======================
"Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia."
Malam ini saya kembali melihat seekor burung elang melintas rendah tepat di depan mata saya. Saya tahu saya harus kembali menulis mengenai burung elang alias burung rajawali lagi. Saat ini sebenarnya saya sedang siap-siap untuk tidur, hari sudah sangat larut dan menjelang subuh, tapi ayat yang saya jadikan ayat bacaan hari ini tiba-tiba terlintas di pikiran saya dan itu artinya saya harus menuliskan sesuatu malam ini juga sebelum keburu lupa.Seperti apa burung rajawali mengajarkan anaknya untuk terbang? Dalam sebuah film dokumenter yang pernah saya tonton, jalannya adalah sebagai berikut. Seperti yang saya tuliskan kemarin, burung rajawali biasanya membuat sarang jauh tinggi di atas gunung. Di sanalah biasanya burung rajawali menetaskan telurnya. Pada awal kelahiran, seperti halnya bayi manusia, bayi-bayi burung rajawali akan menghabiskan waktunya dengan makan dan tidur dengan penuh kenyamanan dalam sarangnya. Sang induk pun akan mengurus mereka dengan penuh kasih sayang, mencari makanan dan menyuapi mereka satu persatu. Tapi pada suatu hari, sang induk akan terbang mengitari sarangnya sambil memperhatikan anak-anaknya dengan seksama. Pada suatu saat, sang induk rajawali akan meluncur cepat menuju sarangnya, menabrak sarangnya dan menggoncang dan menggoyang sarang itu. Lalu anaknya akan di ajarkan terbang. Si anak akan berkali-kali jatuh, namun induknya akan dengan cepat meraih anaknya kembali, mengangkat anaknya naik ke atas, dan melepaskannya kembali hingga anaknya terlatih dan siap untuk terbang.
Ada banyak di antara kita yang percaya pada Yesus tapi terus berlaku selayaknya bayi burung rajawali. Kita hanya mau berada di sarang yang nyaman, disuapi terus, diurusi terus tanpa mau melangkah, mau masuk lebih dalam atau mau belajar untuk terbang naik lebih tinggi lagi. Kita takut menghadapi perubahan. Kita hanya mau mendengar firman yang berisi berkat-berkat yang nyaman bagi telinga, dan melupakan ayat-ayat yang mengajarkan untuk bertekun dalam penderitaan. Menganggap Allah penuh kasih ketika senang, tapi ketika masalah datang, Tuhan dalam seketika akan berubah menjadi sosok bengis yang kejam. Apa yang kita baca pada ayat bacaan hari ini sesungguhnya sangat indah. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia." (Ulangan 32:11). God Himself wants to teach us how to fly. Ada masa dimana kita harus disuapi dan diberi susu, tapi ada saat dimana kita cukup "dewasa" dan akan dipersiapkan Tuhan untuk berdiri, berjalan dan berlari. Mulai mengepakkan sayap dan terus berusaha untuk naik ke atas. Mulai bertolak dari pinggiran pantai dan masuk ke laut yang lebih dalam. Dalam proses itu, Tuhan sendirilah yang akan menuntun kita. Dia akan menuntun kita hingga kita siap untuk terbang.
Dalam suatu kali Paulus mengingatkan demikian. "Dan aku, saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (1 Korintus 3:1-3). Berbagai perselisihan dan saling menjatuhkan di antara sesama anak-anak Tuhan yang banyak terjadi menunjukkan sebuah proses iman yang masih jauh dari dewasa. Mari kita lihat dalam kitab lain. "Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:12-14). Lihatlah masih banyak orang-orang yang seharusnya sudah siap menjadi pelayan Tuhan, namun perilaku, sikap, tindakan dan perbuatannya masih seperti bayi kecil. Bagaimana Tuhan bisa mengajarkan kita untuk naik ke atas, dan menerima begitu banyak janji Tuhan di atas sana, terbang lebih tinggi dari segala permasalahan dan goncangan-goncangan kehidupan, jika kita masih terus saja berlaku seperti bayi?
