==========================
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu,tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain."
Segala daya upaya dilakukan orang untuk bisa mendapatkan promosi kenaikan pangkat atau jabatan. Menyuap atau memberi uang pelicin, bingkisan-bingkisan, menjilat atasan dan berbagai upaya lain sudah biasa dilakukan agar promosi bisa mendarat lancar pada karir seseorang. Menjegal atau menjelekkan teman sendiri pun tidak jadi soal, asal kenaikan bisa diperoleh. Semua itu sudah dianggap lumrah untuk dilakukan di zaman sekarang, apalagi di negara kita yang tingkat korupsinya lumayan "mantap". Ada banyak orang berdalih bahwa itu terpaksa dilakukan, suka atau tidak, karena itu memang sudah menjadi kebiasaan di mana-mana. Kita seringkali terpaku pada kebiasaan dunia dan cenderung menyerah mengikutinya, meski tahu bahwa itu salah di mata Tuhan, dan lupa bahwa masalah meningkat atau tidak itu sesungguhnya bukanlah tergantung dari dunia, atau dari manusia, tapi sesungguhnya berasal dari Tuhan. Tanpa berlaku curang dan berkompromi dengan hal buruk yang sudah dianggap lumrah di dunia ini, kita tetap bisa mengalami peningkatan karir, dan alangkah indahnya jika itu berasal dari Tuhan.Ayat yang jelas menyinggung mengenai promosi atau kenaikan jabatan ini terdapat dalam kitab Mazmur. Pemazmur mengatakan: "Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Dalam bahasa Inggris dikatakan "For not from the east nor from the west nor from the south come promotion and lifting up. But God is the Judge! He puts down one and lifts up another." Inilah hal yang sering kita lupakan. Kita sering tergiur dengan jabatan dan lupa bahwa peningkatan yang sesungguhnya justru berasal dari Tuhan dan bukan dari manusia. Kita seringkali terburu nafsu untuk secepatnya menggapai sebuah jabatan, padahal Tuhan tidak pernah menyarankan kita untuk terburu-buru. Ketekunan, kesabaran, keuletan, kesungguhan, itulah yang akan bernilai di mata Tuhan, dan pada saatnya, sesuai takaran dan waktu Tuhan, kita pasti akan naik walau tanpa melakukan kecurangan-kecurangan yang jahat di mata Tuhan.
Apa yang diinginkan Tuhan untuk terjadi kepada anak-anakNya sesungguhnya tidaklah kecil. Kita telah ditetapkan untuk menjadi kepala dan bukan ekor, terus naik dan bukan turun. Tetapi untuk itu ada syarat yang ditetapkan Tuhan untuk kita lakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini tertulis dalam kitab Ulangan. "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya." (Ulangan 28:13-14). Melakukan kecurangan-kecurangan demi kenaikan jabatan mungkin sepintas terlihat menjanjikan solusi cepat, namun ketika itu bukan berasal dari Tuhan, maka cepat atau lambat keruntuhan pun akan membuat semuanya berakhir sia-sia. Tidak ada satupun kejahatan di muka bumi ini yang luput dari hukuman Tuhan, dengan alasan apapun.
Apa yang dituntut dari kita hanyalah kesungguhan kita dalam bekerja. "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23). Itu bagian kita, dan masalah berkat, termasuk di dalamnya kenaikan pangkat atau jabatan, itu adalah bagian Tuhan. Mungkin tidak mudah untuk bisa tetap hidup lurus di tengah dunia yang bengkok, namun bukan berarti kita harus menyerah dan berkompromi. Justru Tuhan menjanjikan begitu banyak berkat jika kita mau mendengarkan firman Tuhan baik-baik dan melakukan dengan setia semua perintahNya tersebut, seperti yang diuraikan panjang lebar dalam Ulangan 28:1-14.
Kita patut berhati-hati untuk tidak masuk ke dalam jebakan dunia dengan segala permainan dan kecurangan yang tersembunyi dibaliknya. Kita bisa memaksakan kenaikan sesuai keinginan kita, namun tidakkah semua itu akan berakhir sia-sia dalam kebinasaan jika itu bukan berasal daripadaNya? Tuhan sudah menjanjikan bahwa kita akan terus meningkat. Tuhan menjanjikan kita sebagai kepala dan bukan ekor, tetap naik dan bukan turun, namun itu hanya berlaku jika kita mendengarkan dan melakukan firmanNya dengan setia, tidak menyimpang dan tidak menghambakan diri kepada hal lain apapun selain kepada Tuhan. Jika anda memberikan kesungguhan 100% dalam pekerjaan anda, biar bagaimanapun itu akan memberikan nilai tersendiri bagi tempat di mana anda bekerja. Sebab perusahaan mana yang mau kehilangan pegawai terbaiknya? Oleh karena itu, tetaplah bekerja dengan baik, tekun dan sepenuh hati, seakan-akan anda melakukannya untuk Tuhan, maka soal peningkatan hanyalah soal waktu saja. Tuhan sudah menetapkan kita untuk berada di posisi atas biar bagaimanapun. Lakukan bagian kita, dan Tuhan pasti akan mengerjakan bagianNya.
