===================
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN."
Pemandangan anak kecil yang merengek-rengek pada ibunya meminta sesuatu rasanya bukan lagi sesuatu yang aneh. Kita sering menyaksikan pemandangan seperti itu di pusat-pusat perbelanjaan. Terkadang mereka sampai duduk di lantai, menarik-narik orang tuanya sambil meraung agar keinginan mereka dipenuhi. Ketika hal tersebut tidak diberikan, maka mereka pun akan menangis sejadi-jadinya dan menarik perhatian banyak orang. Seorang teman saya yang mempunyai anak kecil mengatakan sungguh sulit mendiamkan anaknya ketika ia menginginkan sesuatu. Tidak semua permintaan anak harus dikabulkan, karena terkadang apa yang mereka minta tidak membawa kebaikan bagi mereka. Anak yang terus menerus minta permen misalnya, jika dituruti tentu akan merusak giginya. Anak yang terus minta mainan tidak akan mau belajar. Apa yang mereka minta tentu sesuai dengan keinginan mereka, namun orang tua mampu berpikir lebih jauh dan berhak memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Orang tua yang baik akan tahu kapan mereka harus menuruti, dan kapan mereka harus menolak.Sadar atau tidak, kita seringkali punya perilaku seperti anak kecil yang merengek-rengek itu. Kita sering datang pada Tuhan membawa "wish list" kita, berisi serangkaian permintaan ini dan itu. Ketika melihat mobil tetangga, kita pun datang pada Tuhan meminta mobil yang sama, atau kalau bisa lebih mewah lagi. Ketika mobil tidak kunjung datang, kita pun bersungut-sungut menuduh Tuhan tidak adil. Tuhan tidak mendengar doa kita, Tuhan tidak peduli, bahkan Tuhan pilih kasih. Padahal jika mobil itu diberikan pada kita, mungkin iman kita belum siap untuk memilikinya, sehingga bukan berkat yang datang, melainkan sesuatu yang bisa merusak hubungan kita dengan Tuhan dan menjauhkan kita dariNya.
Tuhan Yesus berkata: "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.." (Matius 7:7) Itu benar, karena tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Namun ingatlah bahwa apa yang kita anggap baik buat kita, apa yang kita anggap diperlukan, belum tentu yang terbaik untuk kita. Tuhan yang menciptakan kita tentu lebih tahu mengenai apa yang terbaik buat kita, seperti halnya orang tua yang tahu apa yang terbaik buat anaknya. Ayat bacaan hari ini berbicara mengenai hal itu. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Kemudian dilanjutkan dengan: "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (ay 9). Apa yang kita inginkan seringkali merupakan keinginan untuk memuaskan hasrat kedagingan atau sesuatu yang hanya memberi kesenangan sementara saja. Dibalik itu, ada banyak hal yang mungkin bisa merusak kehidupan kita. Tuhan tahu yang terbaik buat kita. Dia tidak pernah memberi rancangan untuk menghancurkan kita. Dia hanya memberikan rancangan damai sejahtera untuk hari depan yang penuh harapan. (Yeremia 29:11). Tidak ada yang perlu diragukan akan hal itu, karena kita tahu persis betapa Tuhan mengasihi kita semua. Kehadiran Tuhan Yesus ke dunia dengan karya penebusanNya yang luar biasa adalah bukti nyata betapa besar kasih Tuhan pada kita yang selalu saja berbuat dosa ini.
Bayangkan diri kita sebagai anak yang merengek minta permen, Tuhan sebagai "Orang Tua" kita akan tahu kapan harus menuruti dan menolak permintaan kita. Bukan untuk menyiksa, menyengsarakan kita, tapi justru karena Dia punya rencana yang jauh lebih baik buat kita. Yang terbaik adalah menyerahkan sepenuhnya kehidupan kita ke dalam tangan Tuhan. Biarlah Dia yang menentukan apa yang sebaiknya harus diberikan pada kita. Bukan kehendak kita yang paling baik, tetapi rancangan Tuhan lah yang sempurna. Yakobus menganjurkan agar kita meminta hikmat kepada Tuhan, dan Dia akan memberi dengan murah hati. (Yakobus 1:5) Itulah yang kita butuhkan agar kita bisa mengerti bahwa Tuhan akan selalu menyediakan segala sesuatu yang terbaik sesuai dengan rancanganNya yang penuh damai sejahtera buat hidup kita.
