========================
"Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau."
Orang-orang Farisi. Mereka adalah kelompok atau faksi yang sangat berpengaruh dalam kehidupan keagamaan pada masa Yesus. Biasanya mereka adalah ahli-ahli Taurat yang menerapkan prinsip ajaran Taurat dan tradisi Yahudi dengan sangat ketat. Tidak heran ketika Yesus datang dan menggenapi hukum Taurat, mereka pun merasa gerah dan terancam dalam kelangsungan penerapan hukum-hukum dan tradisi itu (Matius 15:12). Maka kita menemukan banyak persinggungan antara Yesus dengan para orang Farisi. Ketika kita mendengar sebutan orang Farisi, secara otomatis pikiran kita akan tertuju pada sesuatu yang jauh dari positif. Orang Farisi dianggap sebagai kelompok yang penuh kemunafikan, beribadah hanya semata-mata karena tradisi saja dan menolak perubahan-perubahan. Mereka merasa diri mereka punya tingkat kerohanian tinggi melebihi orang lain, tetapi mereka sendiri tidak menghayati dan melaksanakan apa yang mereka katakan. Mereka juga bersekongkol untuk mencobai Yesus (Matius 16:1) bahkan berusaha untuk membunuhNya (Markus 3:6). Yesus pun mengecam mereka sebagai orang-orang munafik (Matius 23:1-36), dan mengingatkan murid-muridNya untuk mewaspadai ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Yang dimaksud ragi orang Farisi adalah ragi kemunafikan, ragi yang mengedepankan kerohanian hanya pada penampakan luar saja, sedang ragi Herodes adalah ragi yang mengedepankan keduniawian, daripada kerohanian. Tadi pagi saya diingatkan akan ayat yang menjadi ayat bacaan untuk hari ini. Ketika itu Yesus akan pergi ke Yerusalem, kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan berkata padaNya: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau." Jika diatas kita melihat bahwa orang-orang Farisi kerap bersekongkol untuk membunuh Yesus, tapi pada ayat ini justru sebaliknya, mengingatkan Yesus agar menghindar dari Yerusalem supaya tidak dibunuh Herodes. Apa yang kita dapat dari kisah ini masih berkaitan dengan renungan dua hari yang lalu bahwa kita tidak bisa atau tidak boleh menggeneralisir apapun. Kita melihat bahwa tidak semua orang Farisi berhati jahat. Mari kita lihat lagi kisah Nikodemus. Nikodemus adalah seorang Farisi yang menyandang predikat tokoh agama (Yohanes 3:1), tapi ia mendatangi Yesus pada suatu malam dan mengakui bahwa Yesus datang sebagai guru yang diutus Allah (ay 2). Selanjutnya kita lihat kisah setelah Yesus wafat di kayu salib. Ada seorang bernama Yusuf dari Arimatea yang merupakan anggota Majelis Besar yang tidak setuju dengan putusan Majelis itu. Dia disebutkan sebagai orang yang baik lagi benar (Lukas 23:50). Dia mendatangi Pilatus untuk meminta agar mayat Yesus dikuburkan. Dialah yang kemudian menurunkan mayat Yesus, membungkusNya dengan kain kafan dan meletakkan dalam kubur di dalam bukit batu yang belum pernah dipakai. Tidak disebutkan apakah Yusuf dari Arimatea adalah Farisi atau bukan, namun kita mengetahui statusnya sebagai anggota Majelis Besar yang dikenal juga dengan sebutan Sanhedrin. Sanhedrin merupakan badan pemerintahan Israel yang berisikan gabungan orang Farisi dan Saduki. Jadi ada kemungkinan Yusuf pun adalah seorang Farisi.
Dari kisah-kisah Farisi ini kita bisa belajar bahwa kita tidak boleh buru-buru menghakimi dan menggeneralisir sesuatu. Ketika satu atau banyak orang dalam sebuah badan/lembaga/kelompok/organisasi/perkumpulan bahkan gereja sekalipun ada yang tidak benar, itu bukan berarti bahwa seluruh orang disana semuanya tidak benar, apalagi langsung menganggap bahwa badan/lembaga/kelompok/organisasi/perkumpulan tersebut adalah jahat. Ketika kita melihat bahwa banyak anggota DPR yang korupsi, hal tersebut tidak serta merta berarti bahwa semua orang di DPR adalah koruptor, atau DPR adalah lembaga koruptor, karena meski mungkin sedikit sekali, saya yakin masih ada orang-orang baik disana. Kita harus mampu menghindari kecenderungan menggeneralisir sesuatu, dan lebih baik fokus ke "dalam", yaitu bagaimana kita membenahi diri kita sendiri terlebih dahulu. Jangan sampai selumbar (secukil kayu) di mata saudara lebih jelas terlihat ketimbang balok di mata kita. "Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:2).
