat kerinduan Tuhan yang sama. "Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau" (Mazmur 32:9). Kalau kuda harus diikat dengan tali kekang, kita seharusnya tidak perlu diperlakukan seperti itu. Tuhan menginginkan sebuah hubungan yang luwes, bebas merdeka dalam keintiman yang didasarkan ketaatan sepenuhnya kepadaNya. Tuhan menjanjikan begitu banyak berkat seperti yang bisa kita baca dalam Ulangan 28:1-14, dan syaratnya pun sama. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu." (ay 1-2).
Coba bayangkan seandainya kuda dilepas begitu saja. Bukan saja kuda itu bisa mencederai orang banyak, tetapi dirinya sendiripun akan beresiko terancam bahaya. Kita pun sama. Tuhan rindu untuk memberi kebebasan kepada kita, tetapi mampukah kita menjaga kepercayaan seperti itu andaikata kita dilepas sepenuhnya? Sudah mampukah kita hidup benar bergantung kepadaNya meski tanpa tali kekang sekalipun? Ingatlah bahwa apapun yang dilakukan Tuhan, semua itu adalah demi kebaikan kita sendiri. Hari ini mari kita membuat komitmen untuk benar-benar berjalan dalam ketaatan penuh bersamaNya. Marilah kita bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Hiduplah adil, penuh kasih dan kerendahan hati dan ketaatan. Disanalah anda akan benar-benar mengalami sebuah kehidupan yang benar-benar merdeka, penuh sukacita tanpa perlu sebuah talipun untuk diikatkan kepada anda.
Dapatkan kebebasan sepenuhnya dengan berjalan dalam ketaatan bersama Tuhan
Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho
Saya sore tadi membeli sebuah bakpau. Sewaktu dibeli rotinya masih terasa lembut karena si penjual memiliki kotak penghangat yang dipasang di motornya. Saya meletakkannya di meja dan baru akan memakannya beberapa jam kemudian. Ternyata rotinya sudah mengeras, sehingga tidak lagi enak dikonsumsi. Agar kembali lunak, saya pun harus mengukusnya lagi terlebih dahulu. Jika roti bisa mengeras menjadi tidak enak lagi, hati kita pun demikian juga.
Hari ini saya bertemu dengan seorang pria yang masih bersetelan resmi mendorong kursi roda dimana ada ibu berusia lanjut duduk di dalamnya. Pemandangan seperti ini sudah semakin langka, karena rata-rata orang akan merasa malu melakukan itu, apalagi eksekutif muda yang sudah sukses dalam karirnya. Ia terus bercakap-cakap dengan ibunya sepanjang jalan di dalam mal. Saya kemudian kebetulan bertemu lagi ketika memberi roti, dan disana saya berkesempatan mengungkapkan kekaguman saya. "Saya sayang kepada ibu saya. Dahulu dia membesarkan saya hingga saya berhasil. Apapun yang saya buat sekarang tidak akan pernah sanggup menggantikan segala kebaikan dan pengorbanannya kepada saya dahulu." katanya sambil tersenyum. Saya pun menyalam sang ibu dan mengatakan bahwa ia beruntung memiliki anak yang berbakti serta sayang kepadanya.
Menyalahkan keadaan adalah hal yang paling mudah ketika kita menghadapi suatu kendala. Ada banyak orang yang saya kenal lebih memilih untuk duduk bermalas-malasan di rumah karena mereka beranggapan adalah percuma bagi mereka untuk melamar. "Ah, buat apa? Toh orang-orang lewat jalan belakang juga yang diterima.." kata salah seorangnya dengan ringan. Mungkin ya, mungkin tidak. Tapi dari mana dia bisa menyimpulkan seperti itu sebelum mencoba terlebih dahulu? Faktanya saya pun mengenal orang-orang gigih yang tidak tergantung oleh situasi, keadaan atau keterbatasan untuk terus berjuang tanpa kenal lelah. Mereka tidak putus asa, mereka tidak mengeluh, dan saya tidak heran jika mereka hari ini berhasil menjadi orang-orang yang sukses di bidangnya masing-masing. Kita bisa malas, kita bisa rajin. Kita bisa hidup penuh keluhan atau mengisinya dengan kegigihan tanpa pernah putus asa. Kita bisa membiarkan pikiran negatif bercokol di kepala kita atau kita bisa menyerahkan ke dalam tangan Tuhan dan berjalan bersamaNya. Semua itu adalah pilihan kita, dan ingatlah bahwa pilihan apapun yang kita ambil akan mempengaruhi siapa diri kita kelak.
