=====================
"Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu..."
Beberapa waktu lalu seorang teman datang berkunjung dan menginap di rumah. Pada malam harinya kami duduk berbincang-bincang di teras rumah, dan di langit terlihat begitu banyak bintang bertaburan. Tiba-tiba ia menunjuk ke arah sekelompok bintang dan berkata "Itu rasi orion!" Saya bukan orang yang mengerti astronomi atau ilmu perbintangan, dan saya tidak pernah tahu sebelumnya kalau teman saya itu bisa mengamati rasi bintang. Ia pun terus menunjuk kesana kemari untuk menunjukkan pola-pola bintang lainnya yang ia kenal. Selagi pandangan saya menatap bintang-bintang di langit dan mengikuti penjelasan teman saya itu, saya pun berpikir, betapa Tuhan telah menghias langit dengan begitu indahnya. Dan saya pun kemudian menyadari bahwa sesungguhnya ada pesan yang disampaikan Tuhan setiap malam lewat keberadaan bintang-bintang itu.Seorang ahli astronomi pernah berkata bahwa apabila kita memiliki mata yang baik maka kita akan bisa melihat 5000 bintang. 5000 rasanya seperti terdengar berlebihan, tapi begitulah katanya. Ada banyak bintang yang tidak terlihat secara kasat mata, dan para ahli pun kemudian mengunakan teleskop untuk bisa menyelidiki dan mengamati lebih jauh lagi tentang bintang-bintang ini. Penelitian para ahli astronomi ini menyimpulkan bahwa ada milyaran galaksi di angkasa raya, dan setiap galaksi ini memiliki milyaran bintang pula. Bisa dibayangkan ada berapa banyak jumlah bintang sebenarnya yang ada di atas sana. Seorang ahli pernah berkata, ada lebih dari 10 bintang di alam semesta ini untuk setiap butir pasir di bumi. Itu sebuah perbandingan yang mencengangkan yang mungkin belum pernah kita dengar sebelumnya.
Abraham mungkin tidak tahu kesimpulan ahli ini. Tapi tanpa tahu pun Abraham tentu tercengang ketika mendapatkan janji Tuhan kepadanya yang dihubungkan dengan jumlah bintang. "Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Perlukah Abraham terlebih dahulu menghitung bintang? Perlukah ia berbantah-bantah dulu karena janji Tuhan itu terdengar aneh dan tidak masuk akal? Tidak. Alkitab mencatat respon Abraham, yang pada masa itu masih bernama Abram. "Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (ay 6). Lalu lihatlah bintang yang menuntun orang-orang Majus dari Timur untuk bertemu dan menyembah bayi Yesus. (Matius 2:1-12). Daud pun berulang kali menuliskan perenungannya sambil melihat ke arah bintang-bintang. Lihatlah salah satunya berbunyi: "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5). Bintang bisa membawa begitu banyak pesan Tuhan kepada kita. Bintang selalu hadir setiap malam, dan kita bisa menyaksikannya ketika langit cerah, berkilauan gemerlap di langit gelap. Di bentangan langit gelap itu Tuhan ternyata berbicara dan menyatakan kehadiranNya kepada kita.
Lihatlah apa bunyi firman Tuhan lewat Yesaya berikut ini. "Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah: siapa yang menciptakan semua bintang itu dan menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya? Satupun tiada yang tak hadir, oleh sebab Ia maha kuasa dan maha kuat." (Yesaya 40:26). Ayat ini mengingatkan kita akan kebesaran kuasa Tuhan, yang sanggup menyuruh milyaran bintang-bintang itu keluar tanpa terkecuali. Itu menunjukkan keberadaanNya ditengah kita, itu menunjukkan penyertaanNya kepada kita. Lalu ayat selanjutnya berkata: "Mengapakah engkau berkata demikian, hai Yakub, dan berkata begini, hai Israel: "Hidupku tersembunyi dari TUHAN, dan hakku tidak diperhatikan Allahku?" Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya. Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya." (ay 27-29). Seperti halnya Tuhan memperhatikan milyaran bintang di langit, Dia pun memperhatikan milyaran individu yang hidup di bumi. Tidak satupun yang Dia lupakan, tidak satupun yang Dia abaikan. Artinya jelas. Jika Tuhan sanggup menggerakkan segenap penghuni langit untuk keluar satu persatu, Dia pun dapat membawa kita keluar dari gelap menuju kepada terangNya.