Banyak bukan berarti seluruhnya. Hindari kecenderungan menghakimi dan menggeneralisir sesuatu
Kemarin kita membaca reaksi awal Natanael dalam perjumpaan pertamanya dengan Yesus. Reaksi skeptis spontan ketika mendengar tentang seseorang yang datang dari Nazareth, sebuah kota yang menurut Natanael "tidak ada baiknya" timbul sebelum ia mengenal Kristus lebih jauh. Hal ini masih terjadi hingga hari ini. Ada banyak pandangan skeptis tentang Yesus. Tidak sedikit yang mengejek, menghina bahkan menghujat Yesus. Berbagai ajang diskusi seperti lewat forum-forum misalnya sudah melenceng jauh lebih dari sekedar diskusi, tapi menjadi tempat menghujat dengan menggunakan kata-kata yang jauh dari norma kesopanan. Sayangnya ada banyak saudara seiman yang malah ikut-ikutan berkata kasar bahkan tidak jarang malah menjadi penyulut pertengkaran. Perlukah anak-anak Tuhan menanggapi dengan ikut bersitegang? Perlukah kita emosi dan membalas dengan kembali mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas? Apa yang menjadi lanjutan dari ayat bacaan kemarin: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" singkat saja. Inilah jawaban Filipus pada Natanael: "Mari dan lihatlah! (Come and see!)"
Terkadang saya bingung dengan pendapat orang di luar sana tentang Indonesia. Himbauan untuk tidak datang ke Indonesia sudah begitu sering kita dengar. Indonesia dianggap bukan tempat yang aman bagi turis, ada banyak artis luar negeri yang ragu untuk menggelar konser disini, bahkan ada yang dengan ekstrim menganggap Indonesia sebagai sarang teroris. Sebagian lagi yang sudah pernah berkunjung ke Indonesia menganggap Indonesia adalah negara yang penduduknya ramah. Beberapa artis luar yang pernah saya tanya selalu mengutarakan hal yang sama, terkesan dengan keramahan masyarakat disini. Ada salah seorang pemain saxophone dari Oregon mengatakan bahwa travel warning yang selalu didengung-dengungkan di luar sana terlalu berlebihan, karena ketika mereka berada disini ternyata situasi tidak seperti yang mereka bayangkan dari berbagai pemberitaan yang mereka dapati di negaranya.
Saya sedang duduk hendak menulis renungan, dan diluar hujan sedang turun. Biasanya setelah hujan akan muncul pelangi. Perpaduan warna-warna yang membentuk pelangi terlukis di langit sangatlah indah dilihat. Saya yakin jika warna itu terpecah-pecah dan tidak bersatu, keindahannya akan jauh berkurang. Pikiran saya melayang kepada banyaknya denominasi yang masing-masing punya tata cara berbeda. Dan saya pun diingatkan akan doa Yesus di Taman Getsemani, hanya beberapa sebelum Dia ditangkap dan disalibkan.
Praktek korupsi di negara kita seolah tidak ada habisnya. Belum lama kita mendengar pengakuan seorang mantan anggota DPR yang menerima cek untuk memuluskan tokoh tertentu menduduki posisi penting. Pengakuannya berakibat pencopotan dirinya dari partai. Ketika ditanya uang suap itu dipakai untuk apa saja, dia berkata dipakai untuk membeli mobil dan modal untuk memulai sebuah usaha. Tapi sekarang usaha yang dirintis lewat uang haram itu gagal dan mobil yang dibeli pun bolak balik masuk bengkel. "mungkin karena berasal dari uang panas, habisnya pun tidak jelas.." begitu katanya. Cerita ini lagi-lagi membuktikan bahwa uang bukanlah segalanya dan tidak akan pernah kekal.