Hidup bersama firman Tuhan itu luar biasa. Saya pernah hidup diluar firman Tuhan, tetapi sejak sekitar 10 tahun yang lalu saya bertobat dan mulai mengenal firman Tuhan satu persatu. Karenanya saya bisa membandingkan langsung perbedaan antara hidup tanpa dan dengan firman Tuhan. Firman Tuhan itu hidup dan punya kuasa. Itu sangat berguna bagi saya dalam menghadapi segala sesuatu dalam menjalani setiap langkah di dunia yang sulit ini. Dalam menghadapi masalah, ketika memerlukan sebuah jawaban, ketika tidak tahu bagaimana harus bertindak, dalam membantu orang lain, dan lain-lain, saya melihat betapa firman-firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab sungguh membantu. Betapa lengkapnya Tuhan memberi panduan hidup lewat segala yang Dia firmankan di dalam Alkitab. Selalu saja ada ayat yang sangat mengena pada saat-saat dibutuhkan, dan itu sangat membantu dalam segala aspek kehidupan saya. Saya belajar untuk terus bersyukur baik dalam suka maupun duka, saya belajar untuk tahu mana yang benar dan salah, saya dilatih menjadi lebih sabar, lebih tenang dan lebih kuat dalam menghadapi problema kehidupan. Sebagai manusia ada kalanya saya pun pernah merasa kuatir, tetapi betapa firman Tuhan sanggup meneguhkan, memberi kekuatan bahkan melegakan, sehingga saya tidak perlu berlarut-larut tenggelam dalam suasana kekuatiran yang sama sekali tidak membawa manfaat.
Seorang teman tengah mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Ia mengalami kecelakaan sehingga dua gigi depannya patah disamping beberapa luka dan memar di sebagian tubuh. Tidak lama setelah itu ia masuk rumah sakit karena penyakit maagnya kambuh dan harus diopname lebih dari seminggu. Tidaklah mudah baginya untuk menghadapi ini semua sendirian, apalagi ia seorang wanita. Membayangkan dirinya sebagai wanita tanpa gigi depan tentu menjatuhkan percaya dirinya. Mendengar itu, saya pun kemudian meneleponnya beberapa kali untuk menguatkan dirinya. Kepadanya saya menyampaikan firman-firman Tuhan secara sederhana agar ia bisa lebih tegar dan kembali bangkit. Puji Tuhan hasilnya ternyata cepat terasa. Dalam waktu singkat ia pulih dan kembali bangkit. Tadinya ia tidak mau keluar kamar karena malu, sekarang ia sudah beraktivitas kembali seperti biasa. Firman Tuhan terbukti mampu meneguhkannya.
Seorang anak kecil yang belum mengerti nilai uang memegang 10.000 rupiah di tangannya. Kakaknya yang menginginkan uang itu mencari siasat bagaimana mendapatkan uang itu. Ia pun kemudian mengeluarkan uang logam dan berkata: "dik, ini lebih berat dan berkilau. Tentu ini lebih besar ketimbang selembar kertas kecil seperti itu. Ini buat adik, tapi lembaran itu buat kakak saja ya?" Karena tidak mengerti, si adik pun percaya dan mengira uang logam seratus rupiah itu lebih berharga ketimbang uang kertas 10.000 di tangannya. Ia pun tertipu dan malah tertawa bangga, berpikir bahwa ia berhasil memperoleh sesuatu yang menguntungkan, padahal ia baru saja ditipu kakaknya. Kita bisa menertawakan si anak kecil itu, tetapi dalam hidup ini seringkali kita pun tertipu akan hal yang sama dalam bentuk atau wujud yang berbeda. Ada banyak orang yang tergiur dan rela menggadaikan imannya demi kepentingan-kepentingan yang sifatnya duniawi atau kenikmatan sesaat. Apakah untuk kepentingan jabatan, karena takut atau karena jatuh cinta, orang bisa dengan mudah berpaling meninggalkan Tuhan dan segala hak sebagai anak Allah dan ahli waris Kerajaan yang sudah diberikan kepadanya. Hal seperti ini terjadi di sekitar kita sehari-hari. Sebuah kisah antara Esau dan Yakub menggambarkan hal ini secara simbolis lewat semangkuk kacang merah.
