Sunday, May 31, 2015

Kemalasan yang Merugikan (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Pengkotbah 10:18
=================
"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah."

Ada sebuah kartun Walt Disney yang diproduksi tahun 1933 berjudul "The Three Little Pigs". Kartun pendek ini menceritakan kisah tentang tiga babi kecil bersaudara yang mendapat ancaman dari seekor serigala jahat. Agar selamat, ketiganya harus membangun tempat perlindungan yang dianggap mampu melindungi mereka dari ancaman serigala tersebut. Adegan berikutnya menggambarkan seperti apa rumah yang dibangun oleh masing-masing babi kecil. Ketiganya sama-sama membangun rumah tapi mempergunakan bahan baku dan cara yang berbeda-beda. Kedua babi yang paling kecil menganggap remeh kemampuan serigala malas untuk membangun rumah yang kuat. Mereka tidak menyadari bahaya dan malah bernyanyi-nyanyi, "Who's Afraid of the Big Bad Wolf?" Yang satu membangunnya dari jerami. Cepat, ringkas, mudah dan murah. Yang kedua memilih bahan dasar kayu, yang lebih kokoh dari jerami. Rumah berbahan baku kayu memerlukan modal dan waktu yang lebih lama dari jerami. Anak babi tertua memilih untuk membangun dengan batu bata dan semen. Kedua adiknya yang membangun dengan jerami dan kayu tentu pekerjaannya lebih cepat selesai sehingga mereka sempat menertawakan saudara tertuanya yang masih tekun menumpuk batu bata demi batu bata dan menyatukannya dengan semen secara perlahan. Tapi si abang tertua tetap dengan tekun membangun tanpa mempedulikan cemoohan adik-adiknya. Lalu datanglah serigala jahat. Rumah dari tumpukan jerami dengan mudah diluluh lantakkan dengan sekali hembus, dan kaburlah si adik terkecil dengan ketakutan. Ia lari berlindung di rumah kakaknya yang dibangun dari kayu. Ternyata rumah kayu itu juga masih mudah dirobohkan oleh serigala jahat. Seketika mereka berdua berhamburan ketakutan, dan akhirnya bersembunyi ke rumah abang tertuanya. Di sana mereka aman dari kejaran serigala jahat karena sang serigala tidak mampu merubuhkan rumah yang kokoh dibangun dengan kerajinan dan ketekunan penuh.

Kisah ini mengandung unsur pendidikan yang baik mengenai kerajinan dan keseriusan dalam menyikapi bahaya yang mengintai. Banyak orang lupa bahwa selain titel sarjana, kerajinan, ketekunan, semangat, keseriusan dan kerja keras pun merupakan hal yang sangat menentukan sukses tidaknya kita dalam hidup ini. Saya mengenal banyak orang pintar yang memilih untuk malas-malasan, dan akibatnya mereka tidak mengalami kemajuan berarti dalam hidupnya. Sebaliknya saya mengenal pula orang-orang yang kurang beruntung dari segi pendidikan karena ketidakmampuan orangtuanya dahulu, tapi mereka tampil menjadi orang-orang yang berhasil dalam pekerjaan, dalam hidup dan sebagainya karena didukung oleh kegigihan mereka berjuang dari nol. Dari pengalaman saya sendiri ketika masih mengajar, saya melihat langsung bahwa anak-anak yang memang sudah dibekali bakat atau keahlian dasar cenderung malas, sedang mereka yang masih belum tahu apa-apa tapi giat belajar dan berlatih pada akhirnya mampu mengatasi mereka. Kemalasan, merasa sudah cukup lalu menganggap remeh pelajaran membuat mereka tertinggal dari teman-temannya yang mulai dari bawah. Itu fakta yang saya temukan selama bertahun-tahun. Kemalasan merupakan salah satu penghalang terbesar kesuksesan kita di masa depan.

Mari kita kembali kepada kisah The Three Little Pigs di atas. Entah benar entah tidak, kisah ini sepertinya terinspirasi dari ayat dalam Pengkotbah yang berkata: "Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah." (Pengkotbah 10:18). Kemalasan dua babi paling kecil membuat atap rumah mereka runtuh ditiup serigala jahat. Tidak sulit bagi si jahat untuk mengekspos orang-orang yang malas dan menjadikannya mangsa empuk. Kita tidak akan pernah menikmati peningkatan-peningkatan atau kemajuan dalam hidup apabila kita terus membiarkan rasa malas menguasai diri kita. Sikap ini bahkan bisa membuat kita menjadi semakin rapuh dan gampang runtuh. Dan ayat bacaan kita hari ini menyatakan hal itu dengan jelas.

