=============================
"..engkau akan mendapat keberanian untuk turun menyerbu perkemahan itu." ("..your hands shall be strengthened to go down against the camp.")
Masih ingat film 300, tentang kisah perjuangan heroik raja Leonidas dengan 300 pasukannya melawan puluhan ribu pasukan Persia di Thermopylae yang berakhir tragis? Kisah ini punya perbandingan langsung dengan kisah yang dicatat Alkitab mengenai Gideon. Pada suatu masa bangsa Israel ditindas oleh suku Midian dan sekutunya Amalek. Orang-orang Midian dan Amalek menghancurkan ternak dan tanaman mereka terus menerus sehingga mereka hidup melarat dan hanya mampu bersembunyi di balik gunung-gunung maupun gua-gua. (Hakim Hakim 6:1-6). Tuhan lalu mengutus MalaikatNya untuk menemui Gideon, menyampaikan pada Gideon bahwa Tuhan memilih dirinya untuk mengalahkan orang Midian dan Amalek.(ay 11-12). Gideon bukanlah seorang panglima perang yang gagah berani, dia bukan pula seorang pemimpin. Gideon hanyalah seorang yang paling muda dari suku yang paling kecil diantara suku-suku yang ada. (ay 15). Dengan serangkaian tanda dari Tuhan, Gideon pun akhirnya tidak ragu lagi dan percaya penuh bahwa dirinya memang diutus Tuhan untuk mengalahkan Midian dan Amalek. (ay 17-40).
Sekarang tiba saatnya membaca peta kekuatan lawan. Alkitab mencatat: "Adapun orang Midian dan orang Amalek dan semua orang dari sebelah timur itu bergelimpangan di lembah itu, seperti belalang banyaknya (like locusts for multitude), dan unta mereka tidak terhitung, seperti pasir di tepi laut banyaknya.(as the sand on the seashore for multitude)" (Hakim Hakim 7:12). Jumlah pasukan yang dikumpulkan Gideon berjumlah 32.000 orang, yang sebenarnya masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pasukan Midian dan Amalek. Tapi Tuhan berkata bahwa itu terlalu banyak. Tuhan tidak membutuhkan jumlah pasukan yang besar, karena Dia ingin orang Israel tahu bahwa yang menyelamatkan mereka bukanlah kuat perkasa mereka, melainkan tangan Tuhan. (ay 2). Jumlah ini kemudian menyusut menjadi 10.000, tapi tetap jumlah ini dianggap Tuhan terlalu banyak. (ay 2-4). Dan melalui seleksi unik sesuai perintah Tuhan, jumlah akhir yang disetujui adalah 300.(ay 5-7) Gideon dan 300 pasukan, melawan pasukan sebegitu banyak seperti wabah belalang dan butiran pasir di pantai? Itu faktanya, dan itulah yang terjadi. Gideon taat karena ia tahu bahwa Tuhan ada bersama dirinya dan 300 pasukan yang dipimpinnya.
Pada malam hari Gideon dibangunkan Tuhan, dan diminta untuk masuk menyerbu perkemahan Midian dan Amalek. Gideon turun menuju perbatasan perkemahan musuh, dimana ia kemudian mendengar seorang prajurit bercerita pada temannya tentang sebuah mimpi. Mimpinya berbunyi bahwa ada sekeping roti yang terguling masuk ke perkemahan orang Midian dan menghancurkan kemah mereka sampai habis runtuh. (ay 13). Cerita ini semakin memperteguh semangat Gideon. Kemudian Gideon membagi pasukannya atas 3 bagian, dengan dilengkapi sangkakala dan buyung (tempayan) kosong. Nantinya dengan dipimpin oleh Gideon, mereka akan serempak meniup sangkakala sambil memecahkan tempayan-tempayan di tangan mereka, dan berseru "Pedang demi TUHAN dan demi Gideon!" (ay 18). Ternyata strategi mereka ini membuat pasukan-pasukan Amalek dan Midian panik, kacau balau dan melarikan diri. Tidak seperti kisah raja Leonidas yang berakhir tragis di film 300, kali ini 300 pasukan pimpinan Gideon meraih kemenangan mutlak dengan adanya Tuhan dipihak mereka.