Saya pernah bertemu dengan seorang kakek tua yang dahulu pernah berjuang membela tanah air pada masa sebelum kemerdekaan. Ia bercerita betapa sakitnya menjadi bangsa terjajah pada waktu itu. "Kita tidak bisa apa-apa, hidup pada masa itu penuh ketakutan.." katanya. Ia pun sempat menceritakan bahwa saudari perempuannya diambil oleh tentara Jepang dan sejak saat itu tidak pernah ia dengar lagi beritanya. Berada di bawah penjajahan membuat kita terbatas dalam bergerak atau memperoleh sesuatu. Nyatanya hari ini di alam yang katanya merdeka pun kita masih sering terjajah oleh banyak hal. Dalam hal iman pun sadar atau tidak seringkali kita belum merdeka. Padahal Yesus sudah memerdekakan kita dari belenggu dosa ribuan tahun lalu. Jangan dulu menyalahkan orang lain, karena bisa jadi kita justru terjajah oleh keputusan-keputusan kita sendiri yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Itu menghalangi berkat dan jawaban Tuhan turun atas kita, membuat jarak kita terpisah begitu jauh dari Tuhan.
Cukupkah kekuatan kita untuk menghadapi berbagai masalah hidup sendirian? Mungkin untuk sementara kita bisa berkata cukup, tapi untuk jangka waktu lama tentunya akan sangat sulit jika kita hanya sendirian. Dan Tuhan pun tidak pernah menciptakan manusia sebagai mahluk-mahluk individualis. Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk sosial yang harus saling terhubung dan terintegrasi agar dapat terus berjalan ke arah yang lebih baik. Tuhan bahkan menyatakan bahwa tidaklah baik apabila manusia itu sendirian. "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.." (Kejadian 2:18). Itu artinya manusia memang diciptakan sebagai mahluk sosial yang saling terkait dengan sesamanya. Kita adalah bagian integral dari masyarakat majemuk. Ada saat ketika kita akan tahu bahwa kita butuh orang lain untuk bisa bertahan hidup. Lingkungan yang sulit, dunia yang jahat dan sebagainya setiap saat akan membuat kita semakin lama semakin lemah. Disaat seperti itu kita butuh teman-teman yang sanggup menguatkan, meneguhkan, mengingatkan dan menolong.
Saya selalu terkagum-kagum melihat para pemain sepak bola yang terus berjuang habis-habisan hingga peluit panjang berbunyi. Tidaklah mudah untuk bisa terus berlari selama dua kali 45 menit, meski ada jeda 15 menit diantara babak pertama dan kedua. Tenaga bisa terkuras habis setidaknya setengah jam pertama dan banyak diantara pemain yang sudah lelah ini terlihat bagai hanya berjalan-jalan saja di lapangan. Malas bukanlah satu-satunya penyebab, karena mungkin mereka sedang tidak fit atau sudah kehabisan tenaga untuk terus berlari. Karena itulah saya mengagumi pemain-pemain yang bisa tetap bermain stabil sejak awal hingga akhir, dan tidak terpengaruh terhadap situasi di lapangan. Secara alami tenaga memang akan berkurang seiring waktu. Daya tahan tubuh akan semakin merosot, daya ingat berkurang, kemampuan serta kekuatan pun demikian seiring bertambah lanjutnya usia manusia. Jika anda menggulingkan bola pun lama kelamaan bola akan melambat lalu berhenti.
Saya bisa sesekali melakukan multi tasking, alias mengerjakan beberapa hal sekaligus dalam satu kesempatan. Itu bisa lumayan menghemat waktu disaat tugas sedang menggunung. Tetapi untuk urusan yang penting-penting, biasanya saya memilih untuk fokus mengerjakan satu saja, agar hasil terbaik bisa diperoleh. Dalam menulis renungan saya lebih suka untuk mengetik tanpa terganggu atau terputus oleh apapun, karena saya tidak mau apa yang menjadi suara Tuhan bagi kita semua tidak tersampaikan secara baik. Dalam hal-hal yang tidak terlalu penting saya bisa multitasking, tapi tidak untuk sesuatu yang memerlukan konsentrasi penuh. Jika tidak, maka hasilnya bisa-bisa kurang maksimal atau malah bisa memakan waktu yang justru lebih lama ketimbang menyelesaikannya satu persatu.
