Monday, March 5, 2012

Kaya dalam Kemurahan

webmaster | 11:00:00 PM |
Ayat bacaan: 2 Korintus 8:2
=======================
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan."

kaya dalam kemurahanSeberapa besar keinginan kita untuk memberi? Ada banyak orang yang merasa belum sanggup untuk itu karena merasa diri mereka belum cukup kaya untuk bisa melakukannya. "Nantilah kalau sudah kaya.." kata mereka dengan ringan. Sementara manusia cenderung untuk terus merasa tidak pernah cukup. Cukup apa dulu? Cukup untuk makan? berlibur ke luar negeri? Beli rumah? mobil? gadget-gadget terbaru? berfoya-foya? Kata cukup sangatlah relatif dan bisa ditarik hingga selebar mungkin, sehingga kalau ini yang menjadi pola pikir kita, bisa-bisa kita tidak akan pernah mau memberi. Ada banyak orang yang ingin yang terbaik bagi dirinya sendiri tetapi berhitung dengan sangat kikir ketika itu berhubungan dengan orang lain. Lihatlah reaksi istri teman saya terhadap seorang buruh tua seperti yang sudah saya tulis dalam renungan kemarin. Upah perhari sekitar 60.000 rupiah, ia bekerja mulai jam 11 pagi, dan siangnya sempat hujan selama dua jam, artinya ia cuma layak mendapat sekitar 40.000, begitu perhitungan istri teman saya itu. Ia tidak mempertimbangkan bahwa bapak tua itu harus bekerja mengangkat batu-batu besar di tengah terik panas dan hujan. Terlebih ia tidak berpikir berdasarkan kasih, sesuatu yang sesungguhnya menjadi kewajiban bagi setiap anak Tuhan di muka bumi ini. Rajin berdoa, rajin membuka Alkitab ternyata tidak serta merta menjamin orang untuk melakukan tindakan nyata dalam hidup mereka berdasarkan kasih. Mereka lupa bahwa Tuhan tidak melihat apa yang dilihat manusia melainkan melihat hati. Bagaimana hati mereka bisa mendapat pembenaran dari Tuhan dan berharap doa-doa mereka didengar Tuhan apabila mereka hidup begitu kikir tanpa pernah memperhatikan sesamanya? Ketika Yesus berkata: "sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 5:40), dan kita menolak melakukan apapun untuk mereka, pantaskah kita berharap untuk terus diberkati Tuhan? Dan pertanyaan berikutnya, apakah kita harus kaya raya terlebih dahulu untuk bisa mulai membantu sesama kita?

Seringkali pemberian yang diberikan orang hanya didasarkan pada untung-rugi semata. Kita royal ketika memberi kepada orang-orang yang dekat dan berjasa pada kita, ketika kita bersenang-senang, atau jika itu menguntungkan bagi kita, namun sulit memberi ketika hal itu tidak berkaitan secara langsung pada kesenangan kita. Apalagi jika sedang merasa kekurangan. Bukan benar-benar kekurangan, tapi perasaan kita saja yang mengatakan bahwa kita masih belum cukup untuk bisa dikatakan cukup. Atau mungkin mudah memberi ketika kita sedang berlebih, namun sulit ketika kita sedang dalam kekurangan. Ada banyak orang yang berkata, "jangankan memberi, untuk diri sendiri saja belum cukup." Padahal seperti yang saya sebut tadi, ukuran cukup dan tidak ini sangatlah bias dan sangat subjektif sifatnya. Kita seringkali lupa bahwa di saat kita merasa tidak cukup, ada banyak yang justru untuk makan satu kali sehari saja sulitnya bukan main. Bayangkan seorang bapak tua yang masih harus bekerja di usia senjanya untuk membiayai rumah tangganya dan anak-anak dan menantunya yang menumpang hidup kepadanya. Bagaimana kita bisa tega berhitung secara sempit bagi orang yang membutuhkan seperti bapak ini?

Kita bisa belajar dari bagaimana pertumbuhan kasih karunia yang terjadi pada jemaat di Makedonia yang bisa kita ketahui lewat kesaksian Paulus. Mungkin ada banyak orang yang beranggapan seperti di atas, hanya memberi ketika mereka sedang berkelimpahan. Ketika jemaat Makedonia memberi begitu banyak pun, mungkin mudah bagi kita untuk beranggapan bahwa mereka adalah jemaat yang kaya raya. Tapi lihatlah faktanya. Paulus menjelaskan sebaliknya. Paulus berkata seperti ini: "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Ini keteladanan luar biasa yang seharusnya menjewer keras telinga orang-orang yang terus merasa tidak cukup/tidak puas dan terus menghitung untung dan rugi dalam memberi. Kemurahan hati yang mereka miliki jelas bukan berasal dari atau didasarkan atas harta kekayaan mereka, namun justru berasal dari sukacita yang mereka miliki, meski secara realita mereka tengah berada dalam kemiskinan dan penderitaan! Apa yang membuat mereka mampu memberi dengan sukacita? Itu tidak lain karena mereka sadar betul atas kasih karunia yang dianugerahkan oleh Tuhan. Mereka boleh saja miskin harta, tetapi mereka kaya dalam kemurahan. Hati mereka tetap penuh dengan rasa syukur yang meluap tanpa memandang situasi nyata yang tengah mereka hadapi. Mereka tahu bahwa Tuhan ada beserta mereka dan menjanjikan mereka keselamatan, dan untuk itu tidak ada yang perlu mereka kuatirkan sama sekali. Mereka akan memberi, mereka akan terus memberi, dan mereka tahu pasti bahwa Tuhan akan memelihara hidup mereka sehingga tidak akan berkekurangan meski mereka sendiri sedang dalam kemiskinan.