Perselisihan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga adalah hal yang pasti pernah dialami semua orang yang sudah berkeluarga. Seringkali pertengkaran dimulai dengan sebuah perselisihan yang sebetulnya ringan, tapi kemudian emosi semakin meningkat sehingga yang bertengkar bisa terlihat seperti kucing berkelahi seperti gambar disebelah kiri. Apa yang biasanya menyebabkan pertengkaran menjadi besar? Salah satu yang paling sering adalah faktor mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu. Masalah yang sebenarnya sudah diselesaikan pun kembali beterbangan keluar sehingga suasana malah semakin memanas. Saya pernah membaca kisah sebuah keluarga yang kemudian berakhir dengan perceraian karena kebiasaan suaminya yang selalu mengungkit masa lalu dikala bertengkar. Ada pepatah yang mengatakan, "sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tidak percaya." Pepatah ini menggambarkan betapa sulitnya mengampuni, betapa sulitnya menerima perubahan/pertobatan seseorang. Seolah-olah ada cap/stempel "sekali begitu tetap begitu" yang melekat pada seseorang yang pernah berbuat salah, dan cap itu seakan permanen dan tidak bisa dibersihkan.
Pernahkah anda berada dalam sebuah situasi seperti judul renungan hari ini, "maju kena mundur kena"? Maksud saya adalah situasi dimana jalan didepan kita seolah-olah buntu, tapi untuk berbalik arah atau mundur juga tidak bisa. Dalam film-film adegan seperti ini sering kita jumpai. Musuh mengejar dari belakang, dan kemudian tokoh utamanya terjebak pada jalan buntu. Untuk berbalik tidak mungkin lagi, sebab musuh ada di belakangnya. Itu dalam film, bagaimana dalam realita kehidupan? Misalnya, bagaimana jika kita bertetangga dengan orang sulit yang selalu mencari masalah dan membuat kita lelah dalam kekesalan berkepanjangan. Jalan keluarnya mungkin pindah, tapi pindah rumah bukanlah sesuatu yang gampang. Contoh lain, bagaimana jika anda tidak lagi kerasan bekerja di kantor karena pekerjaan yang begitu berat dengan gaji yang tidak sebanding, atau teman-teman sekerja yang menjengkelkan, bos yang kasar, tapi untuk mencari kerja baru saat ini tidaklah mudah. Pengalaman-pengalaman "maju kena mundur kena" seringkali menimpa hidup kita, dan jujur saja, saat ini pun saya tengah berada pada situasi demikian.
Mungkin tidak aneh jika orang berpendapat bahwa pembunuh, pemerkosa, perampok dan tukang sihir layak ditempatkan di neraka. Tapi bagaimana jika orang-orang penakut ternyata dikelompokkan pada posisi yang sama? Jika ada diantara teman-teman yang kaget, anda sama dengan saya. Ayat bacaan hari ini saya temukan tadi malam sebelum berdoa menjelang tidur, dan saya pun tersentak. Rasa takut bukanlah hal yang jarang kita temui dalam kehidupan sehari-hari, dan ternyata Tuhan punya pandangan sendiri terhadap bagaimana kita menyikapi sebuah masalah. Banyak penafsir yang mengartikan rasa takut pada ayat ini mengarah pada mereka yang tidak berani mengakui imannya disaat penderitaan atau penganiayaan datang, atau malu mengakui di depan orang bahwa kita adalah orang yang percaya pada Kristus (dalam versi bahasa Inggrisnya, "orang-orang penakut" ini diterjemahkan dengan "coward" atau "pengecut"), dan saya tidak menentang hal tersebut sama sekali. Saya setuju. Tapi di sisi lain saya mendapatkan sebuah sudut pandang lain.