Apabila ada di antara anda yang hari ini dicekam kekuatiran menghadapi datangnya tahun yang baru atau tengah ditimpa beban berat, arahkanlah mata ke langit dan lihatlah bahwa di balik bintang-bintang yang anda amati itu ada Tuhan yang bertahta disana. Dia sedang berbicara mengingatkan anda bahwa anda tidaklah sendirian. Dia peduli dan selalu siap untuk membawa anda keluar dari kegelapan menuju kepada terangNya yang damai dan penuh sukacita. Malam ini jika anda melihat bintang-bintang bertaburan dengan gemerlapnya yang indah, bersyukur dan bersukacitalah. Sebab itu tandanya Allah peduli dan mengasihi anda.
"Bersyukurlah kepada Tuhan segala tuhan! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya...Bulan dan bintang-bintang untuk menguasai malam! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." (Mazmur 136:3,9)
Apa yang anda rasakan dalam menyambut tahun baru yang akan datang lusa? Bersyukurlah jika anda merasa baik-baik saja dan tenang dalam memasuki tahun yang baru. Pada kenyataannya ada banyak yang khawatir dengan berbagai macam alasan. Ada yang mengalami banyak problema di tahun ini sehingga mereka pun merasa gamang untuk melangkah ke dalam tahun berikutnya. "Tahun ini saja sudah susah, bagaimana tahun depan? Tidak tahu deh, saya pasrah pak.." kata bapak tukang parkir yang sudah saya kenal. Ada yang ragu menatap tahun baru karena menurut pengalaman mereka dalam beberapa tahun terakhir, situasi bukannya membaik tetapi malah memburuk. Ada pula yang dicekam ketakutan karena banyaknya ramalan-ramalan yang mengatakan bahwa tahun 2012 merupakan tahun terakhir perjalanan sejarah manusia di bumi. Kondisi sulit, krisis terjadi dalam multi dimensi. Bukan saja di negara kita tapi secara global pun demikian baik dalam segi ekonomi, politik, keamanan, kesehatan, dan lain-lain. Belum lagi bencana alam dan sebagainya yang memporakporandakan banyak tempat di berbagai belahan dunia. Lantas bagaimana? Apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita kehilangan sukacita dan masuk ke dalam tahun baru dengan sikap pesimis atau bahkan menyerah sebelum bertanding? Jangan sampai. Alangkah sayangnya apabila kita menatap tahun yang baru dengan pandangan suram atau tanpa harapan.
"Negara ini sebenarnya berpotensi besar untuk menjadi hebat, sayangnya banyak di antara penduduknya hanya pintar komplain tapi sulit bersyukur." Itu kata seorang teman yang prihatin melihat kondisi negara yang terus carut marut. Ganti pemimpin tidak berarti segala sesuatu menjadi lebih baik. Terlepas dari tegas tidaknya pemerintah dalam memimpin, teman saya melihat rongrongan dari berbagai elemen masyarakat pun turut andil dalam memperkeruh masalah. "Bagaimana orang bisa kerja kalau digerogoti atau dikomentari terus menerus?" katanya lagi. Apa yang ia bilang memang ada benarnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi banyak di antara kita untuk terus mengeluh, memprotes dan mengomel. Certified whiners, katanya, dan sedikit banyak itu tentu akan mempersulit sistem berjalan. Di satu sisi kritikan yang membangun itu memang perlu, dan kita memang dianjurkan untuk mau berlapang dada menerima kritik, tapi di sisi lain kritik yang terus menerus dan berlebihan tentu akan mengganggu proses apapun untuk berjalan dengan baik. Ada banyak orang yang di gereja pintar mengucap syukur, tapi di hari kerja omongannya hanya berisi keluh kesah, bersungut-sungut dan hal-hal negatif lainnya. Alkitab jelas menegur kita mengenai sikap seperti ini.