Just do your part and let God do His part
If you got a chance to make one wish, what would you ask? Kemarin kita sudah melihat bagaimana Bartimeus mampu meminta hanya satu permintaan ditengah berbagai kebutuhan yang mendesak. Ia adalah seorang pengemis buta yang sehari-hari menyambung hidup dari belas kasihan orang sebagai peminta-minta. Pasti ada begitu banyak kebutuhan yang ia inginkan, tapi dalam perjumpaannya dengan Yesus, ia tidak tergoda sedikitpun untuk meminta kekayaan, pekerjaan atau lainnya selain matanya dicelikan. Dan Yesus pun memberikan tepat seperti yang ia minta. Ia tahu bahwa dengan bisa melihat maka ia akan bisa berusaha untuk mencari nafkah dan tidak lagi perlu meminta-minta. Ia tahu bahwa ia harus berusaha agar bisa berhasil, ia harus bekerja untuk hidup. Ia tidak meminta jalan pintas dari Tuhan untuk mendapatkan segalanya dengan instan, tapi ia membutuhkan mata yang mampu melihat agar ia bisa maksimal melakukan itu semua. Singkatnya, Bartimeus tahu apa yang harus ia minta, dan ia pun memperolehnya.
Seandainya anda diberikan kesempatan untuk menyampaikan satu permintaan yang pasti dikabulkan, apa yang akan anda minta? Kita bisa pusing tujuh keliling untuk menentukan satu permintaan. Mungkin kita akan berharap permintaan jangan hanya satu, tapi tiga, tapi ketika dikasih tiga kita pun akan kembali bingung karena ingin lebih. Seandainya diberi 10, apakah menjadi lebih mudah? Tidak juga. Kita selalu punya daftar permintaan, atau wish list yang panjang, yang seringkali kita bawa ke dalam doa kita setiap hari. Melihat teman pakai BlackBerry, kita pun ingin memilikinya. Melihat tetangga punya mobil baru, kita pun ingin sama. Seperti itulah kita dan kebutuhan kita dalam hidup yang tidak akan pernah ada habisnya.
Otoriter, sok kuasa dan angkuh. Itu gambaran pimpinan dari teman saya seperti yang ia gambarkan. Mungkin gambaran seperti itu mewakili image dari banyak pimpinan. Ketika orang berkuasa, ada banyak di antara mereka yang kemudian lupa diri dan merasa berkuasa. Ada pula yang merasa perlu menjaga image dengan menekankan kekuasaan kepada bawahannya. Perubahan sikap dan gaya bisa menjadi berubah sangat kontras ketika mendapat kenaikan jabatan, bahkan kepada teman-teman sendiri. Dunia boleh saja menjadikan hal seperti itu sebagai hal yang lumrah, namun Kekristenan tidak pernah mengajarkan hal yang demikian. Kerendahan hati, kesabaran dan keramahan merupakan penekanan penting dalam melayani siapapun seperti yang bisa diteladani langsung dari Kristus sendiri.
Seorang pegolf terkenal beberapa waktu lalu baru saja membuat gempar dunia selebritis. Sosoknya yang selama ini dikenal sebagai kepala rumah tangga, suami dan ayah yang baik, ternyata menyimpan banyak masalah. Ia terjatuh karena berselingkuh dengan banyak wanita, dan ketika hal itu menjadi konsumsi publik, orang pun terkejut melihat sosok yang selama ini dikenal baik ternyata bisa jatuh ke dalam dosa sedemikian. Beberapa perusahaan pun memutuskan kontrak dengannya, ia kelimpungan karena imagenya hancur, keluarganya pun hancur. Kehancuran tiba-tiba datang sebagai resiko akibat kesalahan yang ia perbuat sendiri. Sungguh amat disayangkan sesuatu yang telah ia bangun selama lebih dari satu dasawarsa akhirnya harus hancur dalam sekejap mata.