Seperti Gideon, kita pun menghadapi peperangan setiap saat. Peperangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan tipu muslihat iblis, melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. (Efesus 6:11-12). Tipu muslihat kuasa gelap akan terus berupaya mempengaruhi dan melemahkan kita. Bukan itu saja, kita pun terus melakukan peperangan dengan dosa-dosa kedagingan yang berasal dari dalam diri kita, menyerang kita lewat kelemahan, kekhawatiran dan keraguan kita (Roma 7:15-25). Jika kita hanya membiarkan diri kita diserang cepat atau lambat kita bisa kehilangan kekuatan dan semangat. Tapi lihatlah kisah Gideon, dan bagaimana Tuhan menyatakan kekuatanNya, dan apa yang terjadi jika Tuhan langsung turun tangan. Bahkan dalam kondisi yang kelihatannya tidak mungkin sekalipun, jika Tuhan menyertai, kita akan memukul kalah apapun yang ingin menghancurkan diri kita. Kuncinya adalah ketaatan dan penyerahan sepenuhnya pada kuasa Tuhan dalam menghadapi peperangan demi peperangan untuk memperoleh kemenangan demi kemenangan. Kemudian yang tak kalah penting, lihatlah bagaimana sangkakala dan puji-pujian bagi Tuhan mampu memporak-porandakan pertahanan musuh. Ada kuasa di atas pujian dan penyembahan, karena Tuhan bertahta di atas puji-pujian (Mazmur 22:4). Ketika kita menghadapi begitu banyak peperangan, jangan takut,jangan gentar, dan jangan putus asa, karena Tuhan kita adalah Tuhan yang ajaib!
Di tengah kecilnya kemungkinan menurut logika dan ditengah kelemahan kita, Tuhan menunjukkan kekuatanNya untuk mengatasi peperangan seperti apapun
Ayat bacaan di atas adalah salah satu dari sekian banyak ayat kitab Mazmur yang diakhiri dengan kata Sela. Sela banyak diartikan orang sebagai selingan musik, namun tidak menutup kemungkinan lain berdasarkan para ahli alkitab merujuk pada waktu jeda, istirahat, diam sejenak, menekankan atau menutup bagian lagu. Dalam versi bahasa Inggris (amplified) diterjemahkan sebagai "pause and calmly think of that", dan ada pula yang menyebutnya sebagai "stop and listen". Selain pada Mazmur, Sela juga beberapa kali kita jumpai dalam Habakuk 3. Mungkin kata Sela ini sering dianggap kurang penting sehingga sering dilewatkan, padahal melihat jumlahnya yang banyak diulang, Sela pasti memiliki makna yang penting.
Dalam salah satu episode Kick Andy! yang saya tonton, Nugie mendapat kejutan dengan hadirnya sang ibu tanpa ia ketahui. Dia bergegas menyongsong sang ibu yang kelihatan agak sulit berjalan, tangannya lalu menopang dan membimbing ibunya ke bawah. Kemudian terdengar suara Nugie yang bertanya, "tadi kan kita teleponan, kok nggak cerita sih mau kesini..?" sambil diselingi tawa gembira. Kemudian si ibu diwawancarai singkat, apakah ia bangga punya anak seperti Nugie, dan si ibu menjawab, "sangat bangga..". Nugie kemudian memeluk dan mencium ibunya. Ibu Nugie layak bangga, sangat layak. Di saat begitu banyak selebritis yang terjatuh akibat obat-obatan dan dosa lain, anaknya tidak ikut terjebak dan malah tampil sebagai sosok pecinta lingkungan hidup. Di saat banyak selebritis yang terlalu sibuk bekerja hingga melupakan orang tuanya, anaknya tetap dekat padanya. Saya berpikir, ada berapa banyak orang tua saat ini yang merasa kesepian karena anak-anak mereka semua terlalu sibuk bekerja dan tidak punya waktu mengunjungi mereka, meluangkan waktu untuk bersama-sama dengan mereka. Orang tua membesarkan anak-anak mereka, dan berjuang habis-habisan agar anak mereka bisa berhasil membangun karir, tapi kemudian karena karir pula mereka tidak lagi punya waktu luang. Coba tanyakan kepada para orang tua yang kesepian, apakah yang mereka butuh, kemewahan harta benda dari sang anak, atau waktu-waktu indah bersama anak-anaknya. Mungkin, dan saya yakin, orang tua akan sangat rindu memeluk anaknya seperti dulu ketika mereka kecil.