Ada kalanya ketika dikejar-kejar deadline atau batas/tenggat waktu saya berharap bisa menghentikan sejenak putaran jarum jam. Betapa enaknya apabila kita bisa menghentikan waktu sejenak agar kita bisa menyelesaikan tugas demi tugas tepat pada waktunya dan kemudian bisa memiliki lebih banyak waktu untuk beristirahat. Hari ini pinggang dan punggung saya rasanya pegal sekali. Beberapa hari terakhir sibuknya bukan main. Selain mengajar di dua tempat, ada banyak deadline yang harus dinaikkan pula di media saya. Bagai air bah semuanya datang melimpah di saat bersamaan. Esok ada setumpuk lagi yang harus segera diselesaikan tepat waktu, lusa pun demikian. Saya merasa lelah, penat, bagai mainan yang baterainya sudah mulai habis. Tapi tugas tetaplah tugas. And time definitely waits for nobody. Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus mengerjakan semua tanggung jawab itu sebaik-baiknya dengan sepenuh hati. Itu jika saya tidak mau melanggar batas waktu atau menghasilkan sesuatu yang acak-acakan. Jika kita bekerja, maka deadline merupakan bagian dari keseharian kita. Kita bisa menundanya, atau melanggar batas waktu, tapi pada akhirnya itu akan menambah masalah pada diri kita sendiri. Daripada mengeluh, saya memilih untuk bersyukur. Sementara menghilangkan jenuh di kepala, saya pun kemudian menulis renungan ini.
Saya sangat kagum kepada anak teman saya yang masih berusia 9 tahun. Di usia semuda itu ia sudah bisa melakukan banyak hal. "Dia suka ikutan mengerjakan apa yang dikerjakan oleh seisi rumah." kata ibunya sambil tertawa. Kakeknya mengutak-atik motor, ia pun ikut disana, setidaknya memutar sekrup. Ia selalu bangga ketika tangannya terkena oli, karena itu ia anggap sebagai bukti peran sertanya dalam memperbaiki motor. Ibunya memasak, ia pun ikut membantu. Maka di usia 9 tahun itu ternyata ia sudah pintar memasak jenis-jenis makanan yang tidak terlalu rumit untuk dibuat. Di usia itu semuda itu ia mulai berpikir untuk belajar piano atau gitar, dan hebatnya lagi, ia sudah pintar memotret dengan kamera pro. Segudang kepintaran ini ternyata tidak membuatnya sombong. Hari ini saya melihat langsung bagaimana ia datang dan bertanya dulu sebelum melakukan sesuatu. "Ma, boleh tanya tidak?", "Ma, masih boleh pesan tidak, saya haus.." Ini adalah sesuatu yang langka untuk dijumpai, terlebih di hari-hari ini dimana kecenderungan orang tua yang biasa kita temui adalah memanjakan anaknya atau sebaliknya tidak mempedulikan mereka.