Kegagalan dan kehancuran seringkali berawal dari kemalasan yang terus kita biarkan bercokol dalam diri kita. Karenanya kita harus melatih diri sedini mungkin untuk menjadi orang-orang dengan semangat yang kuat dan giat dalam berusaha. Ingatlah bahwa Tuhan tidak menyukai para pemalas seperti ini. Tuhan menyukai orang-orang yang rajin bekerja, dan Dia pun suka memberkati kita lewat usaha sungguh-sungguh yang kita lakukan.

(bersambung)

Saturday, May 30, 2015

Hiasan Emas bagi Telinga yang Mendengar (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Lihatlah salah satu komentar mereka berikut ini: "dan mereka berkata kepada Musa: "Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini." (Keluaran 14:11-12). Bukan hanya satu ini komentar sinis yang mereka lontarkan, tapi perjalanan mereka yang panjang itu penuh dengan gerutu, keluh kesah, protes dan komentar-komentar yang bisa setiap saat. Tidak mudah bagi Musa, dan bayangkan seandainya kita ada di posisinya. Tetapi Musa bisa tetap fokus kepada tugasnya dan taat menerima perintah Tuhan. Itu membuatnya bisa terus bertahan dalam badai cercaan sebegitu lama dalam proses mengantarkan bangsanya menuju tanah terjanji.

Kembali pada soal mendengar, sangatlah menarik saat Salomo yang penuh hikmat menuliskan seperti ini: "Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar." (Amsal 25:12). Teguran seringkali membuat telinga panas, lalu panasnya merambat ke kepala dan hati. Bukankah menarik kalau Salomo justru mengatakan bahwa teguran orang yang bijak itu begitu berharga bagai cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar? Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa mendengar merupakan sesuatu yang bukan saja berguna tapi juga sangat tinggi nilai harganya, yang diibaratkan sebagai cincin emas dan hiasan kencana.

Kita harus sadar bahwa tidak semua kritik disampaikan untuk tujuan yang buruk. Ada saatnya kita harus siap mendengar lalu menerima kritik dengan lapang dada, meski terkadang rasanya sama sekali tidak enak atau bahkan pahit. Kita  harus pandai-pandai menyaring, tetapi apa yang penting kita lakukan terlebih dahulu adalah mendengarnya dengan kelembutan dan kelapangan hati. Jangan belum apa-apa sudah langsung menentang, membantah lalu menuduh orang berniat jahat kepada kita. Jika komentar-komentar negatif yang kita terima, buanglah itu. Tetapi jika teguran itu positif, terimalah itu dengan lapang hati. Jadi Intinya adalah, dengarlah terlebih dahulu. Telinga diberikan Tuhan untuk tujuan mendengar, jadi jangan sia-siakan.

 Lalu satu hal yang lebih penting, pekalah terhadap suara Tuhan. Dengarkan perintahNya, terima teguranNya dan patuhi kehendakNya. Sebelum bereaksi, alangkah baiknya jika kita mau mendengarkan terlebih dahulu dan mencerna dengan baik pula. Tetap ingat pesan Kristus yang ditulis berulang kali di dalam Alkitab: "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"

“It takes a great man to be a good listener.” - Calvin Coolidge

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 29, 2015

Hiasan Emas bagi Telinga yang Mendengar (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 25:12
===================
"Teguran orang yang bijak adalah seperti cincin emas dan hiasan kencana untuk telinga yang mendengar."