A baru saja naik jabatan. Dia pun mendapatkan banyak hadiah. B, teman A, juga memberi hadiah. Karena kesibukannya,A lupa mengirimkan kartu ucapan terima kasih kepada B, atau sekedar telepon. B terus menunggu tanggapan dari A, tapi tanggapan itu tidak pernah datang, meskipun mereka berulang kali bertemu setelahnya. Seiring waktu berjalan, ternyata B merasa tersinggung karena pemberiannya seolah-olah tidak mendapat tanggapan dan merasa tidak dihargai. B merasa disisihkan, karena hadiah pemberiannya tidak mendapat balasan sesuai yang ia harapkan.
Seorang jaksa yang terlibat kasus korupsi baru-baru ini menangis di persidangan ketika tengah membacakan pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dia dituntut hukuman 15 tahun, tuntutan yang membuatnya syok hingga tidak bisa makan dan tidur. Dia pun menangis membayangkan bagaimana nasib istri dan anak-anaknya jika ia harus dipenjara selama 15 tahun. Baginya hukuman 15 tahun itu sama saja dengan hukuman mati bagi anak-anak, istri, orang tua dan mertuanya. "Bagaimana nasib kedua anak saya yang masih balita, dan yang akan lahir.." katanya. Istri sang jaksa memang tengah hamil tua. Anehnya, walaupun jelas-jelas terbukti korupsi, ia masih menganggap hukumannya tidak adil. Lho, apakah ketika melakukan korupsi dia tidak memikirkan bahwa hal tersebut tidaklah adil bagi masyarakat umum? Mendapatkan uang dengan cara kotor kini membawa konsekuensi serius tidak saja bagi dirinya sendiri, tapi bagi keluarganya. Vonis sudah dijatuhkan bagi dirinya, yang ternyata lebih berat dari tuntutan diatas. Dia akhirnya mendapat vonis 20 tahun penjara. Saya membayangkan keluarganya akan sulit hidup normal sebagai keluarga koruptor. Bentuk hukuman dari penilaian masyarakat dalam gerak gerik mereka sehari-hari akan sangat menyakitkan. Ketika mungkin tadinya ia membayangkan bahwa uang yang ia peroleh dapat membuat dia tertawa terbahak-bahak kini berubah menjadi syok, ratapan kesedihan yang tak kunjung usai. 
Jika anda ditanyakan sebuah pertanyaan yang sama sebanyak tiga kali berturut-turut apa yang anda rasakan? Ada yang mungkin kesal, ada yang sedih karena merasa apa yang ia jawab tidak cukup meyakinkan untuk dapat dipercaya dan sebagainya. Umumnya sebuah pertanyaan yang diulang-ulang bermaksud untuk meyakinkan si penanya terhadap jawaban yang ia terima. Saya membayangkan seandainya saya ditanya oleh istri saya tiga kali berturut-turut, saya mungkin menduga bahwa ada yang ia curigai dari saya. Sebuah kejadian yang mirip terjadi beberapa saat sebelum Yesus naik ke surga. Yesus menanyakan apakah Petrus mengasihiNya sebanyak tiga kali, dan tiga kali pula Petrus menjawab, Engkau tahu, aku mengasihi Engkau. Respon Yesus selanjutnya pada semua jawaban Petrus adalah, "gembalakanlah domba-dombaKu". Apakah Yesus meragukan Petrus mengasihi diriNya? tidak. Pertanyaan yang diulang-ulang itu bukanlah untuk diriNya, melainkan untuk Petrus. Yesus tidak menanyakan apakah Petrus mengasihi domba-dombaNya, tapi apakah Petrus mengasihi Yesus. Dia melakukannya untuk menggarisbawahi bahwa kasih kepada Kristus yang sungguh-sungguh lah yang memampukan Petrus untuk terus melayani dan menyelamatkan banyak jiwa, yang sesungguhnya bukan pekerjaan yang mudah. 
Bagaimana defenisi musuh bagi anda? Bagi sebagian besar orang, musuh berarti seseorang yang dibenci, mungkin karena menyebabkan kerugian, sakit hati, kekecewaan dan lain-lain. dan karenanya mereka ini tidak pada tempatnya diampuni, apalagi dikasihi. Dalam sebuah acara siraman rohani saudara kita yang berlainan keyakinan di radio, seorang guru agama menjelaskan perbedaan antara lawan dan musuh. Lawan adalah kompetitor yang dibutuhkan, seseorang yang berbeda pendapat dengan anda dan sebagainya. Sedang musuh adalah seseorang yang harus diperangi, dihancurkan, dimusnahkan. Mungkin pola pikir duniawi pun demikian, karena seorang musuh telah menyebabkan kerugian atau kekecewaan yang tidak sedikit. Mengasihi orang yang memang kita kasihi, membalas kebaikan dengan kebaikan tidaklah sulit. Tapi ajakan mengasihi musuh, ini sebuah ajakan yang bisa kita anggap aneh dan umumnya sangat sulit untuk dilakukan.
Bagi penggemar band kristen tentu sudah tidak asing lagi dengan band GMB (Giving My Best). Mereka sudah memberkati begitu banyak orang dalam perjalanan mereka. Beberapa bulan yang lalu penggemar mereka dikejutkan dengan mundurnya Sidney Mohede sang vokalis. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata posisinya digantikan Bams, vokalis band Samsons. Munculnya suara pro dan kontra tidak terelakkan. Sebagian orang menganggap reputasi Bams selama ini tidaklah cukup untuk menduduki posisi dalam sebuah band sekelas GMB. Mereka melihat Bams sebagai sosok selebritis yang kehidupannya tidak mencerminkan seorang anak Tuhan yang baik. Sulit dibantah memang, karena saya pernah beberapa kali melihat gaya hidup dan wawancara Bams di infotainment yang membuat saya pun sempat ragu.
Salah satu pekerjaan saya adalah mengajar di sebuah kursus desain. Ada yang jangka waktu belajarnya 6 bulan, ada yang hanya sebulan, dan ada pula yang intensif dalam seminggu. Dalam waktu sesingkat itu, saya pun harus membuat siswa siswi dapat beradaptasi dengan cepat. Kenapa demikian? Karena saya akan lebih mudah mentransfer ilmu jika mereka sudah benar-benar  "in" dan merasa nyaman. Umumnya kursus, tingkatan usia pun beragam, mulai dari remaja sampai orang yang sudah tua. Latar belakang pendidikan mereka juga beragam, ada yang dari SMU,  ada yang sedang atau baru lulus kuliah, ada yang sudah bekerja dengan berbagai profesi. Sebut saja dokter, pegawai kantoran sampai penyanyi dangdut. Latar belakang yang berbeda-beda ini tentunya memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Semua itu harus cepat saya lakukan, karena masa belajar mereka sangat singkat. Selama beberapa tahun berada dalam kondisi seperti itu, saya terbiasa untuk melakukan proses adaptasi dalam waktu sangat singkat. Karenanya untuk masa matrikulasi atau penyesuaian dasar untuk mengikuti pendidikan pun seringkali ditugaskan pada saya, meskipun pada kelas yang bukan bidang saya. Intinya, bagaimana saya bisa membuat mereka tidak lagi merasa asing dengan lingkungan pendidikan mereka yang baru, dan bagaimana memotivasi mereka agar mereka dapat mengikuti pelajaran dengan lebih bersemangat. Ada yang mudah karena orangnya nyantai atau humoris, ada pula yang susah karena orangnya tertutup, merasa rendah diri, segan dan lain-lain. Salah satu metode awal yang saya lakukan adalah menghafal nama mereka satu persatu, dan umumnya mereka akan lebih cepat akrab dan merasa nyaman jika mereka mengetahui bahwa pengajar mereka mengenal nama mereka. Pola pendekatan lain tergantung apa yang saya baca dari pribadi masing-masing, dan semuanya harus cepat saya lakukan agar tidak ada waktu terbuang.
Renungan tentang 
Suatu kali di tahun 1993 keluarga saya berlibur ke Pantai Parangtritis. Ketika berjalan-jalan di pantai pada suatu malam, seorang sepupu saya mengamati dari bawah bahwa ada beberapa mobil yang melintas di balik pepohonan di atas pantai. Di ujung jalan yang dituju mobil-mobil itu kami melihat sebuah bangunan bercahaya, yang saat itu kami duga adalah hotel. Kami merasa penasaran akan bangunan itu, dan memutuskan untuk mengikuti jalur yang dilalui mobil-mobil tadi dengan mengendarai mobil juga. Jalannya sangat gelap, kiri kanannya hutan dan hanya muat dilalui satu mobil. 15 menit dalam perjalanan kami tidak kunjung mencapai bangunan itu, yang tadinya terlihat sangat dekat. Sepanjang perjalanan kami tidak bertemu mobil lain, malah jalan semakin lama semakin sempit dan hutan semakin rimbun. Kami pun dicekam rasa takut tersesat di hutan itu. Puji Tuhan kami berhasil kembali dengan selamat. Itu pengalaman menakutkan yang tidak bisa saya lupakan. 
"There are 555 million firearms in worldwide circulation, one for every 12 people. The only question is, how do we arm the other 11?" Ini pertanyaan yang mengawali kisah film Lord Of War. Yuri Orlov (Nicolas Cage) melihat peluang dari berbagai kekerasan yang terus terjadi di dunia, baik dari premanisme, gang, pertikaian kelompok separatis hingga perang. Kebutuhan akan senjata di dunia ini tidak ada habisnya, setiap hari ada orang yang bertikai, setiap hari ada yang saling bunuh. Hidup manusia dan kekerasan seolah menjadi sesuatu yang tak terpisahkan, dan untuk itu semua mereka butuh senjata. Peluang itu dicium oleh Yuri  yang kemudian berkarir menjadi pemasok senjata terbesar di dunia. 


Selain kisah mengenai ketidaktaatan yang berujung pada turunnya angin ribut dan badai besar dilanjutkan dengan keberadaan dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam, kisah Yunus juga bercerita tentang adanya perasaan superior menjadi anak Allah. Yunus menunjukkan kemarahannya karena Niniwe luput dari murka Tuhan, meskipun sebenarnya Niniwe selamat atas peringatan yang berasal dari Yunus sesuai apa yang diperintahkan Tuhan. Yunus mengira bahwa hanya bangsa Israel lah yang mendapat janji Tuhan, satu-satunya bangsa yang diselamatkan, dan tidak ada bangsa lain selain Israel yang layak diselamatkan. Tuhan menjawab itu dengan menumbuhkan sebatang pohon jarak yang menyejukkan Yunus yang sedang emosi, kemudian di hari berikutnya layu dan mati. Yunus yang merasa terik matahari menyakiti kepalanya karena tidak lagi dipayungi pohon kembali kehilangan gairah hidup. Dan jawab Tuhan, : "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?" (Yunus 4:10-11). Ya, bagaimana mungkin Tuhan berpangku tangan dan mengabaikan keselamatan kota Niniwe yang besar, yang juga hasil ciptaanNya? Tuhan peduli dan mengingatkan mereka lewat Yunus, mereka tidak keras hati dan mendengar. Maka keselamatan datang atas kota Niniwe sebagai akibat pertobatan mereka yang hanya dalam waktu singkat. 
Berada dalam kapal yang sedang terombang ambing ditengah gelombang laut yang sedang mengamuk memang mengerikan. Saya punya pengalaman akan hal ini pada tahun 1992. Saat itu saya sedang dalam perjalanan dari Bali menuju Lombok dengan menggunakan kapal ferry. Di tengah perjalanan ombak begitu ganas. Seisi kapal terasa terlempar kesana kemari. Saya ingat betul saat itu hampir seluruh penumpang mabuk karenanya. Ada yang tertidur, banyak juga yang muntah-muntah. Kru kapal sibuk menyediakan kantong plastik sebagai tempat muntah. Penumpang yang duduk di depan juga disarankan untuk pindah ke belakang. Berjam-jam mengalami ombak  ganas seperti itu adalah pengalaman yang cukup menakutkan dan tidak terlupakan.