Ada sebuah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan terjadi sekitar pertengahan tahun 90an. Saat itu saya sedang dalam perjalanan pulang sehabis mengerjakan tugas kelompok. Hari sudah larut malam, sekitar pukul 11 malam. Di tengah perjalanan saya melihat ada seorang wanita hamil yang terlihat kesakitan bersama kedua orang tuanya berdiri di tengah jalan. Saya berhenti dan bertanya ada apa. Ternyata wanita hamil itu telah pecah ketubannya. Mereka sedang menunggu taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit. Sudah beberapa taksi berhenti, tapi ketika melihat si wanita "belepotan", mereka pun menolak untuk membawanya. Saya mempersilahkan mereka untuk naik ke mobil dan menawarkan untuk mengantar ke rumah sakit. Sejenak mereka terlihat kaget dan ragu, karena mereka tidak kenal saya, begitu pula saya tidak kenal mereka. Tapi kemudian mereka naik juga dan saya pun bergegas membawa mereka. Di sepanjang perjalanan ibu dan ayah wanita itu berulang kali menyatakan permintaan maaf karena mengotori mobil saya, meskipun saya pun berulang kali menyatakan bahwa yang penting anak dan cucu mereka bisa selamat. Sesampainya di rumah sakit, saya langsung memanggil perawat dan menarik sebuah kursi roda yang terletak di depan pintu rumah sakit. Wanita itu pun langsung dibawa ke dalam. Sang ayah kemudian bertanya berapa yang harus mereka bayar pada saya, tapi saya menolak. Dia pun kemudian menawarkan untuk membersihkan mobil, tapi saya memintanya untuk menemani anaknya saja yang jelas lebih butuh kehadirannya pada saat itu. Akhirnya sang ayah membungkuk sambil menangis dan memegang tangan saya mengucapkan terima kasih, menanyakan nama saya dan berkata bahwa nama saya nanti akan mereka jadikan nama cucu mereka, jika yang lahir laki-laki. Saya baru sampai di rumah sekitar pukul 1 pagi. Saya langsung mengambil ember dan kain, membersihkan mobil dari air ketuban yang membasahi jok mobil belakang. Ibu saya yang tadinya khawatir karena saya pulang sangat larut menjadi terheran-heran melihat saya. Saya tidak pernah lagi bertemu dengan mereka hingga saat ini.
Angkuh dalam bahasa Indonesia punya banyak padanan kata seperti sombong, congkak, pongah, takabur dan sebagainya. Semua ini mengarah pada pengertian yang sama, yaitu menghargai diri secara berlebih-lebihan dan memandang orang lain lebih rendah dari diri sendiri. Ketika pagelaran Java Jazz 2008 digelar di bulan Februari lalu, saya berkali-kali bertemu dengan Jean Paul "Bluey" Maunick pentolan Incognito. Saya sangat terkesan, orang setenar dia ternyata punya kerendahan hati yang luar biasa. Dia tidak pernah menolak diajak foto bareng oleh fansnya, selalu tersenyum dan menjawab pertanyaan siapapun dengan sangat ramah. Dia berbaur dan berjalan bebas ditengah kerumunan penonton dengan santai. Ketika saya tanya apakah dia tidak merasa terganggu dengan banyaknya orang yang terus menerus mengajaknya berfoto, dia tersenyum dan menjawab "not at all." Bluey berkata bahwa dia tidaklah berarti apa-apa tanpa penggemarnya. Tidak ada gunanya berkreasi membuat lagu-lagu jika tidak ada yang mendengar. Karena itu dia tidak pernah keberatan untuk temu ramah dengan fans dimanapun dia pergi. Ketika kita kerap mendengar artis-artis yang menuntut penghargaan dan fasilitas berlebihan untuk tampil di sebuah kota atau negara, apa yang dibuat Bluey terasa begitu menyejukkan.
Melanjutkan renungan kemarin yang bersumber dari 1 Yohanes 2:15-16, hal kedua yang patut kita waspadai selain keinginan daging adalah keinginan mata. Bagi saya, mata adalah salah satu anugrah yang indah. Dengan mata saya bisa memandang, melihat keindahan ciptaan Tuhan, paduan-paduan warna dalam segala hal dan keindahan lainnya. Saya bekerja di dunia desain web dan grafis, sehingga fungsi mata sangatlah vital bagi saya. Mata memang memungkinkan kita untuk menikmati banyak hal secara visual, tetapi bila tidak dijaga, mata bisa mendatangkan keinginan-keinginan yang bisa menjadi pintu masuk bagi dosa-dosa untuk mencengkram dan menjerumuskan kita. Ada salah seorang murid saya yang bercerita bahwa dia baru saja menghabiskan hampir setengah dari gajinya dalam beberapa jam. Dia pergi ke mal hanya karena iseng sepulang kerja, tanpa keperluan membeli kebutuhan apa-apa. Disana dia melakukan "window shopping", melihat-lihat etalase dan apa yang ditawarkan berbagai butik. Karena tidak tahan melihat produk-produk yang menarik, katanya, dia pun mulai membeli ini dan itu, dan ketika dia sadar, ternyata hampir setengah dari gajinya habis dipakai untuk membeli barang yang sebenarnya tidak begitu ia butuhkan. "Nyesal banget rasanya.." begitu katanya sambil tersenyum kecut.