Bukan menurut kita, namun menurut rancangan Tuhan, itulah yang terbaik
Berbahayakah internet bagi manusia? Sebuah lembaga pendidikan yang saya kenal menganggapnya demikian, setidaknya bagi mahasiswanya. "Jika fasilitas internet ditambahkan di kampus, maka semua mahasiswa hanya akan mencari film-film porno.." begitu kata ketua yayasan pada suatu kali. Padahal ada banyak info berharga yang berguna bagi pendidikan terdapat disana. Saya sendiri memakai fasilitas internet untuk mewartakan firman Tuhan. Bagi hacker, internet bisa dipakai untuk mencuri uang orang lain. Internet bisa dipakai untuk mencari nafkah dengan cara-cara halal. Bahkan untuk sekedar mencari resep sambal sekalipun, internet bisa sangat membantu. Pisau tajam di tangan koki bisa membantu menghasilkan racikan makanan lezat dengan dekor makanan yang indah dipandang mata. Obat-obatan bagi dokter dapat menyembuhkan orang sakit, namun di tangan pecandu, obat bisa menghancurkan dan mematikan dirinya. Nuklir bisa dipakai sebagai sumber energi. Namun di tangan orang kejam, nuklir bisa dipakai menjadi senjata sangat mematikan. Uang bisa dipakai untuk membantu orang lain, tapi di tangan penjudi, uang menjadi sumber dosa yang bisa setiap saat menghancurkan keluarganya. Ada pula yang menghambakan uang. Padahal bukan uangnya yang salah, tapi orangnya. Seringkali manusia terlalu cepat mengambil kesimpulan akan sebuah objek. Internet itu negatif, uang itu menghancurkan, kedudukan dan jabatan itu sebuah awal kesombongan, obat-obatan tidak baik, politik itu jahat dan kotor, ilmu pengetahuan menjauhkan manusia dari Tuhan dan sebagainya. Tapi sebenarnya semua itu tergantung pada siapa yang mendapatkannya. Ya, semua tergantung di tangan siapa.
Tugas saya adalah mengajar teknik web dan grafik desain. Saya memberikan ilmu yang siap pakai bagi para siswa. Itu tugas utama saya. Tapi dalam berbagai kesempatan saya merasa perlu untuk memberikan nasihat. Nasihat seperti apa? Saya melihat ada banyak orang yang hanya duduk menunggu walaupun mereka sudah dibekali ilmu pengetahuan,keterampilan bahkan sekedar kemampuan yang cukup untuk bisa berbuat sesuatu. Tidak ada modal, tidak ada kesempatan, belum ada perusahaan yang memanggil dan sebagainya, selalu saja menjadi alasan orang untuk terus menunggu dan menunggu. Ketika orang selesai kuliah, mereka fokus hanya pada mencari lowongan kerja dan memasukkan lamaran. Selama tidak ada yang memanggil, mereka pun hanya terus menanti tanpa berbuat sesuatu. Mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya dengan apa yang sudah mereka punya, mereka sudah bisa mulai untuk melakukan sesuatu. Kemarin saya memberi sebuah contoh pada siswa saya. Saya mengajak mereka keluar untuk melihat rumput di halaman, dan mengajak mereka berpikir apa yang dapat mereka hasilkan dari sepetak rumput tersebut. Mereka mulai berpikir dan ternyata mampu memberi jawaban beragam. Mereka bisa beternak, mereka bisa memotong rumput, bisa menanam bagian-bagian yang gundul dan sebagainya. Ada begitu banyak peluang namun sedikit yang mampu melihat, apalagi menangkap peluang dan mengolahnya menjadi sesuatu yang menghasilkan.