Tanggal 11 kemarin dunia memperingati 7 tahun tragedi serangan 11 September. 7 tahun yang lalu dunia dikejutkan dengan teror yang luar biasa mengerikan. Gedung World Trade Center luluh lantak ditabrak dua buah pesawat, kemudian disusul sebuah pesawat jatuh di gedung Pentagon yang merupakan simbol militer Amerika Serikat. Lebih 3000 orang tewas dalam tragedi tersebut, dan dalam seketika dunia dikecam kengerian. Tragedi ini menimbulkan trauma mendalam terutama bagi masyarakat di Amerika. Dalam sebuah survei dikatakan bahwa hingga saat ini sedikitnya 700 ribu orang Amerika mengalami trauma dan stres yang terus meningkat akibat serangan teroris tersebut. 
Hari ini salah satu dari dua anjing chihuahua kami berulang tahun. Tidak terasa, sudah 3 tahun ia menjadi bagian hidup kami. Jika bagi sebagian orang anjing hanya sekedar binatang peliharaan, atau dijadikan penjaga rumah, bagi kami dia sudah seperti anak sendiri. Kip adalah seekor anjing yang sangat pintar dan sangat patuh. Dia akan minta dibawa keluar kalau kebelet, dia akan minta kalau air minumnya habis, tidak pernah mengacak-acak atau mengotori rumah. Dia selalu manja dan tidak segan-segan mendatangi kami untuk dibelai atau minta digendong. Tidak hanya itu keistimewaan Kip. Dia juga anjing yang penyayang dan perhatian. Jika salah satu diantara kami sedang kesal, dia akan menghampiri, menempel atau naik ke pangkuan dan segera menghibur. Suatu kali ketika saya menegur anjing satunya karena pipis sembarangan, Kip lah yang datang meminta maaf. Dia mengulurkan tangannya, dan menarik tangan saya ke arah anjing yang sedang dimarahi. Apa yang dia lakukan terasa menegur saya karena kurang bisa mengontrol kemarahan pada saat itu. Kedekatan selama 3 tahun membuat kami dan Kip bisa saling memahami meskipun bahasa yang dipergunakan jelas-jelas berbeda.
Saya mendengar sebuah cerita dari istri saya mengenai temannya. Temannya hampir saja tidak melanjutkan kuliahnya karena kekurangan dana. Orangtuanya bangkrut dan dililit hutang yang tidak sedikit, bahkan sampai harus menjual rumahnya dengan demikian tidak sanggup lagi membiayai kuliah anak mereka. Dalam keadaan tersebut, beberapa sahabatnya berinisiatif memberi bantuan. Mereka mengumpulkan uang mereka sebagai biaya sang teman melanjutkan kuliahnya. Baru-baru ini, teman istri saya itu pun menyelesaikan kuliahnya dengan sukses dan diwisuda. Di saat sulit, ternyata bukan pihak keluarga yang membantu, tapi justru sahabat lah yang peduli.
Melanjutkan renungan kemarin, hari ini kita lihat kisah Sara, istri Abraham. Tuhan menjanjikan keturunan, seorang anak kandung bagi Abraham yang waktu itu sudah berusia sangat lanjut. (Kej 15:4). Bukan cuma menjanjikan keturunan, tapi Tuhan pun menjanjikan banyak keturunan, sebanyak bintang di langit (Kej 15:5). Sarai (belakangan namanya diganti Tuhan menjadi Sara) ketika itu sudah menopause, secara logika tidak ada lagi peluang bagi Sarai untuk bisa mengandung. Abraham dan Sara adalah orang beriman, bahkan Abraham dijuluki bapak orang beriman karena keteguhan imannya yang luar biasa dan keberaniannya bergumul dalam mentaati Tuhan. Tapi orang yang beriman belum tentu sanggup hidup tanpa ragu. Seringkali logika manusia menutupi iman, hingga membuat orang lupa kalau di dalam Tuhan tidak ada yang mustahil.
Adakah di antara teman-teman yang masih menghadapi pergumulan untuk bisa punya anak? Jika ada, saat ini anda sama dengan kami. Dalam usia pernikahan yang relatif masih muda, sekitar 6 bulan, kami belum juga diberi, meskipun kami benar-benar menginginkannya. Apa yang salah? Apakah Tuhan tidak mendengar doa kami, atau menganggap kami tidak layak untuk menerima karunia seorang anak? Saya percaya tidak demikian. Saya percaya Tuhan mendengar doa. Kami percaya bahwa segalanya disediakan Tuhan tepat pada waktunya, dan rancanganNya adalah rancangan yang terbaik buat kita.