In times, He wants you to fly. He will personally teach and guide you for that. Kembali pada Ulangan 32, kisah rajawali menggoyang sarang ini didahului oleh ayat berikut: "Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10). Dan kemudian setelah ayat bacaan hari ini kita dapati ayat demikian: "Dibuat-Nya dia berkendaraan mengatasi bukit-bukit di bumi, dan memakan hasil dari ladang; dibuat-Nya dia mengisap madu dari bukit batu, dan minyak dari gunung batu yang keras" (ay 14). Lihatlah di padang gurun, ditengah ketandusan dan auman padang belantara, Tuhan ada bersama kita. Dia melatih kita untuk menjadi kuat, untuk mampu terbang tinggi, sehingga kita sanggup melintasi semua ketandusan, kegersangan dan ganasnya kehidupan dan mendapatkan berkat melimpah dari bukit batu dan gunung batu yang keras sekalipun! Itu yang Tuhan sediakan bagi kita. Tapi itu tidaklah bisa kita peroleh jika kita terus menerus berlaku seperti layaknya bayi rajawali. Let's spread our wings and fly!
To be able to fly high first we must learn how to fly
Kemarin saya melihat seekor burung elang/rajawali terbang melayang tepat di langit di depan rumah saya. Saya mengamatinya dari teras, betapa indah dan elegan burung rajawali itu mengembangkan kedua sayapnya dan melayang bebas di angkasa. Melihat seekor burung rajawali terbang melayang-layang di tengah kota tentulah bukan pemandangan yang biasa, sehingga sempat menjadi tontonan warga di sekitar tempat tinggal saya. Burung rajawali adalah burung yang berukuran cukup besar. Saya pernah membaca bahwa lebar kedua sayapnya ketika direntangkan setidaknya mencapai dua meter. Burung rajawali pun diketahui membangun sarangnya tinggi di atas gunung. Untuk mencapai sebuah puncak ketinggian tertentu dimana burung itu bisa melayang megah dan bebas tentu tidak mudah. Seekor burung rajawali harus mengepakkan sayapnya dengan kuat melawan angin kencang dan mungkin badai untuk bisa sampai ke sebuah ketinggian tertentu. Burung rajawali pun harus berani menghadapi dan menentang badai untuk bisa melewatinya. Tapi usaha keras burung rajawali untuk menentang angin dan badai tidaklah sia-sia. Ketika mereka berada di atas badai dan angin kencang, mereka bisa melayang-layang bebas dengan indahnya. Itulah yang saya lihat, betapa bahagianya burung rajawali itu melayang di angkasa.
Beberapa hari yang lalu saya ke rumah mertua saya. Hari waktu itu sudah cukup larut malam, sehingga pintu portal sudah ditutup oleh penjaga kompleks. Istri saya mengenal si penjaga kompleks, yang katanya sudah bekerja di sana semenjak dia kecil. Dari masih muda, hingga sekarang sudah terlihat tua dan lemah, pak penjaga masih tetap bekerja sebagai penjaga pintu kompleks. Sebuah kesetiaan dan pengabdian terhadap profesi yang luar biasa memang. Namun saya berpikir, dengan tingkat seperti yang ia miliki, tidak kah ia bisa memiliki pekerjaan lain yang lebih baik dan sehat, ketimbang harus bergadang setiap malam selama puluhan tahun? Kemudian saya teringat pada seorang bapak penjual jagung yang sering lewat di depan rumah orang tua saya. Setidaknya sejak saya masih SD, dia sudah mengayuh sepeda menjual jagung. Dan puluhan tahun setelahnya, ia masih juga melakukan hal yang sama. Sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah bertanya, mengapa dia tidak memikirkan untuk membuka warung kecil daripada terus mengayuh sepeda setiap hari puluhan kilometer? Dia waktu itu menjawab bahwa mengayuh sepeda menjual jagung sudah biasa ia lakukan, dan ia tidak berani mengambil langkah lain yang cenderung beresiko. Alasan ini mungkin mendasari begitu banyak orang, sehingga kemarin, hari ini, besok, lusa atau sepuluh tahun lagi, mungkin kita akan melihat mereka masih berada pada situasi dan kondisi yang sama.
Sebuah situs musik yang saya kelola sejak setahun lebih lalu saat ini mengalami peningkatan yang luar biasa. Situs itu dimulai dari 0 besar, tanpa relasi, tanpa koneksi, tapi saat itu saya merasakan dorongan yang kuat dari hati untuk berani melangkah dan mulai membangunnya. Ada saat-saat dimana saya merasa ragu apakah saya akan berhasil atau tidak. "Siapa lah yang mengenal saya..mau dari mana jalannya situs ini bisa berhasil?" itu pikiran saya ketika logika-logika manusia saya mencoba menguasai dan mengambil alih diri saya. Tapi saya memutuskan untuk terus berjalan, karena saya percaya Tuhan tidak akan mungkin membiarkan apa yang Dia kehendaki bagi saya berakhir sia-sia. Tentu saja, Tuhan tidak membuat segala sesuatunya secara instan. Saya tahu betul bahwa dari pihak saya diperlukan kerja keras dan usaha serius. Saya pun tidak menutup diri dari orang lain, karena saya tahu pasti Tuhan bisa memberkati dan melakukan mukjizatNya lewat orang lain atau apapun. Dan itulah yang terjadi. Bagaikan zig zag, berbagai keajaiban Tuhan datang berulang kali dengan begitu nyata, sehingga situs musik saya mencapai peningkatan, yang secara logika tidak mungkin bisa mencapai taraf seperti ini dalam waktu relatif singkat. Maka hari ini, saya mulai melihat hasilnya. Ada banyak artis baik dari dalam dan luar negeri sekarang menghubungi saya baik untuk melakukan wawancara, mengulas album mereka dan sebagainya. Jika dulu masalah saya adalah bagaimana meningkatkan situs agar dikenal luas, saat ini masalah yang datang lain. Saya terkadang merasa tegang dan sedikit stres ketika harus melakukan sambungan telepon dengan artis-artis di luar negeri untuk sesi wawancara. Di sisi lain saya merasa kecapaian harus melakukan begitu banyak tugas, disamping pekerjaan mengajar saya dan sering bagai dikejar-kejar waktu. Menulis renungan setiap hari, itu masih menjadi komitmen saya, dan puji Tuhan, hanya karena berkatNya-lah hingga hari ini saya masih cukup kuat melakukan semuanya. Tapi saya percaya satu hal. Jika dulu Tuhan mampu melakukan keajaiban dan mukjizat, hari ini Tuhan pasti juga mampu. Jika hari ini saya bisa melihat bagaimana mukjizat Tuhan turun memberkati pekerjaan yang saya lakukan sesuai kehendakNya dan membuatnya berhasil, saya yakin ke depan nanti pun Tuhan akan tetap menyertai saya. Apa yang perlu saya lakukan adalah terus melangkah. Stay close to God, and keep it going.
Dalam gambaran dasar pelajaran web desain yang saya ajarkan di kampus, saya selalu menekankan prinsip "less is more", "little is much" dan "small is beautiful". Tiga prinsip dalam merancang sebuah situs ini adalah sesuai dengan perkembangan jaman, dimana orang lebih menuntut sebuah situs yang cepat di akses ketimbang situs yang memiliki terlalu banyak fitur sehingga memberatkan tubuh situs tersebut dan memperlambat loading time nya. Berbeda dengan 4 tahun lalu, dimana rancangan situs yang dinilai bagus adalah situs yang memakai banyak flash dan memerlukan pemahaman tinggi dalam mengoperasikan berbagai software pendukung, dalam perkembangan situs saat ini, kesederhanaan lah yang harus jadi penekanan. Tapi hal tersebut bukan berarti mendesain situs menjadi lebih mudah saat ini dibanding dulu, karena saat ini desainer dituntut untuk mematangkan konsep mereka, sehingga lewat sebuah kesederhanaan pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara visual oleh orang yang mengakses situs. Itulah yang saya maksud dengan "less is more", "little is much" dan "small is beautiful".
Sebuah perjanjian hanya akan berlaku jika terdapat dua belah pihak yang saling mengikat di dalamnya. Ada syarat dan ketentuan yang wajib untuk dijalankan masing-masing pihak sesuai ikatan perjanjian. Alangkah anehnya apabila perjanjian hanya berlaku sepihak saja, hanya menuntut hak tanpa menjalankan kewajiban. Kemudian bagi yang melanggar syarat-syarat yang diatur dalam sebuah perjanjian tentu ada sanksinya. Itu adalah hukum wajib sebuah perjanjian dalam bentuk apapun. Baik perjanjian kerjasama, perjanjian jual beli dan sebagainya.
Malam ini ingatan saya kembali pada kejadian sekian tahun yang lalu. Pada saat itu ada seorang teman saya yang baru saja mulai melayani sebagai drummer tim musik Gereja. Pada saat latihan, ternyata ia berselisih dengan salah seorang yang sudah lebih senior. Masalahnya sebenarnya sepele: orang itu mengharuskan teman saya untuk memanggil "abang", dan saya tidak tahu persis bagaimana, tapi tampaknya teman saya tersinggung dengan cara penyampaiannya yang menurut dia kasar. Yang terjadi selanjutnya, teman saya memutuskan untuk keluar dari pelayanan, dan tidak saja berhenti disitu, tapi juga memutuskan untuk pindah Gereja. Yang satu menjadi batu sandungan, yang satu lupa fokus utama dalam melayani. Kedua-duanya mengikuti emosi duniawi.
Ada seorang teman online saya orang Amerika yang sudah lanjut usia. Baru-baru ini ia menggali kembali foto-foto lama keluarganya, dan mengenalkan ayahnya yang sudah lama meninggal dunia. Dia mengatakan betapa bersyukurnya dirinya memiliki sosok ayah seperti beliau, yang selalu memberi kasih sayang, perhatian dan mengajarkan budi pekerti selama ia bertumbuh. "Apa yang ia wariskan pada saya bukan uang atau harta kekayaan, namun segala bentuk perhatian dan kasih sayangnya mengasuh saya hingga dewasa,hal itu sungguh warisan yang sangat berharga. Saya tidak akan bisa seperti sekarang tanpa sosok seperti ayah." itu katanya. Apa yang kita tinggalkan bagi orang lain disebut sebagai warisan. Biasanya orang akan mengacu pada harta kekayaan, baik uang maupun benda, ada pula yang mewariskan kekuasaan, perusahaan, dan hal-hal lain yang dianggap bernilai tinggi. Sebaliknya, warisan juga bisa mengacu pada hal-hal negatif, seperti warisan hutang, reputasi/nama buruk dan sebagainya.
Saya sering terheran-heran melihat sekelompok anak balita yang bermain di depan rumah saya. Bayangkan di usia seperti itu, apa yang keluar dari mulut mereka sudah tergolong keterlaluan. Berbagai kata-kata tidak sopan terlempar begitu saja dalam bermain. Tadi saya sempat kaget, melihat salah satu dari mereka memakai topeng "Kamen Rider" dan berteriak
Harga segalon air mineral terus naik seiring dengan kenaikan harga-harga lainnya. Banyak orang sepakat mengatakan bahwa ini tahun yang sulit. Dengan sinis seorang teman pernah berkata, dalam UUD 45 terdapat pasal 33 yang mengatakan "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" tapi itu dulu. Sekarang bunyinya berhenti sampai "dikuasai oleh Negara", atau malah ditambahkan "dan dipergunakan pejabat untuk sebesar-besarnya untuk memperkaya diri sendiri." Sebuah bentuk sinisme yang kalau dipikir-pikir cukup beralasan, karena negara kita yang katanya kaya alamnya, ternyata tidak cukup mampu menjangkau kebutuhan rakyat jelata. "Untuk minum pun mahal" kata satpam di kampus saya. Tapi kalau saya pikir lagi, setidaknya air masih relatif lebih mudah di dapat di negara kita dibandingkan di gurun pasir. Lebih jauh lagi, setidaknya di gurun pasir saat ini kita bisa membeli air meskipun harganya mungkin jauh lebih mahal ketimbang kemasan-kemasan air mineral di Indonesia. Sekarang bayangkan pada jaman Musa, tidak ada orang yang menjual air! Dengan jumlah orang Israel yang berjalan melalui gurun pada jaman Musa, bisa dibayangkan bagaimana paniknya mereka membayangkan ketiadaan air. Tanpa air tidak ada manusia yang mampu hidup, apalagi di gurun pasir yang luar biasa panasnya. Kematian membayangi. Maka mulailah mereka bersungut-sungut, protes dan bersikap sinis kepada Musa.
Setiap kali saya hendak membersihkan CPU komputer, saya selalu saja harus berhadapan dengan kabel-kabel yang kusut, saling berbelit-belit di belakang. Saya selalu harus merapikan kabel-kabel itu, mengurainya satu per-satu agar kembali rapi. Hari ini rapi, besok-besok ketika saya harus membuka CPU lagi, saya akan kembali berhadapan dengan kabel berseliweran dan saling mengikat satu sama lain. Saya membayangkan, jika merapikan kabel komputer yang berbelit-belit saja sudah repot, apalagi jika harus mengurai benang kusut. Wah, repotnya bukan main. Bisakah kabel atau benang itu terurai rapi dengan sendirinya? Tentu tidak bukan? Jika dibiarkan, bukan saja tetap kusut, malah bisa bertambah kusut dan semakin lama akan semakin merepotkan jika hendak diurai. Dibutuhkan tangan-tangan untuk mulai mengurai benang-benang kusut itu satu persatu, karena kabel atau benang tadi tidak akan pernah bisa terurai dengan sendirinya.