"Bisa apa mereka tanpa saya?" kata seorang dosen di tempat saya mengajar pada suatu ketika. Ia sedang kesal karena merasa dikecewakan oleh kampus di tempat kami sama-sama mengajar. Memang ia merupakan salah satu dosen yang baik dalam mengajar, dan saya pun menyayangkan terjadinya peristiwa yang membuatnya kecewa seperti itu. Terkadang ketika kita kesal atau emosi, kita lupa untuk mengontrol kata-kata yang keluar. Seperti teman dosen ini, memang dia kecewa, tapi kata-kata yang keluar tidaklah baik untuk dikatakan. Ketika kita diberkati dengan talenta tertentu yang bisa membuat kita tampil baik dalam pekerjaan, adalah pantas jika kita syukuri. Namun jangan lupa, bahwa semua itu merupakan anugerah dari Tuhan dan bukan karena kehebatan diri kita sendiri. Kenyataannya ada banyak orang yang lupa diri ketika sudah sukses, dan mengira bahwa kehebatannyalah yang membuat semua itu terjadi. Tentu saja kita bekerja keras, berusaha dan belajar untuk bisa mencapai suatu tingkatan tertentu yang baik, tapi jangan lupa bahwa semua itu tetap merupakan berkat dari Tuhan. Memang apa yang dikatakan teman dosen saya itu merupakan luapan kekesalan, tapi jika tidak hati-hati, kita bisa terjerumus ke dalam kesombongan yang sama sekali tidak disukai Tuhan.
Sudah sebulan terakhir ini tekanan demi tekanan terus menerpa keluarga saya. Rasanya seperti masuk ke dalam sebuah chapter baru yang sungguh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Ketika itu masalah juga ada, tapi tidak seberat apa yang sedang kami alami sekarang. Ada kalanya saya merenung dan merasa bahwa secapai apapun saya bekerja, sepertinya semua sia-sia saja. Masalah yang satu belum selesai, masalah yang lain sudah muncul. Bertubi-tubi, bertumpuk-tumpuk dan tidak ada habisnya. Disaat seperti ini, jiwa akan terasa begitu tertekan oleh beban berat. Dan saya tahu, jika tidak hati-hati, orang bisa kehilangan pengharapan ketika terus menerus berada dalam tekanan berat. Ambil contoh sebuah plastik yang dimasuki benda-benda berat melebihi kekuatannya, maka plastik itu akan robek pada suatu ketika.
Melihat anak-anak bermain layang-layang memang terkadang mengasyikkan. Saya jadi ingat masa ketika saya kecil dan bermain seperti mereka, menerbangkan layang-layang bersama adik dan ayah saya. Layang-layang akan secara perlahan naik semakin tinggi, membumbung di angkasa, melayang dengan indahnya ke kiri dan kanan. Layang-layang akan tetap terjaga posisinya, tetap di atas jika kita pintar mengendalikannya dari bawah. Artinya, layang-layang itu akan bisa terbang dengan megahnya jika ia masih terkait pada seutas benang yang kita kendalikan. Mungkin layang-layang ingin bisa bebas tanpa terikat lagi, dan mengira bahwa ia akan bisa terbang sebebas-bebasnya jika tidak lagi terpaut pada benang. Tapi jika lepas sepenuhnya, yang terjadi justru sebaliknya.Apa yang terjadi ketika benang itu putus? Layang-layang itu bukannya akan terus terbang semakin tinggi, tapi akan segera jatuh ke bawah, dan seringkali menjadi akhir dari perjalanan sebuah layang-layang. Sobek terkena pagar, dahan pohon dan sebagainya, hancur jatuh ke selokan atau lumpur, dan sebagainya.
"Say cheese...", jepret, dan semua orang terlihat tersenyum bahagia. Itu sudah menjadi rutinitas dalam setiap kesempatan foto bersama. Tidak peduli apakah sedang sedih, sedang tidak mood, sedang marah, di dalam momen seperti itu senyum akan selalu diusahakan mengembang. Ada yang memang benar-benar sedang gembira, tapi tidak jarang pula orang memasang senyum palsu yang tidak keluar dari lubuk hatinya. Yang penting, hasil foto terlihat indah. Yang penting, semua terlihat bahagia. Maka "say cheese" pun menjadi sebuah keharusan dalam kesempatan foto bersama.