Dalam bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People: Powerful Lessons in Personal Change, Stephen R. Covey menuliskan: "Most people do not listen with the intend to understand; they listen with the intent to reply." Stephen bukanlah penulis buku rohani. Ia adalah pebisnis yang suka menulis buku dan menjadi pembicara di seminar yang terkait dengan masalah bisnis. Berdasarkan pengamatannya, ia mendapati bahwa kebanyakan orang bukan mendengar dengan tujuan untuk mengerti, tapi mendengar dengan keinginan untuk menjawab atau berbantah. Bentuk sifat mau menang sendiri membuat orang bersikap seperti itu. Mereka tetap berbantah dan merasa paling tahu/benar meski mereka tidak mengerti betul bidang yang diperdebatkan. Masing-masing mengeluarkan opininya sendiri tanpa didasari pengetahuan tentang suatu hal tersebut. Soal benar atau salah soal nanti, yang penting ngomong dulu. Bukankah manusia memang cenderung seperti itu hari-hari ini?  Apa yang dikatakan Stephen dalam bukunya yang pertama kali terbit tahun 1989 itu berlaku tidak saja di dunia bisnis melainkan di berbagai aspek kehidupan lainnya termasuk dalam hal rohani.

Kalau kepada manusia mereka merasa berhak begitu, mereka pun mulai membantah Tuhan dan merasa lebih tahu. Berbagai ketetapan Tuhan dilanggar lantas Tuhan dijadikan tertuduh atas segala yang buruk. Tuhan disingkirkan, tapi tetap mau terima berkat. Telinga diberikan sepasang dan diletakkan di kiri dan kanan, itu seharusnya membuat kita sadar akan pentingnya telinga sampai harus ada dua.

Seorang filosofis yang hidup 300 tahun sebelum Masehi bernama Zeno dari Citium, Siprus sudah sadar akan hal itu. Ia berkata: “We have two ears and one mouth, so we should listen more than we say.” Kita punya dua telinga dan satu mulut, itu artinya kita harus mendengar lebih banyak ketimbang bicara. Perhatikan, ada berapa banyak hubungan yang hancur karena lebih suka lempar kata ketimbang mendengar? Berapa banyak kerugian bahkan kehancuran yang terjadi hanya karena orang lebih tertarik untuk ribut tanpa ujung daripada mempergunakan sepasang telinganya baik-baik untuk mendengar terlebih dahulu sebelum mulai berkomentar? Berbagai stasiun televisi sekarang malah suka menampilkan perdebatan yang seringkali sudah tidak lagi dilandasi tata krama, nilai-nilai kesopanan dan akal sehat untuk meningkatkan ratingnya. Maka tidak heran kalau kita semakin lupa akan fungsi telinga ini untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Saya masih ingin melanjutkan mengenai pentingnya mendengar. Sebuah ayat dalam Yakobus 1:19 mengatakan: "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." Ayat ini tidak asing lagi, tapi jarang sekali yang mau menurutinya. Yang kerap terjadi justru sebaliknya, lambat untuk mendengar dan cepat berkata-kata, lebih cepat lagi untuk marah. Sulit sekali bagi kita untuk mau melembutkan hati untuk mendengar. Secepat orang mengingatkan, kita harus lebih cepat lagi kita membantah tanpa mendengar apalagi mencerna. Lambat marah diartikan lemah dan pengecut, lambat berkata dianggap tidak punya sikap. Kita pun lupa bahwa Tuhan menghadiahkan sepasang telinga dan satu mulut dan bukan sebaliknya, lalu lupa bahwa kalau Tuhan memutuskan demikian, tentu ada tujuannya.

Mari kita ambil contoh lewat kisah Musa. Kita bisa melihat dengan jelas betapa sulitnya Musa menghadapi orang-orang Israel yang keras kepala dan sangat ahli dalam hal melemparkan omelan. Mereka suka ribut dan menghamburkan kata-kata yang pasti mengecewakan Tuhan. Musa harus menghadapi itu setiap hari, padahal untuk membawa mereka keluar dari Mesir setiap hari selama puluhan tahun. Entah bagaimana Musa bisa terus bersabar menerima omelan atau komentar-komentar pedas dari bangsa yang terkenal bebal dan tegar tengkuk ini. Coba pikirkan. Adalah merupakan perintah Tuhan untuk membawa mereka ke tanah terjanji, keluar dari perbudakan di Mesir. Tuhan mau memerdekakan umatNya yang terpilih dan memberi mereka masuk ke sebuah tanah yang subur dan kaya. Itu seharusnya membuat mereka bersyukur. Tapi balasan yang mereka beri justru sebaliknya.

(bersambung)

Thursday, May 28, 2015

Dua Telinga Untuk Mendengar

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 11:15
======================
"Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!"