Betapa sulitnya hidup lurus ditengah generasi bengkok. Kemerosotan moral makin menjadi-jadi, kesempatan-kesempatan untuk berbuat dosa seolah-olah terhampar bebas di depan mata, dimana-mana. Dalam sebuah kesempatan saya pernah mendengar orang berbicara mengenai korupsi. Katanya, jika tidak ikut korupsi, jabatannya bisa dicopot karena membahayakan rekan-rekan dan atasannya yang melakukan korupsi. "harus mengikuti arus.." katanya. Terkadang hati nurani kita cukup tajam untuk melarang kita melakukan dosa demi dosa, namun seringkali kita kalah dan hanyut dalam arus kesesatan, bukan karena kemauan kita, tapi karena pengaruh lingkungan, atau keterpaksaan untuk mengikuti arus. Manusia kemudian bertoleransi dengan dosa. Mula-mula sedikit, namun dosa itu akan menyebar dan tanpa sadar kita sudah tenggelam dalam gelimang dosa, tidak lagi tahu bagaimana untuk keluar dari kubangan dosa itu.
Emas murni bukanlah emas yang kita kenal dalam banyak bentuk perhiasan. Perhiasan-perhiasan yang terbuat dari emas biasanya sudah dicampur dengan logam lainnya sehingga keras bentuknya. Emas yang murni sebenarnya adalah logam yang lembut, berkilat, berwarna kuning yang menarik, mudah di tempa dan lentur. Ada sebuah proses pemurnian emas yang dilakukan lewat proses pembakaran. Caranya adalah dengan membakar emas hingga mencair. Disaat emas sudah cair, berbagai kotoran yang melekat padanya seperti debu, karat dan unsur-unsur logam lain akan naik ke permukaan, sehingga semua kotoran ini bisa diambil. Kemudian panas api dinaikkan dan kotoran-kotoran yang masih tertinggal pun akan naik ke permukaan untuk dibuang. Demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan campuran logam lainnya. Dari proses pembakaran itu akan jelas terlihat mana emas yang murni, mana yang masih dipenuhi oleh kotoran-kotoran yang mengurangi kadar kemurnian emas itu.
Hari ini saya teringat pada sebuah lagu yang juga sudah sangat populer, Seperti Bapa Sayang Anaknya. "Seperti bapa sayang anaknya, Demikianlah Engkau mengasihiku.." dan seterusnya. Lagu ini berbicara tentang betapa Tuhan mengasihi kita, seperti layaknya seorang ayah mengasihi anaknya. Seorang ayah teladan adalah ayah yang mampu meluangkan waktu untuk keluarga terlebih anak-anaknya ditengah kesibukan mencari nafkah yang menggunung, mampu menjadi imam dalam keluarganya dan mampu mendidik anak-anaknya untuk tumbuh dewasa dengan budi pekerti yang baik. Dalam mendidik anak-anak seorang ayah yang bijaksana tidak akan mungkin menuruti setiap keinginan anaknya. Hal tersebut tidak mendidik, dan akan membuat anaknya lupa diri, manja, egois dan lain-lain. Ada kalanya hukuman harus dijatuhkan, meskipun mungkin sang ayah merasa perih untuk melakukannya, dan seringkali sang anak merasa sedih kenapa ayahnya berlaku begitu kejam, karena mereka belum bisa melihat bahwa hukuman terkadang dijatuhkan atas mereka demi kebaikan mereka sendiri, agar tidak melakukan kesalahan yang sama lagi di kemudian hari. Pada masa kecil saya, saya masih ingat betul beberapa kali ayah saya menjatuhkan hukuman. Biasanya berupa menepuk telapak tangan saya, jika saya melakukan hal yang salah. Dulu waktu hukuman itu diberikan, saya merasa sedih dan marah. Namun hari ini ketika saya melihat ke belakang, saya bersyukur bahwa didikan yang diberikan kedua orang tua saya akhirnya berperan penting dalam membentuk saya seperti sekarang, tentunya termasuk berbagai hukuman yang dulu diberikan atas kesalahan-kesalahan saya.