Miskin dan kaya itu relatif, tergantung bagaimana kita mensyukuri apa yang ada pada hidup kita hari ini. Kita bisa saja lebih miskin dari tetangga kita atau orang lain, namun itu bukan berarti kita harus miskin iman pula untuk percaya kepada penyertaan Tuhan. Dan itu bukan berarti bahwa kita tidak akan pernah bisa memberi. Kembali kepada jemaat Makedonia, Paulus mengatakan "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. ereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harapkan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah, kemudian oleh karena kehendak Allah juga kepada kami."(ay 3-5). Adalah sangat inspiratif ketika kita melihat hal seperti ini datang justru bukan dari orang-orang yang hartanya berlebihan, tapi justru datang dari orang yang miskin secara materi.

Firman Tuhan berkata "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Perasaan lebih bahagia ketika memberi ketimbang menerima ini hanya akan muncul jika kita memiliki iman yang teguh, iman yang sungguh percaya bahwa Tuhan sanggup mencukupkan kita akan segala sesuatu, dan hanya bisa ada jika kita memiliki dan merasakan kasih Kristus dalam hidup kita. Tanpa itu, kita hanya akan terus merasa kekurangan, terus menimbun harta tanpa ada rasa cukup, dan cepat atau lambat kita akan menghamba kepada uang tanpa pernah merasa puas. Tidak akan ada lagi sukacita, meski harta berlimpah. Orang mungkin berpikir bahwa hidup akan begitu mudah ketika segalanya berlimpah, padahal mereka lupa bahwa disamping kekayaan harta, kita perlu pula kuasa untuk menikmatinya, dan itu pun juga karunia Tuhan. "Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah." (Pengkotbah 5:19). Tanpa itu, niscaya segala yang kita kumpulkan tidak akan pernah bisa membahagiakan kita. Melimpah harta belum tentu membuat kita bisa merasa puas, dan Alkitab justru berkata kebahagiaan itu justru akan muncul ketika kita dengan tulus mau memberi. Karena itu, mengapa kita harus takut dan berpelit-pelit untuk memberkati orang lain yang lebih sulit hidupnya daripada kita? Tuhan Yesus sendiri mengajarkan demikian: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38). Dalam kisah tentang ibu janda miskin yang memberi dalam kemiskinannya yang tertulis pada Lukas 21:1-4 kita melihat hal yang sama juga. Ia memang memberi hanya dua peser. Namun dibanding orang-orang kaya yang memberi banyak ke dalam kotak persembahan, Yesus mengatakan bahwa si ibu janda yang miskin ternyata dianggap memberi lebih banyak dari semua yang kaya itu. Alasannya, "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." (ay 4). Kembali kita melihat bahwa meski ibu janda ini miskin harta, namun ia kaya dalam kemurahan.

Tidak ada tempat bagi egoisme dan ketidakpedulian atau ketidakpekaan dalam prinsip Kerajaan Allah. Iman belumlah sempurna jika kita belum tergerak untuk membantu atau memberi kepada sesama kita. Meski kita berdoa siang malam tanpa henti, itu hanyalah akan sia-sia apabila kita tidak melakukan aplikasi nyata atas iman kita untuk bisa menyentuh dan memberkati orang lain lewat apa yang kita punya. Menjadi kaya dalam kemurahan bukan hanya ditujukan untuk orang-orang yang hartanya berlebih dan melimpah, tetapi itu merupakan panggilan bagi setiap orang yang merasa mengenal Tuhan tanpa terkecuali. Secara tegas Alkitab mengingatkan "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Kita bisa belajar dari sikap hati jemaat Makedonia dan mulai belajar untuk mengaplikasikan iman kita secara benar dalam kehidupan nyata sehari-hari. Adakah orang-orang yang membutuhkan disekitar anda saat ini? Sudahkah anda terpikir untuk membagi berkat bagi mereka?

Jadilah orang yang kaya dalam kemurahan seperti jemaat Makedonia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

No comments :

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker