======================
"Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan"
Rasanya semua anak Tuhan akan sependapat bahwa beribadah kepada Tuhan merupakan hal yang sifatnya wajib. Ada hari yang harus kita pergunakan sebagai kesempatan untuk beribadah bersama-sama dengan saudara-saudari seiman di gereja, berkumpul bersama untuk memuji dan memuliakan Tuhan, bersyukur atas penyertaanNya dalam hidup kita. Selain itu ada pula yang turut dalam persekutuan-persekutuan, kumpulan keluarga dan sebagainya dimana selain menyembah Tuhan bersama-sama, disana para anggotanya juga akan saling menguatkan, menghibur, menasehati dan saling menolong. Diluar itu semua, setiap hari kita juga sangat dianjurkan untuk meluangkan waktu untuk bersaat teduh, membangun mezbah keluarga, dan alangkah baiknya jika setiap saat kita bisa menyadari bahwa ada Tuhan beserta kita sehingga kita menjalani hari ke hari sepenuhnya bersama Tuhan. Semua itu merupakan hal wajib yang idealnya dilakukan oleh semua orang percaya. Karena wajib itu pula, ada banyak orang yang kemudian melupakan esensi dari sebuah ibadah dan melakukannya hanya karena kewajiban semata, sebagai sebuah rutinitas yang terbiasa dilakukan tanpa mengingat makna penting di balik itu semua. Kita melihat ada orang yang terkantuk-kantuk di gereja, lalu menyalahkan kotbah yang dianggap membosankan sehingga membuatnya mengantuk. Ada pula yang menyalahkan worship leader ketika mereka merasa sulit masuk ke dalam hadirat Tuhan ketika pujian dan penyembahan. Tempat kurang nyaman sehingga sulit konsentrasi, ibadahnya terlalu lama dan sebagainya, sering dipakai sebagai alasan, ini semua menggambarkan bahwa orang tersebut sebetulnya melupakan hakekat utama dari ibadah. Semua masih dipandang sebagai rutinitas lahiriah saja, sehingga pengaruh-pengaruh luar pun dapat dengan mudah mengganggu kita dalam menunaikan ibadah. Fokus yang salah dalam beribadah, mengacu lebih kepada hal-hal lahiriah ketimbang untuk membangun kekuatan rohaniah kita tidak akan membawa kita untuk mendapatkan apa-apa. Padahal ibadah sangat berguna untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik dan membuat pertumbuhan rohani kita semakin dewasa. Hal ini tentu hanya dapat dicapai jika kita memahami hakekat sebenarnya dari ibadah itu. Paulus menggambarkan hal ini sebagai salah satu fenomena menjelang hari-hari terakhir. "Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya." (2 Timotius 3:5). Ini adalah golongan yang secara lahiriah melakukan ibadah, datang ke gereja, berdoa, menyanyi, namun semua itu dilakukan tanpa disertai kerinduan yang sungguh-sungguh, melainkan hanya sebatas aktivitas rutin semata. Tidak heran mereka ini akan tetap hidup dalam keraguan dan gampang goyah ketika permasalahan menerpa mereka. Mereka hadir dalam ibadah, namun pada hakekatnya memungkiri kekuatannya. Secara fisik mereka menjalankan kewajiban beribadah, tapi sebenarnya mereka tidak menangkap inti dari ibadah itu sendiri. Maka tidak akan ada apa-apa yang dialami dan diperoleh dari ibadah itu sendiri. Semua hanyalah akan sia-sia.
Ibadah yang benar seharusnya bisa membuat hidup diubahkan menjadi lebih baik dengan pertumbuhan iman yang pesat. Hakekat dari ibadah sesungguhnya adalah sebuah sarana bagi kita untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan, masuk dan diam dalam hadiratNya, bersekutu dan bergaul akrab dengan Tuhan. Jika ini kita sadari penuh, maka kita tidak akan main-main lagi dalam ibadah kita. Ibadah yang benar akan menghasilkan sesuatu yang besar. Kita bisa belajar dari kesungguhan hati jemaat mula-mula. "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah Para Rasul 2:46-47). Lihatlah bagaimana Tuhan memberkati mereka dengan jiwa-jiwa.