Menanam pohon agar tumbuh baik ternyata susah-susah gampang. Pernah suatu kali saya berkunjung ke rumah seorang teman, dan pada saat itu ayahnya terlihat sedang sibuk membersihkan pohon di pekarangannya. Ketika saya bertanya apa yang sedang ia lakukan, ia menjawab bahwa ia sedang menyiangi dahan-dahan dari tunas-tunas yang tumbuh disana. Ia berkata bahwa pohon akan sulit menghasilkan buah secara produktif apabila ada terlalu banyak tunas yang tumbuh pada setiap dahan. Maka ia memilah-milah tunas yang tumbuh disana. Apabila tunas itu ternyata tidak produktif, tunas itu harus segera dipotong agar rantingnya bisa berbuah dengan baik. Di samping itu, terkadang ranting yang sudah berbuah produktif pun bisa dihinggapi berbagai parasit dan benalu. Parasit dan benalu ini akan membuat buah menjadi sedikit, malah tidak segar, karena zat-zat yang dibutuhkan ranting untuk menghasilkan buah habis diserap oleh benalu-benalu itu. Maka segala benalu dan parasit yang menempel pun harus segera dipotong dan dibuang sesegera mungkin. Tanpa melakukan berbagai usaha ini, niscaya pohon itu akan tumbuh sia-sia tanpa buah dan lama kelamaan akan mati.
Lagu ini mudah untuk dihafalkan dan dinyanyikan. Tapi sudahkah kita mengimani betul pesan yang disampaikan lagu tersebut ketika kita menyanyikannya? Mudah bagi kita berkata bahwa kita siap untuk dibentuk seturut kehendak Tuhan, mudah bagi kita untuk berkata bahwa kita adalah bejana-bejana yang siap dibentuk. Tapi ketika kita mengalami proses pembentukan itu, ternyata prosesnya seringkali sungguh menyakitkan, membuat kita menderita dan terkadang membutuhkan proses yang sangat lama.
Sebagai seorang pengajar/pendidik, ada kalanya saya harus memberikan hukuman pada mahasiswa yang tidak disiplin. Ketika mereka tidak tepat waktu mengumpulkan tugas, dengan berat hati saya terpaksa memotong nilai mereka. Ada kalanya saya menegur mereka ketika lalai, di lain waktu ada tugas-tugas tambahan yang saya berikan jika diperlukan. Sejak awal memang saya sudah mengingatkan mereka bahwa ada konsekuensi yang harus mereka terima jika mereka tidak mentaati aturan.Dari sisi mahasiswa mungkin ada yang merasa bahwa pengajar itu seenaknya memberikan hukuman dan tugas-tugas, tidak mau mengerti penderitaan mereka bergadang mengerjakan semuanya. Padahal semua itu bertujuan baik. Saya ingin melatih mental dan disiplin mereka karena menghadapi ganasnya persaingan dunia kerja tidaklah mudah, apalagi hari-hari ini ketika dunia ditimpa krisis global. Selain skil dan kemampuan, saya beranggapan disiplin dan kekuatan mental menjadi faktor yang sangat penting untuk dijadikan modal awal mereka. Maka segala hukuman itu akhirnya harus diberikan demi kebaikan mereka sendiri. Saya akan merasa bahagia jika mereka berhasil, seperti mendengar salah satu siswa yang paling disiplin tahun lalu kini mendapat pekerjaan di Singapura. Ini buah kedisiplinan, ini buah yang ia petik setelah tekun belajar sekian lama.
Kemarin kita telah melihat bagaimana bentuk iman Nuh, iman yang menjadikannya benar di mata Tuhan. Menyambung renungan kemarin, mari kita lihat bagaimana bentuk iman Abraham. Abraham dikenal juga sebagai bapak orang beriman. Bagaimana Abraham bisa mendapatkan julukan itu? Apakah Abraham tidak pernah mengalami jatuh bangun dalam masalah iman? Alkitab menjelaskan bahwa Abraham mengalami banyak masa-masa dimana ia mengalami pergumulan iman seperti kita. Tapi lihatlah salah satunya, mengenai rentang waktu yang panjang sejak Abraham menerima janji Tuhan hingga saat janji itu digenapi dengan kelahiran Ishak. Jarak waktu yang panjang ini memang pantas menjadi salah satu alasan mengapa Abraham dijuluki bapak orang beriman, meskipun dalam rentang waktu yang panjang ini Abraham mengalami jatuh bangun berkali-kali dalam perjalanan imannya. Mari kita lihat satu persatu penggalan kisah hidup Abraham yang menunjukkan kekuatan imannya.