Malam ini saya secara khusus membayangkan apa yang terjadi pada malam Yesus dilahirkan. Betlehem mungkin sudah tertidur lelap di malam sunyi yang dingin. Di saat itulah seorang wanita berusia muda tengah berjuang melahirkan Anak yang dikandungnya selama 9 bulan. Tidak ada yang membantunya, kecuali Yusuf yang berprofesi sebagai tukang kayu. Kejadian itu bukanlah di rumah sakit bersalin atau rumah bidan, melainkan di dalam palungan berisi jerami. Alkitab mencatatnya demikian: "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." (Lukas 2:7). Tidak ada penginapan sama sekali bagi mereka, bahkan satu kamar pun. Bayangkan Raja di atas segala raja lahir bukan di istana yang mewah, bukan di tempat selayaknya melainkan di dalam kandang. Suasana pengap, bau dan penuh suara binatang mungkin mewarnai kelahiran Sang Raja pada waktu itu. Sebagian orang mengatakan bahwa si pemilik penginapan adalah orang berdosa yang tidak peduli, atau bahkan dituduh menolak Juru Selamat yang diutus Tuhan. Tapi pernahkah terpikir bahwa mungkin Tuhan sudah menyuratkan seperti itu, mempergunakan si pemilik penginapan untuk mengatur dan menyiapkan tempat dalam palungan tepat seperti kehendak Tuhan sendiri? Yesus lahir di kandang domba, dan tugasNya adalah menyelamatkan domba-domba yang hilang. Alkitab tidak menyatakan siapa pemilik penginapan dan apa motivasinya menempatkan seorang ibu muda yang tengah hamil tua di tempat yang kotor dan tidak layak itu. Tapi biarlah, karena itu bukanlah esensi dari kelahiran Sang Juru Selamat. Yesus lahir untuk menggenapkan kehendak BapaNya yang mengutusNya demi melakukan sebuah misi penyelamatan yang didasarkan oleh sebentuk kasih yang luar biasa besarnya dari Tuhan, Sang Pencipta kepada kita semua, ciptaan-ciptaanNya yang sudah begitu terkontaminasi oleh dosa turun temurun. Untuk itu Yesus dilahirkan, mengambil rupa seorang hamba, melepas semua hak-hak KetuhananNya demi keselamatan kita semua. That's the greatest love of all, that's the power of love.
Di masa-masa sulit seperti sekarang ini, hal tersulit yang harus dihadapi mungkin adalah kehilangan pekerjaan. Bekerja saja bagi banyak orang tidaklah mampu menjamin kelangsungan hidup sekeluarga, apalagi jika disaat seperti itu malah kehilangan pekerjaan. Seorang teman baru saja mengalami pemutusan hubungan kerja karena perusahaan tempatnya bekerja harus mengalami perampingan agar bisa terus berjalan. Apa hendak dikata, ia termasuk yang tidak dipertahankan. "Mau mencari kerja kemana lagi.." katanya murung. Kita tentu tahu bagaimana sulitnya mencari pekerjaan apalagi jika ilmunya pas-pasan. Puji Tuhan, seorang teman satu gerejanya kemudian memberinya pekerjaan sehingga ia tidak harus pusing berlama-lama. Ketika bertemu lagi dengannya ia pun berkata, "Tuhan sungguh baik, Dia menjawab doaku lewat bapak itu." Ya, Tuhan senang memakai orang lain untuk menjadi saluran berkatNya. Tapi itu tidak bisa terlaksana apabila kita tumbuh menjadi manusia-manusia yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli kepada orang lain yang sedang menderita dan membutuhkan pertolongan.
Seorang musisi pernah mengeluh kepada saya karena salah seorang anggota bandnya seringkali mangkir atau datang terlambat. Gara-gara satu orang itu mereka pun terus terkendala dalam latihan mereka. Alasan yang dikemukakan menurutnya selalu saja ada, mulai dari yang klise seperti terjebak macet, sampai yang rasanya konyol seperti ketiduran atau lupa jadwal. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya untuk menumbuhkan band jika ada anggota yang seperti ini di dalamnya. Saya pun berpikir bahwa ada banyak orang yang bersikap seperti itu. Datang terlambat ke kantor, terlambat ke sekolah, terlambat menjemput, itu menjadi ritme banyak orang setiap harinya. Alasan yang dikemukakan pun bisa bermacam ragam. Saking pintarnya mencari alasan, jangan-jangan kita sudah pantas menjadi "profesor alasan". Variatif, kreatif and inovatif, seperti itulah pintarnya kita dalam mereka alasan. Disiplin semakin lama sudah semakin langka. Seandainya kreativitas dalam inovasi itu dipergunakan untuk hal-hal yang bermanfaat positif dan baik seharusnya negara kita bisa lebih baik lagi. Tapi itulah sebuah sikap yang nyatanya semakin membudaya di kalangan banyak orang. Mencari alasan bisa pintar, tapi untuk berdisiplin dan patuh terhadap peraturan atau jadwal sulitnya bukan main.