Seberapa jauh kita sanggup mengorbankan milik kita untuk mendapatkan sesuatu yang sangat berharga? Ada banyak orang tua yang sadar betul akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka siap mengorbankan harta milik mereka, menjual simpanannya, menjual tanah, menjual ladang mereka agar sanggup menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. Biaya pendidikan yang semakin tinggi membuat banyak orang tua tidak lagi sanggup mengandalkan pendapatan hasil bekerjanya setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Maka mereka pun rela melepas harta bendanya, yang paling berharga sekalipun untuk itu. Suatu kali ada teman saya yang menjual koleksi kaset dan cd kesayangannya agar dapat membeli hadiah ulang tahun kekasihnya. Orang biasanya mampu mengorbankan miliknya yang berharga demi mendapatkan sesuatu yang lebih penting bagi kehidupannya, bagi masa depannya.
Sudah seminggu ini saya melihat setumpuk batu berukuran besar yang dipakai untuk membuat bangunan diletakkan menggunung di seberang rumah saya. Ternyata ada warga yang hendak membangun rumah, hanya saja jalan menuju rumahnya curam turun ke bawah dan tidak bisa dilewati mobil. Untuk mencapai rumahnya, orang harus meniti setapak jalan dipinggir sungai terlebih dahulu. Batu yang menggunung itu ternyata harus diangkut manual satu per satu ke bawah menuju rumahnya. Bayangkan jarak jauh, jalan menurun yang curam, meniti sungai harus dilewati oleh tukang pengangkut batu. Dan yang membuat saya kaget, pengangkut batunya hanya terdiri dari dua orang, dan keduanya sudah berusia lanjut. Malam ini ketika saya berdiri di teras, saya diingatkan akan dosa-dosa kita yang seringkali menumpuk seperti batu-batu besar tersebut.
Hari raya Imlek adalah sebuah perayaan yang dahulu kala dilakukan oleh para petani di Cina untuk menyambut datangnya musim semi yang didasarkan oleh penanggalan bulan (lunar). Biasanya keluarga berkumpul untuk menyambut datangnya tahun baru. Adalah penting bagi para petani untuk melakukan ritual keagamaan dalam menyambut masuknya tahun baru sehingga hasil panen mereka bisa berhasil kelak di tahun yang baru. Mereka memanjatkan rasa syukur dan doa agar tahun depan bisa mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Ada pula kebiasaan yang masih berlanjut hingga hari ini seperti membagi-bagikan "ang pau" kepada anak-anak atau yang belum menikah, yang asalnya merupakan ungkapan rasa syukur dan membagi berkat kepada anak-anak atau yang belum menikah.
Di sebuah kantor tempat salah seorang teman saya bekerja ada banyak anak-anak Tuhan bahkan pelayan Tuhan. Teman saya bercerita bahwa kelakuan mereka dalam pekerjaan tidaklah mencerminkan pribadi anak Tuhan sama sekali. Mereka memang berdoa setiap pagi dan setiap kali sebelum mengawali rapat, namun apa yang mereka tunjukkan dalam pekerjaannya tidaklah sejalan. Mereka kerap kali melakukan hal-hal yang dilakukan orang-orang dunia. Korupsi, suap menyuap, membeda-bedakan orang dan sebagainya. "Yang penting itu hati kita tetap tertuju pada Tuhan..." itu kata salah satu teman kantornya sambil tertawa. Benarkah kita boleh berbuat apapun asal hati kita tertuju pada Tuhan? Tanpa kita sadari, kita pun mungkin seringkali memakai alasan ini sebagai jurus pamungkas, sebagai pembenaran dari apa yang kita lakukan. 1 Samuel 16:7 memang berkata "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." Ada orang-orang yang mungkin terlalu "mengimani" ayat ini sehingga mereka beranggapan bahwa yang penting hati mereka, bukan cara hidup dan cara mereka bekerja yang penting. Tapi ayat hari ini menunjukkan sesuatu yang menarik sehubungan dengan hal tersebut. "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." (Matius 12:35).
Rasanya tidak ada orang yang mau hidup menderita. Tapi mau tidak mau, ada saat-saat dimana kita harus melalui jalan penderitaan itu. Apa yang harus kita lakukan di saat seperti itu? Haruskah kita mengasihani diri kita terus menerus secara berlebihan? Haruskah kita menyesali hidup atau bahkan menyalahkan Tuhan? Ketahuilah hal seperti itu selain tidak membawa manfaat apa-apa, justru akan terus menjerumuskan kita ke dalam jurang yang lebih dalam lagi. Penderitaan terkadang bagus buat pertumbuhan diri kita menuju proses pendewasaan. Penderitaan bisa membawa kita menuju suatu kedalaman tersendiri dalam pengenalan akan diri kita sendiri maupun dalam hubungan kita dengan Tuhan.
Saya teringat akan berita tentang seorang ibu yang ditangkap petugas keamanan di sebuah Mal di Jakarta karena mencuri. Si Ibu mencuri beberapa pasang pakaian anak-anak yang ia sembunyikan di balik pakaiannya. Sambil menangis sang ibu menjelaskan alasannya mencuri. Dia berkata bahwa dia tidak tahan mendengar anaknya setiap hari menangis minta baju lebaran, sedangkan dia sama sekali tidak mampu untuk membelinya. Kasus ini rasanya selalu terdengar berulang-ulang menjelang perayaan hari besar. Dalam kasus lain yang lebih fatal, saya pernah membaca seorang ayah tega membunuh majikannya karena anaknya ingin punya motor. Ada banyak contoh kasus kejahatan yang dimulai dari permintaan atau tuntutan dalam keluarga. Bisa karena terlalu sayang anak/istri, bisa karena terbeban hutang budi, dan sebagainya, dan mereka akan terjebak dalam sebuah tindak kejahatan yang seringkali fatal. Bukan hanya mencuri, namun dalam banyak kasus sampai membunuh karena terdesak dan sebagainya. Bagi teman-teman yang sudah mempunyai anak yang sedang beranjak dewasa mungkin sudah sering mendengar rengekan permintaan anak akan ini itu. Minta handphone karena semua teman-teman sudah punya, atau malah minta yang model paling bagus karena takut diejek teman ketinggalan jaman. Minta mobil, atau motor, minta dibelikan game, dan sebagainya. Kalau memang mampu memang tidak masalah. Namun bagaimana jika tidak mampu, bagaimana rasanya telinga dan hati merasakannya?
Pernahkah anda merasakan bahwa tidak ada satupun orang yang mengerti? Saya pernah mengalaminya, seorang teman pun baru-baru ini merasakan hal yang sama. Semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Orang tua terlalu sibuk, mereka hanya menginginkan anak mereka untuk mengikuti perintah mereka secara sepihak tanpa mau melihat apa yang menjadi masalah dalam diri anak-anaknya. Suami terlalu sibuk kerja sehingga tidak lagi punya cukup waktu untuk mendengarkan istrinya. Teman-teman tidak mengikuti secara serius apa yang anda rasakan. Pendeknya, tidak ada orang yang mau mengerti, tidak ada yang peduli apakah anda sedang bergembira atau bersedih. Nobody understands. Nobody wants to understand. Nobody cares. "Kenapa semuanya menyakitkan..?" demikian kata teman saya.
Adakah diantara anda yang tengah bersusah hati hari ini? Ada banyak tekanan hidup ditengah terpaan krisis global ini yang siap merampas sukacita dari diri kita. Tidak heran ada banyak orang stres saat ini, ada yang kehilangan arah, bahkan ada yang mulai putus asa. Ada pula yang bersedih karena kehilangan sesuatu yang berharga, ada yang susah hatinya karena tidak melihat harapan untuk masa depannya, ada yang hatinya resah karena punya pergumulan, bahkan ada juga yang hatinya bisa tiba-tiba susah tanpa sebab. Terkadang berbagai kepahitan yang melanda hidup bisa terakumulasi mendera hati kita, dan menjadikan kita sebagai pribadi yang murung. Saat ini di kampus saya melihat sebuah perubahan nyata di antara murid-murid saya. Selama beberapa bulan terakhir saya mengajari mereka, saya terus menerus menyuntikkan semangat dan menaikkan mental serta percaya diri mereka. Tidak hanya mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan teknik desain, tapi saya juga kerap bertindak sebagai motivator. Karena saya rasa, apapun yang mereka pelajari akan berakhir sia-sia tanpa dibarengi mental pejuang dan pemenang. Setelah bulan-bulan awal, terjadi peningkatan drastis dari performa mereka di kelas. Mereka jauh kelihatan lebih ceria dan bersemangat. Bahkan tugas-tugas yang mereka kerjakan pun jauh lebih baik, karena semuanya dilakukan dengan penuh semangat. Kelas menjadi jauh lebih hidup, penuh gelak tawa dan wajah-wajah cerah. Perbedaannya nyata dan signifikan. Lihatlah perbedaan nyata dari hidup yang didasari kesedihan atau kesusahan hati dengan hidup dalam sebuah sukacita.
Ketika kita ada dalam tekanan masalah, apakah itu berarti Tuhan tengah terlelap dan lengah menjaga diri kita? Dimanakah Tuhan ketika beban itu begitu berat menekan kita? Ini pertanyaan yang mungkin sering timbul dalam benak kita ketika sedang mengalami kesulitan-kesulitan hidup. Ada saat dimana kita merasa bahwa kita sendirian, ada saat ketika di tengah kesendirian itu kita mempertanyakan posisi Tuhan di tengah pergumulan kita. Pertanyaan ini tidak saja timbul pada kita, namun beberapa tokoh Alkitab pun pernah mempertanyakan hal yang sama. Ayub pernah mengalami kepahitan terhadap Tuhan. Lihat apa yang pernah ia katakan: "Semuanya itu sama saja, itulah sebabnya aku berkata: yang tidak bersalah dan yang bersalah kedua-duanya dibinasakan-Nya. Bila cemeti-Nya membunuh dengan tiba-tiba, Ia mengolok-olok keputusasaan orang yang tidak bersalah." (Ayub 22:23). Atau lihat jeritan Daud ketika ia berada dalam pergumulan. "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?" (Mazmur 10:1), "...janganlah berdiam diri terhadap aku..."(28:1), "Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!" (54:4), "Berilah telinga, ya Allah, kepada doaku, janganlah bersembunyi terhadap permohonanku!" (55:2). Dalam hari-hari yang sulit ditimpa badai krisis global yang tengah melanda dunia, ada banyak orang mulai kehilangan arah dan goyah imannya. Apakah benar Allah tidak sanggup mengangkat anak-anakNya keluar dari kesulitan? Tuhan sanggup. Tidak ada hal yang mustahil bagi Dia, tidak ada hal yang mustahil yang bisa Dia lakukan bagi orang percaya. Sesungguhnya Tuhan selalu perduli, Dia tidak pernah berubah. "Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel".