Ibadah tidak hanya terbatas pada seremonial yang penuh dengan hafalan tanpa memahami esensinya, sesuatu yang tidak berasal dari hati kita yang terdalam. Tuhan tidak suka dengan orang-orang seperti itu. "Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi." (Yesaya 29:13-14). Perhatikan bahwa ada hukuman Tuhan yang akan jatuh kepada orang-orang yang hanya sebatas bibir saja memuliakan Tuhan, hanya sebatas hafalan, seremonial, sementara hatinya tidak memancarkan kasih sama sekali kepada Tuhan. Sebaliknya kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan dalam tiap ibadah yang mereka lakukan, Tuhan memberikan seperti ini: "TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera." (Bilangan 6:24-26). Ini akan diberikan sebagai berkat kepada kita jika kita meletakkan nama Tuhan di atas segalanya, termasuk dalam ibadah kita. (ay 27).
"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Ini adalah pesan penting bagi kita. Kita diminta untuk terus berusaha hidup kudus, sehingga kita bisa memberikan hidup kita sebagai persembahan yang berkenan bagi Allah. Inilah sesungguhnya ibadah yang sejati, bukan hanya melakukan segala sesuatu secara lahiriah dan terus membiarkan diri kita untuk dikuasai berbagai dosa. Ibadah yang sejati akan menghasilkan perubahan budi, yang akan membuat pribadi kita menjadi baru, terus bertumbuh lebih baik lagi dengan mengetahui kehendak Allah, apa yang baik dan berkenan kepadaNya dan apa yang sempurna. (ay 2). Kita harus terus melatih diri kita untuk beribadah dengan benar, karena itu akan sangat berguna baik untuk hidup di dunia maupun untuk hidup yang akan datang. (1 Timotius 4:7b-8). Tuhan telah memberi keselamatan atas kita sebagai kasih karuniaNya yang begitu besar, oleh karena itu ia menginginkan kita untuk meninggalkan kefasikan dan kedagingan, nafsu-nafsu duniawi dan memilih hidup bijaksana dan taat beribadah. "Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Titus 2:11-12). Ibadah yang dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh karena kerinduan untuk bersekutu dengan Tuhan, mengasihiNya sepenuh hati akan sangat berguna, sebaliknya ibadah yang dilakukan hanya sebatas lahiriah atau seremonial saja selain tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa malah akan menjatuhkan hukuman atas kita. Karenanya selagi kesempatan untuk beribadah masih ada, manfaatkanlah itu sebaik-baiknya dan lakukanlah dengan menyadari hakekat ibadah yang benar. Don't turn your back on God, let's worship Him with our heart and soul.
beribadahlah kepada TUHAN dengan segenap hatimu (1 Samuel 12:20b)
Apa yang timbul di benak ketika mendengar kata nuklir? Mungkin yang langsung terbersit adalah bom nuklir, sebuah bom dengan daya musnah yang dahsyat yang sanggup memusnahkan seisi bumi. Padahal nuklir tidaklah hanya melulu soal bom. Ketika sumber energi minyak bumi semakin berkurang, energi nuklir sebenarnya bisa merupakan sumber energi yang layak diperhitungkan dan mendatangkan manfaat bagi manusia. Jika contoh nuklir terlalu berat, saya ambil contoh sebilah pisau. Pisau akan memberi kegunaan positif ketika kita pakai untuk memotong sayur atau daging, tapi sebaliknya bisa berbahaya jika dipakai untuk menyerang orang lain. Inovasi akan terus berkembang seiring perkembangan jaman, demikian pula halnya dengan kreativitas. Mungkin banyak diantara kita yang lupa bahwa kreativitas yang memampukan kita untuk membuat inovasi-inovasi baru merupakan anugerah yang sangat besar dari Tuhan. Adalah baik jika kreativitas kita kembangkan untuk kebaikan bagi orang lain, tapi di sisi lain kreativitas kita pun bisa disalah gunakan untuk hal-hal yang justru merugikan orang lain. Ada pula orang yang menganggap bahwa dirinya tidak kreatif dan menjadikan itu alasan untuk tidak berbuat sesuatu. Padahal sesungguhnya semua orang diciptakan memilik kreativitasnya masing-masing dalam kapasitas dan bidang yang berbeda-beda. 
Ketika saya dibaptis sekian tahun yang lalu, ada seorang wanita muda yang dibaptis bersama-sama dengan saya berteriak sambil menangis sesaat setelah ia dicelupkan ke dalam air. Hal itu mengagetkan saya, karena jujur sebelumnya saya belum pernah melihat hal seperti itu. Raut wajahnya saya ingat betul sampai sekarang. Ia menangis dan sedikit histeris tapi wajahnya tersenyum. Ia berkata setelahnya bahwa hidupnya dulu bergelimang dosa dan berisi banyak kepahitan. Dulu dia tidak percaya bahwa dirinya punya kesempatan untuk diselamatkan biar bagaimanapun akibat banyaknya dosa di masa lalu yang ia perbuat. Tapi hari ini, katanya, ia menjadi orang merdeka. Ia sudah diampuni, ia menjadi tahir kembali dan menerima kesempatan untuk lahir baru, hidup menjadi pribadi yang telah diperbaharui, lepas dari segala belenggu yang mengikatnya di masa lalu. Karena itulah begitu ia dibaptis, ia sempat histeris saking gembiranya. Ini perasaan yang luar biasa, tidaklah heran ia bereaksi demikian. Ada banyak orang yang mungkin menganggap dirinya sudah terlalu jauh jatuh ke dalam dosa sehingga pintu kesempatan untuk selamat tidak akan mungkin lagi dibukakan baginya. Tapi dengarlah, bahwa siapapun bisa mendapatkan keselamatan selama orang itu mau mempergunakan kesempatan yang masih ada untuk berbalik jalan, mengakui semua perkara di hadapan Tuhan dan bertobat dengan kesungguhan hati yang utuh. 
Musik itu universal, tapi jazz bagi sebagian orang dianggap eksklusif milik hanya sebagian orang. Salah seorang siswa saya pernah berkata sambil tertawa ketika mengetahui saya mengelola sebuah situs jazz. "wah jazz? berarti orang kaya dong pak.." Ya, begitulah nasib jazz di Indonesia. Musik jazz di negeri kita seringkali mendapat gambaran yang salah. Beberapa stereotipe acap kali ditimpakan secara tidak adil kepada jenis musik ini. Jazz adalah musik kaum elite, kaum eksklusif, jazz adalah musik orang kaya, atau bahkan di kalangan anak muda jazz dianggap sebagai musik orang tua yang membosankan, bikin ngantuk, atau bagi sebagian orang lagi merupakan musik yang komplikatif, ribet dan sulit dicerna. Padahal faktanya, ada lebih dari 50 sub genre jazz dan akan terus bertambah. Dengan keragaman ini, pastinya ada satu-dua sub genre yang akan cocok dengan pendengar jenis musik lain di luar jazz. Memang ada yang kompleks, sulit dicerna bagi pendengar awam, namun tidak sedikit pula yang easy listening, bahkan tampil dalam "perkawinan" harmonis dengan jenis musik lainnya seperti rock, pop, RnB bahkan etnik dan dangdut sekalipun. 
Kebutuhan orang akan perumahan sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Krisis global boleh terjadi, mencari uang boleh menjadi lebih sulit, namun kebutuhan akan rumah jelas merupakan salah satu kebutuhan primer seperti sandang dan pangan. Karena itulah dunia properti akan terus hidup, meski bisa saja mengalami peningkatan atau penurunan. Jumlah pertambahan penduduk akan terus meningkat, dan semua orang rasanya butuh tempat tinggal. Tidak heran ketika kita melihat di koran-koran bahwa ada banyak perumahan yang mengiklankan bahwa unit yang tersedia tinggal sedikit lagi. Ada banyak perumahan yang terus berkembang seiring dibukanya cluster-cluster baru menyikapi penuhnya cluster lama yang ada ditambah tingginya permintaan. Di kota saya, pusat kota sudah jenuh. Tidak ada tempat lagi untuk membuka lahan perumahan, sehingga para developer atau pengembang seakan berlomba-lomba untuk membuka lahan baru di berbagai pinggiran kota. Lokasinya bisa jauh sekali untuk dicapai dari pusat kota, malah beberapa perumahan bisa makan waktu sejam untuk dicapai. Namun hal itu tampaknya tidak menyurutkan keinginan orang untuk membeli rumah. Meski jauh dari pusat kota, tetap saja rumah-rumah itu terus laku.
Jika sebuah pertanyaan seperti ini diajukan: percayakah anda bahwa Tuhan sanggup melakukan segala perkara? Jawaban sebagian besar orang tentu percaya. Tapi jika pertanyaan yang diberikan lebih spesifik: apakah Tuhan mampu melakukan perkara besar untuk anda? Maka jumlah yang percaya akan menurun drastis. Saya bertemu banyak orang yang tidak pernah merasa yakin bahwa ia mampu mengalami hal-hal luar biasa. Seorang teman pernah berkata "rasanya itu bukan jatahku.. tidak ada sejarahnya aku beruntung." Atau dengarlah seorang lain yang berkata sambil tertawa miris "rugi lagi..sudah biasa tuh.." Seringkali doa-doa yang kita panjatkan pada Tuhan untuk meminta uluran tanganNya tidak disertai dengan keyakinan. Yang penting berdoa dulu, urusan percaya atau tidak nanti saja lihat hasilnya. Padahal firman Tuhan tidak mengajarkan demikian. Ada perbedaan besar antara orang yang berdoa dengan rasa percaya penuh dan sekedar berdoa tanpa iman yang disertai rasa percaya. Apalagi jika diperparah dengan mengukur waktunya Tuhan seperti ukuran waktu yang kita inginkan. Jika seminggu lagi tidak diberikan, maka berarti Tuhan tidak peduli. Kepada Tuhan kita berikan batas waktu jatuh tempo sesuai kehendak kita. Tanpa sadar kita memandang Tuhan hanya secara sempit, sebatas penolong yang bisa kita atur sekehendak kita, atau selayaknya "bodyguard" yang kita sewa dan harus patuh setiap saat kepada kita. Ini fenomena yang sering terjadi pada banyak orang, bahkan di kalangan anak-anak Tuhan sendiri. Ada seorang bapak yang saya kenal betul. Ia sangat rajin berdoa sejak masa mudanya hingga kini, tapi semua ia ukur hanya berdasarkan tingkat kenyamanan menurut dirinya sendiri. Pekerjaan yang ini terlalu kecil gajinya, yang itu terlalu berat, yang ini terlalu jauh, yang itu terlalu repot, dan sebagainya. Pola pikirnya cenderung negatif, hanya melihat segala sesuatu dari sisi buruk saja. Ia tidak memandang dari sisi Tuhan, dan tidak percaya bahwa dari sesuatu yang kecil atau mungkin awalnya menyusahkan bisa diubahkan Tuhan menjadi berkat luar biasa, apabila itu yang dikehendaki Tuhan untuk dia lakukan. Akibatnya hingga hari ini dia tidak juga bekerja dan hidupnya penuh kekecewaan. Sekali lagi, ada perbedaan nyata antara berdoa disertai iman yang percaya dan berdoa yang hanya sekedar saja tanpa keyakinan.
Seorang aktor laga Hong Kong pernah bercerita dalam sebuah wawancara bahwa dalam melakukan berbagai adegan berbahaya diperlukan kepercayaan diri yang tinggi untuk melakukannya. Misalnya dalam adegan melompat di gedung tinggi, jika ragu-ragu, maka lompatan bisa tidak maksimal dan akan sangat riskan. Ia punya pengalaman pribadi mengenai hal itu. Dalam latihan ia berhasil melakukannya dengan baik, namun ketika shooting dimulai, ia dihinggapi keraguan yang padahal hanya sekelebat saja. Hasilnya? Ia pun mengalami kecelakaan. Untung saja nyawanya selamat. Keraguan, atau kebimbangan, seringkali menyusup masuk dalam momen-momen penting di kehidupan kita. Jika tidak waspada, hati kita bisa dengan mudah dipenuhi oleh berbagai keraguan yang akan membuat performa atau produktivitas kita menurun. Hal ini harus disikapi sejak awal, sebelum kebimbangan menguasai diri kita dan membuat kita lemah.
Mana yang anda pilih, berkat atau kutuk, kehidupan atau kematian kekal? Pilihan ini sepintas gampang. Tapi ketika kita dihadapkan kepada kenyamanan dan kesenangan dunia yang sifatnya sementara, kita seringkali gagal untuk mengambil pilihan yang benar. Ada banyak orang yang terjerumus ke dalam dosa justru ketika mereka tenggelam dengan segala kenikmatan yang ditawarkan dunia, lupa bahwa di balik itu semua tersembunyi berbagai kesesatan yang bisa berakibat fatal di kemudian hari. Masih lumayan kalau masih sempat bertobat, bagaimana jika sebelum bertobat sesuatu yang tragis, yang tidak kita inginkan keburu terjadi? Ambil contoh dalam mengemudi di jalan. Saya justru lebih berhati-hati ketika jalanan lengang ketimbang saat macet. Menghadapi jalanan macet bisa mengesalkan, tapi kenikmatan mengemudi di saat lengang sungguh berpotensi mendatangkan kecelakaan jika tidak hati-hati. Begitu pula dengan kehidupan kita. Di saat kita menikmati kesenangan dan kelimpahan, berhati-hatilah agar tidak terjebak oleh tipu muslihat iblis yang seringkali mengambil saat-saat seperti itu untuk mengelabui kita.
Di restoran Jepang kita umumnya bisa menemukan menu set shabu-shabu. Menu ini biasanya disediakan dalam banyak pilihan, baik irisan tipis daging, sosis, bakso maupun sayur-sayuran yang biasanya harus kita rebus terlebih dahulu. Semuanya disediakan di atas meja, termasuk sebuah kompor kecil atau yang biasanya disebut juga dengan portable gas stove, yang akan membuat air tetap panas sehingga urusan rebus merebus ini bisa dilakukan. Tanpa adanya kompor kecil di atas meja ini, air akan menjadi dingin dan mustahil kita bisa merebus berbagai jenis shabu-shabu itu. Karena itulah di sebagian besar restoran Jepang kebutuhan akan portable gas stove ini menjadi sangat penting.
Sebagai negara agraris, peran petani di negara kita sungguh besar. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya hidup kita tanpa kerja keras para petani. Saya pernah melihat bagaimana petani bekerja pada suatu ketika. Mungkin sepintas kita pikir mudah, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Mereka bekerja membanting tulang sejak pagi hingga sore hari di ladang mereka. Terik matahari menghitamkan kulit tidak mereka pedulikan agar mereka mampu menghidupi keluarganya, menghasilkan berbagai hasil pertanian yang kita nikmati di atas meja makan setiap hari. Ketika kita sering terganggu dengan hal-hal yang bisa mengotori tangan atau pakaian kita, mereka tidaklah demikian. Kaki mereka terendam, tangan mereka berlumur tanah, keringat menetes dimana-mana, tapi itu tidaklah mengganggu mereka. Tidak ada petani yang cuma duduk bermalas-malasan tapi bisa menghasilkan panen besar. Jika ingin mendapatkan panen yang besar, mereka tentu harus bekerja keras mulai dari menanam, mengurus, mengairi hingga memanen dan menjual hasil jerih payah mereka. Tanpa itu semua, niscaya tidak ada apapun yang mereka hasilkan. Hasil yang diperoleh petani yang bekerja keras dengan petani yang malas tentu berbeda. Di tempat saya Kuliah Kerja Nyata (KKN) dulu, mobil yang bisa mereka pergunakan untuk menjual hasil taninya ke kota terdekat hanya datang sekali seminggu. Di luar itu, mereka harus menembus hutan dan berjalan kaki mengangkut sendiri selama berjam-jam. Dan itu sering mereka lakukan. Sungguh berat potret kehidupan petani, sehingga kita layak belajar dari mereka.
Para penggemar sepakbola di televisi tentu sering melihat pemain yang terus bermain meski dalam keadaan cedera. Ada yang terkadang hanya butuh waktu untuk mendapatkan perawatan, mungkin dijahit dan diperban, lalu mereka kembali lagi bermain di lapangan. Tiga belas tahun yang lalu ada seorang center back luar biasa yang menjadi palang pintu kokoh di Manchester United. Ia bernama Steve Bruce, yang kini menekuni karir sebagai pelatih yang cukup sukses. Pada masa ketika ia aktif membela Manchester United, ia sempat mendapat kehormatan memegang ban kapten selama beberapa tahun. Kepemimpinannya luar biasa, begitu pula teknik bermainnya. Ia menjadi sosok yang sangat tangguh yang berpengaruh penting dalam keberhasilan Manchester United pada masa itu. Selain back, ia pun bisa menjadi penyerang berbahaya lewat tandukan-tandukannya menerima umpan dari sepak pojok. Dan yang lebih hebat lagi, Bruce terkenal sebagai pemain yang gigih, penuh semangat dan kuat. 6 kali hidungnya patah disaat bermain, beberapa kali kepalanya berdarah karena terbentur, namun ia terus melanjutkan permainan. Beberapa bulan yang lalu, penggemar sepakbola kaget melihat seorang gelandang kesebelasan Valencia di Liga Spanyol, Manuel Fernandez, yang masih terus bermain apik selama 60 menit meski kakinya patah! Bagaimana mungkin terus berlari dan menendang bola ketika kaki patah? Tapi itulah yang terjadi. Tulang betisnya yang patah ternyata tidak mengendurkan semangat Fernandez. Ia terus dengan mati-matian membela timnya. Timnya pun pada saat itu menang 4-1. Itu dalam dunia sepakbola. Di Olimpiade pernah pula terjadi sebuah kisah mengharukan. Olimpiade Meksiko tahun 1968 mencatat sebuah kisah luar biasa dari pelari maraton asal Tanzania. John Stephen Akhwari menjadi harum dalam sejarah Olimpiade bukan karena memecahkan rekor finish tercepat, tidak pula mendapat medali emas, ia malah menjadi pelari yang memasuki finish paling akhir, ketika pelari-pelari lain bahkan telah pulang beberapa jam sebelumnya. Apa yang membuatnya harum dalam catatan sejarah adalah ini: Akhwari memasuki stadion dengan tertatih-tatih. Di lutut kanannya terdapat luka menganga dan persendian bahunya bergeser. Cedera ini ia dapatkan akibat terjatuh karena bertubrukan. Semangatnya luar biasa, ia masih bisa mencapai finish dalam kondisi demikian. Itulah yang membuatnya tercatat dalam sejarah Olimpiade dan terus dikenang orang hingga kini, sementara pemenang medali emas pada saat itu tidak lagi diingat orang. 