Saya mempunyai dua pekerjaan dan dua-duanya berhubungan dengan pelatihan atau pendidikan. Di satu kaki saya berprofesi sebagai seorang dosen yang bertugas membagikan ilmu dan pengalaman kepada anak-anak didik saya yang seringkali bermula dari nol. Di kaki satunya saya memimpin sekian puluh orang jurnalis musik termasuk fotografer di dalamnya. Saya melatih mereka dari awal untuk mengetahui seluk beluk musik, mempelajari angle-angle, latar belakang sebuah acara, apa yang harus disorot dan sebagainya. Memiliki panggilan sebagai pengajar atau pendidik sehari-hari yang sudah saya tekuni selama sekian tahun membuat saya menyadari satu hal: saya paling bahagia ketika mereka tumbuh menjadi orang-orang yang berhasil di bidang masing-masing. Bagi saya itu tidak tergantikan oleh uang sebesar apapun. Karena itu yang paling membahagiakan, maka saya pun berusaha membagi semua yang saya ketahui habis-habisan. Tidak ada yang disimpan, tidak ada yang ditahan. Ada banyak pengajar yang hanya membagikan sedikit saja dari pengetahuan mereka karena mereka tidak ingin ada yang lebih pintar atau lebih berhasil dari mereka. Ada beberapa dari dosen yang saya kenal mengatakan itu langsung kepada saya. Itu pilihannya, saya punya pilihan dan pendirian sendiri. Kepuasan melihat murid saya berhasil itu tidak tergantikan oleh apapun.
Sukakah anda melihat orang yang acuh tak acuh ketika anda mengajaknya berbicara? Acuh tak acuh adalah sebuah sikap yang tidak serius dalam mengerjakan atau menanggapi sesuatu. Orang dengan sikap seperti ini bisa cuek terhadap lawan bicaranya dan menunjukkan ketidaktertarikannya lewat sikap dan air muka. Mereka tidak memperhatikan apa yang dikatakan, bahkan memandangpun bisa jadi tidak. Mereka biasanya bersikap kurang bersahabat, dingin dan sebagainya. Secara fisik mereka ada di depan kita, tetapi pikiran mereka melayang kemana-mana. Berbicara kepada orang dengan tipe seperti ini bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan tidak jarang mereka menimbulkan rasa sakit hati bagi lawan bicaranya. Jika kita sebagai manusia saja jengah berhadapan dengan orang-orang yang sikapnya acuh tak acuh, apalagi Tuhan. Dia tidak suka jika kita bersikap seperti itu kepadaNya. Setelah segala kebaikan dan kemurahan Dia curahkan tanpa henti kepada kita, ketika keselamatan Dia anugerahkan justru disaat kita masih berselubung dosa, tidakkah keterlaluan apabila kita masih sanggup bersikap acuh tak acuh terhadapNya?
Akankah kemarahan membawa hasil yang positif? Kita melihat banyak orang hari-hari ini yang dengan leluasa mempertontonkan kemarahannya tanpa rasa bersalah. Mereka merasa bahwa kemarahan itu wajar, layak atau bahkan mutlak diperlukan untuk memaksakan kehendak atau keyakinan mereka. Mereka lalu merasa berhak untuk menghakimi dan membunuh orang yang berseberangan dengan mereka, dengan cara yang sangat keji. Yang lebih gila lagi, mereka mengatasnamakan Tuhan dalam melakukan itu, seolah-olah Tuhan membenarkan manusia untuk membunuh sesamanya dengan alasan-alasan tertentu. Pemaksaan dengan tekanan, ancaman atau siksaan menjadi semakin marak terjadi tanpa kontrol yang tegas. Sangat sulit mencari tempat yang benar-benar aman, karena setiap saat kita bisa menjadi korban dari orang-orang yang tidak bisa mengontrol kemarahannya.