Kemarin saya berbicara tentang perjalanan kehidupan kita yang tetap mengalami proses pembentukan (under construction) hingga akhir. Kita harus senantiasa menjaga diri kita agar tidak tersandung dalam perjalanan, agar kita bisa mencapai akhir dari proses (end of construction) dengan gilang gemilang. Tadi malam saya diingatkan Tuhan akan sebuah ayat yang merupakan kelanjutan dari proses ini.
Ada proses perbaikan jembatan tidak jauh dari rumah saya yang sudah berlangsung sebulan terakhir. Setiap kali saya pulang bekerja, saya akan bertemu dengan papan "sedang dalam perbaikan/under construction". Sebuah proses konstruksi biasanya tidak berlangsung cepat. Butuh waktu panjang untuk menyelesaikannya dan membutuhkan usaha yang tidak sedikit. Sebuah proses pembangunan dapat menghasilkan sesuatu yang indah pada akhirnya setelah melalui proses panjang, apalagi jika dibangun oleh arsitek yang bagus dan punya blueprint bagus pula. Tadi malam ketika saya pulang saya kembali melihat papan pengumuman tersebut, dan saya pun terpikir bahwa kita manusia sebenarnya pun sedang dalam proses "under construction".
Ada iklan minuman keras yang pernah saya lihat di salah satu channel siaran luar negeri yang berbunyi "live life to the fullest", ada pula iklan lain yang berbunyi "live life to the max". Di dalam negeri, ada juga yang hampir sama bunyinya, "bikin hidup lebih hidup." Ya, begitu banyak iklan menawarkan sesuatu yang bisa membuat hidup ini lebih maksimal, atau sekedar membuat hidup lebih terasa hidup. Tidak perduli apa yang mereka tawarkan, baik untuk kesehatan atau malah merugikan, iklan adalah tetap iklan yang mencari motto untuk menggugah dan membuat orang tertarik pada produk mereka. Kenapa bawa-bawa hidup? Jelas mereka menyadari bahwa sesungguhnya orang butuh alasan dan tujuan untuk hidup. Tanpa hal tersebut, hidup hanya akan berupa rutinitas yang tidak berharga, sesuatu yang tidak berarti bahkan sia-sia. Betapa banyaknya orang yang memilih jalan pintas mengakhiri hidupnya, karena mereka kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Atau kalau kita melihat pendukung fanatik kesebelasan sepak bola saja, kita akan melihat betapa kesebelasan kesayangan mereka sungguh sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan mereka, dan menjadi alasan dan tujuan hidup mereka. Ketika tim kesayangan mereka kalah, mereka pun bisa mengamuk dan melakukan kebodohan-kebodohan terhadap pendukung tim lawan atau tempat-tempat disekitaran stadiun, seperti kerusuhan, penghancuran dan penyerangan. Pada suatu ketika di kota saya, tim kesayangan kota ini kalah oleh musuh bebuyutannya, dan yang terjadi adalah, para pendukung keliling kota men-sweeping mobil-mobil yang nomor pelatnya sama dengan tim lawan. Hanya satu kali kalah, mereka mengamuk seolah-olah hidup mereka berakhir.
Beberapa orang mengeluh karena mawar memiliki duri, tapi saya kira kita seharusnya bersyukur karena duri memiliki mawar. Orang yang tertusuk duri mungkin menyesalkan kenapa bunga mawar yang begitu indah harus berduri, tapi jika duri bisa bicara, mungkin duri akan bersyukur bahwa ia memiliki mawar. Kita bisa memandang dari banyak sisi akan benda yang sama, baik dengan keluhan ataupun bersyukur. Saya pernah mengatakan bahwa saya punya pandangan "it's all in the state of mind". Bahwa dalam hal buruk tidaklah berarti semuanya buruk. Pasti ada hal baik dibalik situasi buruk yang kita alami. Ajakan untuk bersyukur pun sebenarnya bukan hal baru. Kita sudah sering berhadapan dengan ajakan ini baik lewat tulisan, kotbah dan sebagainya. Namun pola pikir untuk selalu bersyukur ini memang bukanlah semudah membalik telapak tangan, apalagi jika kita sedang berada dalam tekanan. Yang lebih ironis lagi, banyak orang berusaha mencari Tuhan ketika mereka tengah membutuhkan bantuan, namun lupa bersyukur saat mereka diberkati. Banyak orang memandang mukjizat dari Tuhan hanyalah datang dari hal-hal ajaib yang "bombastis" seperti orang sakit parah disembuhkan, orang lumpuh berjalan,orang buta melihat, bahkan orang mati dibangkitkan. Padahal, ketika kita masih memiliki kesehatan dan kemampuan untuk berjuang di tengah kesulitan, itu pun merupakan mukjizat dan berkat yang berasal dari Tuhan.