Dunia sedang mengalami krisis global. Ada begitu banyak orang stress saat ini, tidak sedikit pula yang mulai putus asa. Seorang penyanyi rohani membagikan pemandangan yang disaksikannya belum lama ini. Ia bercerita, ketika ia masuk ke sebuah food court di Jakarta, dia melihat seseorang membentur-benturkan kepalanya ke atas meja. Suaminya sendiri baru saja terkena PHK. Krisis membuat perusahaan tempat suaminya bekerja terpaksa menutup cabang-cabangnya termasuk caband di Indonesia, dan akibatnya suaminya pun kehilangan pekerjaan dengan seketika. Beberapa teman saya pun mengalami hal yang sama dalam keluarganya. Seorang saudara dari teman saya sudah bekerja di perusahaan asing di Jakarta selama 15 tahun, karir berjalan dengan baik, dan pada suatu pagi ketika ia masuk ke ruang kantornya, dia melihat listrik sudah dipadamkan, dan ada sebuah kotak besar terletak di atas mejanya. Ternyata pagi itu dia diberhentikan. Berbagai versi muncul akhir-akhir ini, tapi semuanya menuju pada satu hal yang sama: kehilangan pekerjaan akibat krisis global yang melanda dunia. Situasi tidak menentu, bahkan para pengamat ekonomi pun banyak yang kebingungan menyikapi situasi yang berkembang. Hampir tidak ada lagi penjelasan yang masuk akal mengenai krisis global ini. Dunia mungkin mulai kehilangan harapan, orang mungkin mulai atau sudah putus asa. Bagaimana dengan kita? Apakah kita harus ikut putus asa? Nanti dulu.
Pernah nonton film "Anger Management" ? Film komedi yang dibintangi Jack Nicholson dan Adam Sandler menceritakan tentang seorang pemuda yang belum pernah kehilangan kontrol emosi, hingga ia bertemu dengan seorang doktor/terapis anger management yang sangat aneh. Kita bisa melihat bagaimana tekanan demi tekanan akhirnya bisa meledakkan seseorang yang sangat sabar. Disana juga kita bisa melihat adanya kelompok-kelompok orang yang menjalani terapi kontrol kemarahan di Amerika. Semakin lama dunia memang semakin menjadi tempat yang sulit untuk didiami, begitu banyak hal yang bisa mendatangkan emosi kita hadapi setiap hari. Jalan macet, cuaca yang tidak karuan, tetangga yang sulit, teman sekerja, bos, dosen, guru, dan lain-lain. Hidup yang kita jalani tidak akan pernah selalu mulus, dan setiap saat kita bisa berhadapan dengan situasi, kondisi atau orang-orang yang bisa mendatangkan emosi.
Ada berapa kata yang sanggup diucapkan manusia secara rata-rata per menitnya? Sebuah penelitian mengatakan bahwa orang rata-rata mampu berbicara sebanyak 150 an kata per menit. Itu rata-rata, karena saya mengenal beberapa teman yang bisa berbicara dengan super cepat. Presenter radio atau televisi pun banyak yang mampu berbicara cepat dengan lafal yang masih jelas ditangkap telinga. Jika talenta ini dipakai untuk hal yang bermanfaat tentu baik, namun bayangkan jika kita terbiasa cepat berkata-kata ketika kita tidak setuju dengan sesuatu, tanpa terlebih dahulu mendengar atau membaca dengan teliti. Apalagi jika yang keluar adalah tuduhan, cacian, hujatan bahkan kutuk. Hal itu akan berbahaya. Mengapa? Karena ada kuasa di balik perkataan yang keluar dari bibir dan lidah kita.
Perselisihan/pertengkaran dalam rumah tangga? Itu biasa.. kita semua memiliki kepribadian yang berbeda. Pola pikir untuk menyelesaikan masalah berbeda, cara menghadapi persoalan berbeda, pendapat tentang sesuatu hal bisa berbeda, dan seterusnya, sehingga pada saat-saat tertentu bisa saja terjadi "gesekan-gesekan" kecil akibat berbagai perbedaan tersebut. Sayangnya, seringkali gesekan kecil itu bisa berkembang menjadi besar. Bagaikan manusia purbakala yang menggesek-gesekkan kayu sehingga menimbulkan api kecil, namun api ini bisa menjadi sebuah nyala yang besar ketika api kecil itu mulai menyambar benda-benda yang mudah terbakar. Demikian pula dalam rumah tangga, antara suami dan istri, ayah/ibu dengan anak, antar saudara dan sebagainya. Sebuah pertengkaran sering dimulai dari hal yang kecil, namun ketika emosi meningkat, emosi mulai menyambar kemana-mana sehingga eskalasinya pun menjadi tak terkendali. Padahal jika dikembalikan pada pokok masalah, mungkin tidaklah sulit untuk diselesaikan. Tapi ketika kemarahan sudah memuncak, perselesihan sudah menyambar kesana kemari, sudah jauh dari pokok masalah, dan seperti api besar bisa membakar habis rumah bahkan kota, begitu pula hubungan antara satu dengan yang lain.