Setiap hari ada saja kasus kejahatan atau kekerasan yang terjadi di muka bumi ini. Jika membaca koran saja, kita akan geleng-geleng kepala melihat berbagai berita kriminal yang hadir setiap hari. Dengan berbagai ragamnya, pembunuhan, pencurian, pertikaian, korupsi dan sebagainya akan dengan mudah kita dapati dalam berita-berita di berbagai media. Bayangkan jika seandainya anda berada di posisi Tuhan, yang melihat ciptaan-ciptaanNya yang telah Dia ciptakan dengan penuh kasih bahkan secara istimewa menurut gambar dan rupaNya sendiri, namun bukannya memuliakanNya tapi malah terus menerus mengecewakan diriNya. Tentu menyakitkan bukan? Tidak ada satupun rencana Allah menciptakan manusia untuk tujuan-tujuan yang jahat. Peace on earth, itu yang diinginkan Tuhan, dengan rancangan-rancangan terbaikNya yang telah Dia sediakan bagi setiap kita. Tapi nyatanya, dari masa ke masa manusia terus saja melenceng dari apa yang telah Dia harapkan. Moral terus merosot, terjadi degradasi moral dimana-mana. Ketika di zaman Nuh ini terjadi, zaman sekarang pun kehidupan manusia sama saja seperti di zaman itu, ketika Tuhan memutuskan untuk memusnahkan semua manusia, kecuali Nuh dan keluarganya.
Rutinitas seringkali membuat kita bagai robot. Bekerja, bekerja, dan terus bekerja tanpa ingat waktu. Bangun pagi, kita akan langsung diingatkan dengan segudang jadwal dan pekerjaan yang harus dilakukan sepanjang hari ini. Tidak jarang kita tidak lagi punya kesempatan untuk bermalas-malasan sebentar di atas kasur ketika jam weker berdering. Langsung meloncat turun dan buru-buru bersiap untuk berangkat ke tempat kerja. Dan ketika kita mulai berhadapan dengan situasi seperti ini, kita pun sering menjadi lupa kepada Tuhan, yang notabene adalah Pemberi segala berkat, termasuk yang sedang kita sibuki saat ini. Semua berasal dari Tuhan dan kebaikanNya, tapi ironis ketika kita malah lupa kepada Sang Pemberi dan lebih fokus kepada apa yang diberikan.Kita memilih untuk menyampingkan urusan rohani ketika kesibukan duniawi menimpa kita, dengan berbagai alasan dan alibi. Kita mengorbankan saat teduh dan persekutuan-persekutuan doa ketika kesibukan menyita jam-jam kita.
Kita sering melihat di film-film bagaimana para ksatria bertanding di arena. Mereka mengendarai kuda dan memegang tombak panjang, kemudian memacu kudanya untuk menuju lawan dan berusaha mengalahkannya. Para ksatria kerajaan ini biasanya dilengkapi perisai dan baju zirah, yang terbuat dari besi. Baju zirah ini merupakan perlengkapan yang digunakan untuk melindungi pemakainya dari serangan dalam perang, baik pukulan, panah atau tombak tajam. Pengguna baju zirah di masa lalu biasanya bukan semua orang, melainkan orang-orang yang tertentu saja seperti ksatria, raja, panglima, prajurit dan sebagainya.
Kesibukan bisa begitu menyita waktu kita sehingga rasanya kita tidak lagi punya cukup waktu untuk melakukan hal-hal lain selain menyelesaikan pekerjaan. Timbunan tugas, deadline menumpuk dan lainnya terkadang bisa membuat kita kelabakan. Tidur saja sudah tidak sempat, apalagi hal-hal lain seperti rekreasi, mengurus kebutuhan anak atau menyempatkan waktu luang bersama keluarga. Saya mulai merasakan hal seperti ini beberapa bulan terakhir, apalagi rumah yang saya tempati saat ini cukup jauh dari pusat kota, sehingga hampir setiap hari saya pergi pagi pulang malam. Waktu-waktu yang selama ini saya pakai untuk bersantai dengan istri pun banyak terpakai, dan rasa bersalah pun timbul dalam hati saya. Dan saya pun berulang-ulang meminta maaf dan pengertian dari istri saya karena situasinya memang sedang tidak memungkinkan. Puji Tuhan dia mengerti. Tapi jika kepada istri atau keluarga saja sudah sedemikian penting, bagaimana dengan Tuhan yang seharusnya menempati posisi di urutan teratas? Saya tahu tumpukan kesibukan seperti ini bisa secara perlahan membuat saya berkompromi untuk mengurangi jam-jam saya bersama Tuhan. Saya bisa tergoda untuk lebih memfokuskan diri kepada penyelesaian pekerjaan ketimbang tetap memberikan waktu secara khusus buat Tuhan. Dan ada banyak orang yang memutuskan seperti itu. Di saat pekerjaan menumpuk saya biasanya selalu berusaha untuk ingat segala kebaikan Tuhan kepada saya dan keluarga. Bukankah semua itu juga merupakan berkat dariNya? Jika demikian, mengapa saya justru mengorbankan waktu untuk menyatakan rasa syukur dan kasih saya kepada Dia yang telah memberi semuanya?