Kemarin kita sudah melihat teguran Tuhan kepada umatNya yang bandel, yang tetap saja menyembah ilah-ilah lain meski penyertaan Tuhan sudah sangat terbukti sepanjang hidup mereka. Tuhan berkata "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Konsekuensi yang ditanggung Israel tidak main-main akibat kebandelan itu, padahal Tuhan sudah mengingatkan apa yang akan mereka dapat kalau taat dan apa resikonya kalau bandel. Walaupun peringatan Tuhan jelas dan tidak sulit dicerna, tetap saja pembangkangan mereka membuat Tuhan kecewa dan menyadari bahwa umatNya tidak mendengar suaraNya bahkan tidak suka kepadaNya. (ay 12).

Mendengar, itu mempergunakan satu dari panca indera yang namanya telinga. Tidaklah kebetulan kalau Tuhan membekali kita dengan dua telinga dan hanya satu mulut. Satu mulut saja sudah sering bikin masalah kalau tidak dijaga baik-baik. Mulut cuma satu saja sudah bisa membuat orang lebih mementingkan untuk didengar ketimbang mendengar. Orang lebih tertarik untuk berbicara tapi tidak begitu berminat untuk mendengarkan. Bayangkan jika ada dua mulut dan hanya satu telinga, apa jadinya dunia ini? Segala yang diciptakan Tuhan itu baik adanya, karena itu jika Tuhan memberi sepasang telinga maka itupun pasti punya tujuan, dan itu pasti demi tujuan yang baik. Telinga dipasang Tuhan di kiri dan kanan agar kita mau lebih banyak mendengar ketimbang terus menerus berbicara. Maka jika kita memiliki sepasang telinga, seharusnya kita pergunakan dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin agar tidak percuma saja berada di kepala kita.

Semakin lama semakin sulit bagi kita untuk menemukan kehadiran seorang pendengar yang baik. Sifat manusia yang semakin individualis dan egois alias mementingkan diri sendiri membuat semakin banyak orang menutup telinganya rapat-rapat dari orang lain. Ada banyak orang yang sebenarnya memiliki kebutuhan untuk didengar lebih dari kebutuhan lainnya. Mereka merasa sendirian menghadapi sesuatu dan tidak punya orang untuk berbagi. Mereka kesepian, kesunyian dan merasa terabaikan. Ada banyak ayah yang berpikir bahwa tugas mereka hanyalah sampai sebatas mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Mereka lupa bahwa  menjadi ayah yang baik bukan hanya berbicara mengenai pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari anak-anaknya, tapi juga harus menyediakan cukup waktu untuk mendengarkan cerita atau keluhan anggota keluarganya. Ada banyak suami yang berpikir bahwa bekerja cari uang merupakan tugas satu-satunya, padahal istri mereka sangat ingin berbagi cerita seperti saat-saat pacaran dulu. Atau sebaliknya, istri yang tidak suka mendengar cerita suaminya tentang pekerjaan padahal sang suami sangat ingin bercerita mengenai pencapaian atau kesulitan yang tengah ia hadapi. Bagaimana dengan teman-teman, tetangga dan sebagainya? Pedulikah kita terhadap mereka? Tahukah kita saat mereka butuh sesuatu atau jangan-jangan kita bahkan tidak tahu siapa namanya?

Kita harus mau melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik, baik mendengarkan apa yang Tuhan katakan maupun mendengarkan keluarga, teman-teman atau bahkan sesama kita yang tengah membutuhkan kehadiran seseorang yang peduli. Lihatlah bagaiman Tuhan selalu dengan penuh kasih meluangkan waktuNya untuk mendengarkan kita. Pemazmur menyadari dan menghargai hal itu dengan berkata: "Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya." (Mazmur 116:1-2).

Dimata Tuhan sangatlah penting bagi kita untuk menjadi pendengar yang baik. Beberapa kali Yesus menyebutkan "siapa bertelinga hendaklah ia mendengar!" seperti dalam Matius 11:15, 13:9, 13:43 atau Markus 7:16. Tidak satupun bagian tubuh kita ini diciptakan Tuhan sia-sia atau tanpa tujuan,  termasuk di dalamnya telinga. Tapi seringkali kita mengabaikan banyak fungsi penting dari telinga. Kita sering membiarkan hal-hal penting seperti nasihat atau teguran berlalu begitu saja. Masuk kiri keluar kanan, atau bahkan pura-pura tidak mendengar.