Bertemu dengan orang-orang yang meruntuhkan mental kita merupakan hal yang tidak sepenuhnya bisa kita hindari. Hampir setiap hari kita akan bertemu dengan orang-orang, yang, baik lewat sikap dan tingkah lakunya maupun perkataan-perkataan mereka dapat membuat mental atau rasa percaya diri kita jatuh. Di kantor, di sekolah, di kampus, di lingkungan rumah, di kalangan teman, seringkali kita merasakan hal ini. Mungkin mereka tidak bermaksud menjatuhkan, tapi efeknya bisa seperti sebuah pukulan yang mampu membuat kita knock out, secara mental. Seorang teman pernah merasa sakit hati ketika idenya untuk membuat studio desain "dilecehkan" oleh dosennya. "ngapain kamu mikir sampai sejauh itu? mending belajar dulu yang benar deh... nggak pantes.." Perkataan itu keluar cuma sekian detik, namun efeknya masih dirasakan teman saya sampai sekarang. Padahal itu terjadi tahun 2003.
Seorang teman saya tadi bercerita bahwa ia baru aja membantah dosennya, karena sang dosen dengan lantang berkata bahwa Tuhan itu tidak adil. Sang dosen mengatakan bahwa berbagai bencana yang terjadi di dunia ini adalah untuk menyiksa manusia dan menunjukkan ketidakadilan Tuhan. Dengan tegas dia membantah, dan akibatnya ia mendapat hukuman di "suspend" untuk beberapa hari. Namun untunglah, dekan menganulir hukuman tersebut karena menurut si dekan, ia punya hak untuk mengeluarkan pendapatnya. Baru saja saya kemarin menulis renungan tentang kitab Yoel, dan apa yang terjadi pada teman saya itu mengingatkan saya akan renungan tersebut. Jika dibaca sepintas, terlihat hukuman yang dijatuhkan Tuhan memang mengerikan. Tapi kita harus melihat hal ini lebih luas, karena hukuman itu bukan sembarangan dijatuhkan apalagi menganggap bahwa itu adalah bentuk tindakan kesewenang-wenangan Tuhan yang mempermainkan manusia bagaikan boneka demi kepuasan pribadi. Kemarin saya sudah menuliskan bagaimana Tuhan memulihkan segala sesuatu dengan seketika begitu kita bertobat. Itu menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa. Bahkan dosa semerah kirmizi sekalipun akan menjadi seputih salju, semerah kain kesumba pun akan seputih bulu domba. (Yesaya 1:18). Dan itu akan langsung kita peroleh. Bukan saja diampuni, tapi Allah bahkan tidak lagi mengingat dosa kita. (Yeremia 31:34). Bukti lain bahwa Tuhan adalah penuh kasih dan sangat menyayangi kita? Tuhan ternyata juga pro-aktif. Nabi demi nabi diutus untuk mengingatkan manusia agar kembali berbalik dari jalan-jalan yang sesat. Dan tidak berhenti sampai disitu. Tuhan pun mengutus AnakNya yang tunggal agar kita tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16).