Ada banyak yang akan sangat berpengaruh terhadap kesuksesan kita dalam pekerjaan atau dalam menghasilkan sesuatu. Banyaknya ilmu yang kita miliki, kepintaran, penguasaan terhadap bidang kita dan kemampuan tentu memegang peranan penting. Tetapi ada yang tidak kalah penting untuk kita miliki, yaitu kepekaan kita dalam membaca situasi. Saya menyebutnya dengan sebuah kata saja, momen. Tanyakan kepada fotografer bagaimana pentingnya momen dalam menangkap sebuah kejadian. Sekali momen itu dilewatkan, maka sulit bagi mereka untuk memperoleh lagi gambar yang luar biasa. Dalam hidup pun demikian. Ada banyak orang yang pintar, punya modal dan sebagainya tapi sulit untuk maju karena mereka tidak bisa menangkap momen. Mereka membuang kesempatan yang terbuka secara sia-sia, mereka terlalu lama memutuskan sesuatu sehingga momen yang tadinya hadir di depan mata pun kemudian berlalu begitu saja. Terkadang momen bisa jadi lebih penting dari segala kepintaran yang kita miliki. Saya mengenal banyak orang yang kemampuan dan ilmunya biasa-biasa saja, namun mereka sukses luar biasa karena pintar membaca situasi.
Bagi anda yang sudah pernah merasakan tentu tahu bagaimana sakitnya putus cinta. Ada orang yang bahkan sampai harus mengakhiri hidupnya karena tidak tahan merasakan perihnya putus dari orang yang dicintai. Ada yang memerlukan waktu bulanan bahkan tahunan untuk sembuh. Ada seorang teman ibu saya yang membutuhkan puluhan tahun baru bisa menikah dan melanjutkan hidupnya dengan baik. Terputus dari dosa bisa berarti sama bagi banyak orang. Mereka merasa enggan atau berat berpisah dari dosa-dosa yang selama ini membelenggu mereka. Mengapa? Karena seringkali dosa-dosa ini memberi kenikmatan atau kesenangan. Seringkali dosa-dosa seolah memberi kegembiraan atau kemudahan. Kita tahu semua itu semu, tapi banyak orang yang tidak peduli dengan itu. Kalaupun fana memangnya kenapa? Toh saya setidaknya bisa merasakan kenikmatan itu meski semu. Ada banyak orang yang berpikir seperti itu dan akibatnya sulit melepaskan diri dari jerat dosa. Mereka terus berkubang dalam lumpur, tidak mengindahkan nasihat atau lainnya yang mengingatkan mereka agar cepat berbalik sebelum semuanya menjadi terlambat. Sudah terang-terangan kena konsekuensinya pun mereka masih saja terus melanjutkan tindakan mereka yang salah. Bukankah kita bertemu dengan tipikal orang-orang seperti ini? Jika sekarang ada banyak orang yang terlena dalam dosa dan sulit untuk putus dari dosa, itu sudah terjadi sejak dahulu. Begitu berbahayanya hal ini sehingga dalam kitab terakhir yaitu Wahyu yang berisi nubuatan tentang akhir zaman pun hal ini masih terlihat.
Hadiah apa yang sudah anda siapkan untuk orang-orang yang anda cintai? Ketika Natal sudah sangat dekat seperti ini, tentu sebagian besar orang tua sudah menyiapkan kado untuk anak-anaknya. Ada yang memberi bingkisan bagi rekan bisnis, bertukar hadiah dengan teman-teman, atau menyediakan bingkisan kejutan bagi kekasih, istri atau suami. Sebagian lagi mungkin sudah pergi berlibur bersama keluarga ke tempat-tempat wisata atau bahkan ke luar negeri. Setelah bekerja keras selama setahun, tentu rasanya menyenangkan bisa berlibur bersama keluarga tanpa harus terganggu oleh pekerjaan yang sehari-hari menumpuk di meja kerja. Natal adalah sebuah perayaan untuk memperingati kelahiran Kristus. Jika kita sudah mempersiapkan berbagai hadiah dan kejutan kepada orang-orang terdekat kita, bagaimana dengan Sosok yang kita rayakan itu sendiri? Hadiah apa yang kita berikan kepada Yesus, dan hadiah seperti apa yang akan sangat berkenan buat Dia?