Hari ini beberapa makanan lezat terhidang di meja. Istri saya sudah repot-repot memasak, dan hal itu membuat saya sangat senang apalagi setelah hari yang melelahkan dengan pekerjaan. Di meja makan saya berpikir, pernahkah terpikirkan oleh kita bahwa agar makanan-makanan lezat itu bisa sampai ke atas meja harus melewati sebuah proses panjang? Peternak ayam telah bersusah payah membiakkan ayam untuk dijual, para nelayan yang menentang badai dan menghadapi berbagai resiko ketika melaut untuk mendapatkan ikan, petani yang dibawah terik matahari bekerja menanam padi dan sayur mayur, kemudian para supir yang mengantarkan produk-produk tersebut ke pasar, para penjual di pasar, atau jika anda membeli di supermarket, ada karyawan/karyawati yang akan membantu anda. Setelah semua ini, istri saya tercinta pun memasak dan akhirnya makanan bisa dihidangkan. Ini baru uraian singkat, karena saya yakin proses jejaring makanan ini pasti melewati jalan yang lebih rumit lagi.
Kemarin kita sudah melihat bagaimana orang-orang jahat memanfaatkan momen bulan puasa dengan menjual produk daging glonggongan, yang digelembungkan dengan cara memasukkan air ke dalam tubuh hewan. Sebuah tindakan yang tidak saja kejam terhadap hewan, tapi juga dapat mengancam kesehatan kita yang mengkonsumsinya. Kalau fenomena daging glonggongan sudah membuat kita geleng-geleng kepala, bagaimana dengan maraknya penjualan daging busuk/bangkai di pasaran? Ini juga salah satu kejahatan yang berbahaya bagi kesehatan. Daging-daging busuk dikumpulkan dari tong-tong sampah kemudian diolah kembali dan dijual! Semua itu tidak menjadi pemikiran para penipu. Mereka tidak peduli nyawa orang, yang penting adalah mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Sebenarnya produk-produk berbahaya yang masih diperdagangkan masih sangat banyak. Yang paling sering kita dapati di supermarket mungkin produk-produk kadaluarsa. Dalam produk susu untuk balita pun kita harus waspada. Beberapa bulan yang lalu Indonesia sempat heboh dengan ditemukannya produk susu lokal yang mengandung bakteri Entrobacter Sakazakii (gambar disamping). Atau kasus yang masih hangat, susu mengandung melamin yang menewaskan banyak anak di negara RRC. Berbagai campuran zat kimia yang tidak aman bagi tubuh terdapat di berbagai produk. Banyak dari produk berbahaya ini tidak kasat mata, tidak terlihat berbeda, dan mungkin membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menimbulkan penyakit dalam tubuh manusia.
Dalam bulan puasa di bulan yang lalu muncul kasus ayam glonggongan. Ayam glonggongan adalah penggelembungan ukuran ayam dengan cara memasukkan air lewat cara penyuntikan. Ukuran ayam akan meningkat karena tubuhnya dipenuhi air. Adanya kecenderungan masyarakat untuk membeli daging ayam yang gemuk dengan harga murah dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan. Bukan hanya ayam, tapi lalu muncul pula sapi glonggongan. Bedanya, jika ayam disuntik air setelah mati disembelih, pada sapi air dimasukkan melalui selang ketika sapi masih hidup. Sapi kemudian mati karena dijejali air terlalu banyak, baru kemudian disembelih. Saya tidak habis pikir bagaimana orang bisa bertindak seperti itu, seolah-olah mereka tidak perlu mempertanggungjawabkan apa-apa kelak di hadapan Tuhan.