Beberapa hari setelah natal menjelang tahun baru kemarin anjing betina kecil kami yang sudah kami anggap seperti anak sendiri, namanya Jazzel, tiba-tiba meraung kesakitan luar biasa ketika saya hendak menggendongnya. Saya kaget, karena tidak biasanya dia seperti itu. Saya menyadari pasti ada yang salah.. dan ketika saya melihat tubuhnya, benarlah demikian. Bagian dadanya membengkak seperti ada tulang yang patah. Saya dan istri pun sempat panik, kemudian menelpon dokter hewan. Namun tampaknya tidak ada dokter yang buka, karena bertepatan dengan hari libur umum. Sementara bentuk dada Jazzel di sebelah kanan terlihat menakutkan karena bengkak. Di tengah rasa cemas, kami memutuskan untuk berdoa bersama. Lalu kami duduk berdua, memegang punggung Jazzel yang masih gemetar kesakitan dan berdoa bersama. Apa yang terjadi? Begitu selesai berdoa, Jazzel langsung berjalan tanpa terlihat sakit, namun bengkaknya masih ada. Lima menit sesudahnya, dia sudah berani melompat turun naik di sofa. Kemudian, hampir sepanjang malam dia habiskan untuk tidur. Dan besoknya, dada Jazzel kembali normal. Ketika digendong Jazzel tidak lagi merasakan apa-apa. Haleluya!
Sekian lama melakukan wawancara dengan berbagai musisi baik dalam negeri, asia dan manca negara, dari yang mulai menapak karir hingga yang sudah sangat terkenal, saya menemukan satu kepuasan dalam melakukan itu. Apa yang membuat saya puas? Saya puas karena saya bisa mengajukan pertanyaan, dan jawaban dari mereka menambah pengetahuan saya. Saya menjadi tahu lebih banyak soal perkembangan musik di luar, perjuangan bagaimana mereka bisa mencapai sukses dan sebagainya. Selalu saja ada hal yang saya tidak tahu sebelumnya, dan saya sampai pada satu kesimpulan: semakin banyak yang saya tahu, semakin banyak pula yang saya tidak tahu. Karenanya semakin banyak wawancara, semakin besar pula keinginan saya untuk tahu lebih banyak lagi. Sebelum melakukan wawancara, saya pun biasanya mempersiapkan diri dengan mengenal calon narasumber saya terlebih dahulu. Biasanya saya memanfaatkan internet untuk mencari tahu siapa mereka sebenarnya, hal-hal penting dalam karir mereka, hingga latar belakang lagu-lagu yang mereka bawakan jika ada. Hasilnya? Saya berhasil menghindari pertanyaan-pertanyaan klise seperti: "sudah berapa album?" , "albumnya sudah dirilis belum?" , "lagi sibuk apa?" dan sebagainya. Puji Tuhan, sejauh ini semua musisi yang pernah saya wawancarai menyatakan rasa puas dan senang, karena menurut mereka saya beda dengan kebanyakan wartawan yang kerap kali mengajukan pertanyaan klise yang membosankan. Betapa senangnya mereka ketika mengetahui orang yang bertanya mengenal mereka, jenis musik yang mereka bawakan dan pola permainan mereka. Dan saya pun bisa menggali sisi-sisi teknik maupun seluk beluk lainnya dengan lebih mendalam.
Ada sebuah ungkapan yang pernah saya dengar, kira-kira bunyinya begini: "the more you talk, the more you expose yourself." Semakin banyak kita bicara, semakin terbukalah diri kita dengan segala kelemahannya. Ada juga yang pernah berkata, "the more you talk, the more stupidity fly out." Ada beberapa orang yang mengaplikasikan ungkapan-ungkapan ini secara terlalu sempit, sehingga mereka menjadi pelit kata, dan hanya bicara ala kadarnya. Sebaliknya ada yang terlalu banyak menghamburkan kata, sehingga dianggap kebanyakan omong kosong. Berbagai pemilihan kepala daerah dan calon legislatif terlalu sering memberi janji-janji muluk, orasi berapi-api yang menyatakan jika mereka terpilih, bukan saja rakyat daerah yang dipimpinnya, tapi seolah-olah dunia ini pun akan langsung makmur. Dan ketika mereka terpilih, janji hanyalah tinggal janji, karena tidak ada yang berubah secara substansial. Dalam kerohanian, ada banyak pula orang yang bernazar macam-macam agar doanya dikabulkan. Tapi begitu dikabulkan? Jangankan melakukan nazarnya, berterimakasih pun lupa.