Untuk menyambut kedatangan hari Natal, saya sering memutar lagu-lagu Natal dari artis-artis ternama dahulu sampai sekarang. Barusan yang muncul di playlist adalah sebuah lagu yang dinyanyikan Jackson 5 berjudul "Give Love on Christmas Day". Liriknya indah dan sarat makna. Mari kita lihat penggalannya:
Sejarah lahirnya jazz tidak bisa dipisahkan dari peranan warga kulit hitam yang kebanyakan hidup sebagai budak pada abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Dalam keadaan tertindas dan menderita, ternyata mereka tidak memilih untuk meratapi nasib dan mengeluh. Mereka menuangkan perasaan mereka ke dalam pola-pola irama yang kemudian dikenal sebagai blues. Dari sana muncullah jazz sebagai gabungan dari blues, African rhythm, marching band dan gospel, jenis-jenis musik yang tumbuh subur di kalangan para warga kulit hitam pada masa itu. Saya terharu sekaligus kagum dan terkesan melihat pola pikir mereka pada masa itu. Mereka bukanlah orang-orang berpendidikan tinggi. Mereka ditindas dan dijadikan budak, dianggap warga kelas dua, bahkan seringkali dihina dan dijadikan bahan olok-olok oleh para tuan tanah berkulit putih. Tapi mereka tetap bisa mencurahkan perasaan mereka secara positif ke dalam musik, sesuatu yang pengaruhnya masih terasa hingga hari ini. Banyak lagu Natal yang berasal dari jaman itu, dan lagu-lagu itu pun bernuansakan pengharapan. Jelas, di dalam kondisi yang penuh penderitaan seperti itu, mereka tahu bahwa kelahiran Kristus turun ke dunia memberi jaminan akan keselamatan, dan tentu saja kemerdekaan. Kelahiran Kristus di mata mereka merupakan bukti nyata betapa besar kasih Tuhan kepada mereka, betapa berharganya mereka di mata Tuhan. Out of all the painful life, they went on singing cheerful and uplifting songs, and it's inspirational.
"Ini orang parkir seenak jidatnya saja!" teriak seorang pengemudi yang tidak bisa keluar dari parkiran karena mobilnya terhalang sebuah mobil lain yang parkir seenaknya. Tukang parkir menjadi sasaran empuk karena seharusnya ia melarang mobil itu untuk parkir menutupi mobil lain. Tukang parkir itu pun kemudian kalang kabut mencari pemilik mobil tapi gagal menemukannya. Saya parkir kebetulan tidak jauh dari situ sehingga melihat kejadiannya secara jelas. Sementara si pemilik mobil yang terhalang masih marah-marah sambil membentak tukang parkir, belum juga ada tanda-tanda pengemudi mobil dibelakangnya kembali ke mobilnya. Pernahkah anda melihat hal ini? Rasanya kita sering melihat kejadian seperti ini, atau bahkan mengalaminya sendiri. Tidak hanya soal parkir sembarangan, kitapun kerap kesal melihat orang yang mempergunakan fasilitas umum sesuka hatinya tanpa mempedulikan orang yang mengantri dibelakang mereka. Di saat kita tidak sedang buru-buru saja rasanya sudah kesal, apalagi kalau kita sedang terjepit waktu. Bagaimana dengan orang yang berkendara di jalanan secara ugal-ugalan? Atau orang yang memencet klakson berlebihan di saat macet? Polisi yang menutup jalan seenaknya sehingga kita harus memutar jauh? Ada begitu banyak hal dalam hidup kita yang bisa memancing emosi dengan cepat. Alasan untuk emosi mungkin memang ada, tapi jika kita tidak mengontrolnya cepat maka pada suatu ketika emosi itu menjadi sulit untuk diredam. Akibatnya kita akan mempermalukan diri sendiri, atau yang lebih fatal lagi, melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain yang pada suatu ketika akan kita sesali.