Seorang pemilik label rekaman dari Amerika beberapa bulan yang lalu datang ke Jakarta dan meminta saya untuk bertemu. Dalam obrolan di sebuah cafe di hotel tempatnya menginap, ia pun sempat mengeluh melihat kesemrawutan kota Jakarta. Kota-kota besar di Asia seperti di Vietnam, India, Thailand dan bagian-bagian lainnya di Asia memang terkenal dengan kemacetan katanya, tapi tetap saja Jakarta yang terparah. Karena bukan saja macet, tapi semrawut, tidak teratur dan kendaraan berlalu lalang seenaknya saja, katanya. Ia sama sekali tidak betah melintasi jalan di Jakarta. Melintasi saja sudah tidak ingin, apalagi berkendara. "Forget it", katanya, "I'd rather stay at the hotel like this."
Seberapa jauh kita menyerahkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan dari pola pikir dan cara hidup kita. Kata menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan mungkin sudah terlalu sering kita dengar, tapi sedikit yang mau menjalankan dengan sungguh-sungguh. Beribadah, itu berbeda dengan mencari nafkah. Dalam beribadah kita melibatkan Tuhan, namun dalam kehidupan sehari-hari itu sulit kita lakukan. Kita mungkin berpikir, urusan pekerjaan kan urusan kita. Kita sudah sekolah tinggi-tinggi untuk menjadi ahli dalam sebuah bidang tertentu, kita menguasai strategi bisnis, keuangan, kepemimpinan atau memproduksi barang, kenapa pula harus Tuhan dan lagi-lagi Tuhan yang dilibatkan disana? Bagi sebagian orang, Tuhan tidak lebih dari sosok yang "old fashioned" dan hanya mengurusi kerohanian saja. Bagi sebagian lagi, Tuhan tidak lebih dari palang pintu terakhir ketika semua tidak lagi bisa dilakukan. Sedang bagi sebagian orang lainnya, Tuhan adalah sekoci penyelamat agar tidak masuk neraka. Tidak, Tuhan bukanlah seperti itu. Dia menyediakan segala yang baik, bahkan lebih dari baik kepada kita. RancanganNya indah kepada siapapun kita. Menyerahkan kehidupan kepadaNya akan membawa kita kepada pencapaian-pencapaian yang bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya. MembiarkanNya berkarya atas hidup kita akan membuat kita menikmati sesuatu yang tidak terbayangkan.
Setiap kali meliput sebuah konser saya selalu tertarik untuk melihat seperti apa keadaan di belakang panggung. Sebuah panggung tempat perhelatan pertunjukan biasanya akan ditata sedemikian rapi dan seindah mungkin agar terlihat menarik bagi penontonnya. Sorot lampu, tata suara, desain panggung, penempatan pemain musik dan sebagainya akan diatur sedemikian rupa demi kenyamanan penonton. Tapi di belakang panggung situasi seringkali terlihat sebaliknya. Kabel seliweran, dan ada banyak yang tidak terawat dengan baik. Sampah, debu dan sebagainya ada dimana-mana. Memang tidak ada penonton yang melihat itu, tapi apakah terlalu sulit untuk sedikit lebih memperhatikan tempat itu? Sekedar menyapu dan merawat tidaklah membutuhkan tenaga atau biaya yang besar.
Singa dijuluki raja rimba bukanlah tanpa alasan. Seekor singa memiliki kemampuan bertarung yang lengkap. Kuat, ganas, berani, bahkan mampu memanjat pohon. Kemampuan memanjat ini membuat singa lebih dibandingkan harimau yang tidak bisa memanjat pohon. Posturnya kekar dan gagah, dengan bulu-bulu tebal mengelilingi wajahnya. Gaya singa menerkam tengkuk lawannya begitu terkenal, dan dipercaya akan segera mengatasi perlawanan musuhnya dalam waktu singkat. Ukuran seekor singa pun terbilang besar dan lebih berat jika dibanding hewan sekelasnya seperti harimau, macan tutul dan sebagainya. Beratnya bisa mencapai 200 an kg dengan kemampuan berkelahi yang luar biasa. Dengan segudang kehebatannya, tidak mengherankan jika singa dinobatkan sebagai raja rimba.