Ada beberapa pendeta yang diberi talenta luar biasa oleh Tuhan sehingga mereka mampu melakukan berbagai mukjizat bagi ribuan orang. Kita kerap melihat betapa luar biasanya Tuhan bekerja lewat mereka, sehingga banyak orang sakit disembuhkan, pelepasan, bahkan ada beberapa kasus dimana orang yang sudah meninggal kembali bangkit. Menyaksikan semua ini bisa membuka mata kita akan kuasa Tuhan, betapa tidak ada yang mustahil bagi Dia. Sayangnya, ada banyak orang mendasarkan keimanannya hanya pada mukjizat, keajaiban, hal-hal mustahil yang jadi nyata dan sebagainya. Bagi sebagian orang, Tuhan adalah sama dengan pesulap sekelas David Copperfield dan kawan-kawan. Jika tidak ada mukjizat terjadi, berarti Tuhan tidak ada, minimal sedang dianggap sedang tidak berada ditempat, sedang cuek, sedang istirahat atau cuti. Ada banyak orang juga yang bersikap apatis, merasa bahwa mewartakan kabar gembira itu bukanlah tugas mereka. Mengapa demikian? Karena mereka tidak mampu membuat mukjizat.
5 roti + 2 ikan = 5000 roti & ikan + 12 bakul sisa. Hal ini sungguh tidak bisa dijelaskan secara hitungan matematis bahkan logika manusia. Tapi inilah yang terjadi pada perikop "Yesus memberi makan lima ribu orang" yang tertulis pada Matius 14:13-21, Markus 6:30-44, Lukas 9:10-17 dan Yohanes 6:1-13. Jika kita baca lagi, yang terjadi bahkan lebih dari jumlah diatas, karena hitungan 5000 orang itu hanyalah laki-laki saja, belum termasuk wanita dan anak-anak. Sebuah keajaiban yang mencengangkan bukan? Bagaimana mungkin 5 buah roti dan dua ekor ikan bisa mencukupi untuk memberi makan total manusia sebanyak itu. Tapi itulah yang terjadi, itulah mukjizat yang dilakukan Kristus.
Hari ini saya merasa sangat lelah. Kegiatan sudah dimulai sejak pagi, dan saya baru tiba di rumah pada malam hari. Dalam perjalanan pulang hujan lebat mengiringi saya. Hujan sudah dimulai sejak sore harinya, sehingga perubahan dari terang ke gelap hari ini berlangsung bersama hujan. Ketika sampai di rumah, saya pun tertidur saking lelahnya. Sekitar jam 12 tadi saya terbangun, dan Tuhan menanyakan tiga hal pada saya. "Tadi pagi, ketika hari begitu cerah, adakah Aku bersamamu?" Saya jawab, "ada, Bapa.." Kemudian pertanyaan kedua: "Ketika hujan turun lebat tadi, adakah Aku bersamamu?" Saya kembali menjawab, "ada". Pertanyaan terakhir: "di kegelapan malam tadi, adakah Aku bersamamu?" Saya kembali menjawab ada. Dan saya pun tersenyum di tempat tidur, merasakan tenang dan kelegaan yang luar biasa.
Manusia tidak henti-hentinya membangun bangunan pencakar langit yang menjadi bisa simbol kebanggaan. Gedung Empire State Building (381 m) yang dibangun dengan gaya Art Deco yang sangat indah menjadi gedung tertinggi selama 40 tahun. Kemudian banyak gedung-gedung tinggi yang silih berganti merebut posisi teratas sebagai gedung tertinggi di dunia dengan segala kelebihannya. Petronas Twin Towers di Kuala Lumpur Malaysia yang selesai dibangun tahun 1998 misalnya, mencapai tinggi 452 m, 88 lantai. Twin Towers ini dilengkapi jejantas udara atau jembatan udara di lantai 41 dan 42. Ketinggian gedung ini sebentar lagi akan dikalahkan oleh Burj Dubai (Menara Dubai). Burj Dubai kini masih dalam pengerjaan dan diperkirakan akan mencapai ketinggian 800-an meter. Indonesia memiliki Tugu Monas (Monumen Nasional). Meski ketinggiannya jauh dibawah gedung-gedung pencakar langit di atas, tapi Monas yang diresmikan Presiden pertama RI Soekarno memiliki keunikannya sendiri. Puncak Monas berbentuk obor dibuat dari emas seberat 35 kg. Pada saat itu proyek pembangunan Monas menjadi sesuatu yang kontroversial karena dibangun pada saat dimana-mana terjadi antrian untuk mendapatkan beras. Terlepas dari kontroversialnya, Monas yang dibangun sebagai monumen peringatan untuk mengenang perjuangan rakyat adalah salah satu simbol kebanggaan Indonesia.