Seperti apa sikap prajurit yang baik? Dalam dunia ketentaraan kita dikenal Sumpah Prajurit yang berisi 5 butir janji. Setia kepada negara, tunduk pada hukum dan memegang teguh disiplin, taat penuh kepada atasan dan tidak membantah perintah atau putusan, menjalankan segala kewajiban dengan penuh tanggung jawab dan memegang rahasia ketentaraan sekeras-kerasnya. Pada kenyataannya ada oknum-oknum prajurit yang ternyata perilakunya menyimpang dari janji mereka sendiri, namun itu semua adalah perbuatan orang perorang dan bukan secara kelembagaan. Oknum-oknum yang menyimpang memang ada dan akan selalu ada, tapi jangan lupa bahwa ada banyak pula prajurit yang memegang teguh prinsipnya dan rela berkorban jiwa dan raga demi Ibu Pertiwi. Dari sudut kelembagaan, prajurit yang baik haruslah memegang teguh Sumpah Prajurit ini, termasuk juga Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI. 
Lulus atau tidak, itu menjadi hasil dari sebuah ujian. Untuk berhasil tentu diperlukan ketekunan dan keseriusan dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian. Sebaliknya jika kita menyepelekannya, maka kemungkinan untuk gagal pun akan besar. Dalam kehidupan ini, ada kalanya iman kita pun harus melewati ujian. Bisa jadi lewat tekanan atau bahkan ancaman dari orang-orang sekitar kita, baik di lingkungan atau pekerjaan. Perasaan takut dikucilkan, takut ditolak, takut tidak naik jabatan, diperlakukan tidak adil dan sebagainya seringkali membuat sebagian orang menyembunyikan identitas dirinya dari segi keimanan. Jatuh hati kepada seseorang pun sering menjadi penyebab lunturnya keimanan. Ada banyak orang yang akhirnya berkompromi demi mendapatkan pujaan hatinya, bahkan memilih untuk meninggalkan Kristus. Ironi seperti ini banyak terjadi di tengah masyarakat. Memang tidak mudah hidup sebagai minoritas di tengah mayoritas. Namun sesungguhnya pada saat-saat seperti itulah iman dan ketaatan kita akan Kristus tengah diuji. Lulus atau tidak, itu semua tergantung keputusan kita sendiri. Apakah kita mau berkompromi mengorbankan Tuhan yang telah begitu mengasihi kita dan menebus dosa-dosa kita, mengganjar kita yang sebenarnya tidak layak ini dengan keselamatan kekal, atau memilih untuk terus setia apapun resikonya. Ada banyak pahlawan iman yang tercatat dalam Alkitab, sebagian di antaranya harus rela mengakhiri hidupnya di dunia sebagai martir. Hari ini saya rindu mengajak teman-teman melihat kisah Daniel, Hananya, Misael dan Azarya.
Ada seorang mantan murid saya yang dulu sifatnya pendiam, bahkan terkadang tidak menjawab ketika saya tanya. Menatap balik pun tidak. Awalnya saya sempat mengira bahwa ia sombong. Tapi setelah mengenalnya lebih jauh, ternyata ia orangnya pemalu. Pada kesempatan lain, saya pernah mendapatkan seorang murid yang benar-benar pendiam, menjawab singkat dan cenderung bernada ketus, dan tapi itu semua bukan karena orangnya angkuh atau arogan, tapi ia ternyata autis. Sejauh mana kita bisa mendeskripsikan seseorang tergantung dari sejauh mana kita mengenal mereka. Jika kita mengenal seseorang hanya sepintas, hanya sedikit pula yang bisa kita gambarkan. Bahkan mungkin gambaran yang salah pun bisa muncul jika hanya mendengar apa kata orang saja. Tapi apabila kita mengenal seseorang sangat dekat, maka kita akan bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dan benar mengenai mereka. Kesan pertama kita ketika mengenal seseorang bisa jauh berbeda setelah kita mengenal mereka lebih jauh. Awalnya mungkin kita mengira si A itu sombong, ternyata setelah kenal, itu tidaklah benar sama sekali.