Selain telinga, ketulusan hati pun diperlukan untuk bisa mendengar dengan baik. Seni mendengar yang baik bukanlah sekedar mendengar dengan telinga namun juga mendengar dengan hati. Kita mendengar dengan telinga, tapi tanpa hati yang baik, lembut dan tulus niscaya apa yang kita dengar hanyalah akan berlalu begitu saja. Dalam keluarga, hadiah yang terindah bisa jadi adalah kesediaan orang tua untuk mendengarkan anak-anaknya, begitu juga antara suami dan istri atau kakak-adik. Coba bayangkan berapa banyak keluarga yang disfungsional, retak atau terlanjur hancur hari-hari ini. Betapa banyaknya keputusan-keputusan keliru yang diambil oleh para anggota keluarga karena mereka bergerak sendiri-sendiri dalam memutuskan sesuatu. Seringkali letak permasalahannya adalah karena tidak berjalannya komunikasi antar anggota secara baik. Komunikasi itu harus berlangsung dua arah dan tidak hanya searah. Selain berbicara, kita pun harus mendengar, atau kalau tidak maka tidak akan pernah ada komunikasi yang baik.

Menjadi pendengar yang baik sesungguhnya menunjukkan seberapa besar kita peduli dengan keadaan orang lain. Sebaliknya, ketika kita malas mendengar, itu menunjukkan betapa kurangnya perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Allah sendiri begitu mengasihi kita, maka Dia selalu mempunyai waktu untuk mendengarkan dan menjawab kita. Kalau Tuhan saja demikian, mengapa kita malah tidak peduli terhadap pentingnya membagi waktu dan telinga kita kepada orang lain?

Petrus mengatakan demikian: "Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati.." (1 Petrus 3:8). Kita tidak akan pernah bisa memberikan sikap seperasaan, sepenanggungan, menyayangi, mengasihi dan rendah hati jika kita tidak merasa penting untuk menjadi pendengar yang baik. Jika keluarga sendiri saja sudah tidak ingin didengar apalagi orang lain. Itu bukanlah sikap yang baik bagi umat Allah. Tidak saja baik bagi kita untuk mau mendengarkan orang lain, terlebih kita harus mau mendengarkan Tuhan pula. Kecenderungan manusia dalam berdoa adalah untuk membawa daftar permintaan atau permohonan. Doa diisi dengan percakapan yang dibangun searah, kita hanya ingin didengar Tuhan dan dikabulkan tapi mengabaikan pentingnya untuk mendengarkan Tuhan. Itupun bukan hal yang baik untuk dilakukan. Kita boleh meminta, tapi terlebih kita harus mau mendengarkan perkataan, nasihat atau bahkan teguran Tuhan. Tuhan sudah memberi dua telinga, hendaklah kita bersyukur dan mempergunakannya dengan baik. Tentu tidak perlu Tuhan harus membesarkan telinga kita terlebih dahulu agar kita mau patuh bukan? Hendaklah kita terus melatih diri sebagai orang yang mau memberikan sebagian dari waktunya untuk menjadi pendengar yang baik.

“When people talk, listen completely. Most people never listen.” - Ernest Hemingway

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, May 27, 2015

Dengarlah (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Yang terjadi selanjutnya, Tuhan pun membiarkan mereka dengan pilihannya. "Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!" (ay 13). Sejarah mencatat bahwa keputusan Israel pada masa itu kemudian membawa konsekuensi buruk buat mereka. Perilaku bandel itu membuat mereka terpuruk. Dijajah musuh, hancur berantakan, jauh dari apa yang sebenarnya telah disediakan Tuhan bagi mereka. Padahal kalau saja saja mereka mau mendengar, lihatlah apa yang disediakan Tuhan itu. "Sekiranya umat-Ku mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tangan-Ku. Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepada-Nya, dan itulah nasib mereka untuk selama-lamanya. Tetapi umat-Ku akan Kuberi makan gandum yang terbaik dan dengan madu dari gunung batu Aku akan mengenyangkannya." (ay 14-17). Sayang sekali, tetapi itulah konsekuensi dari sikap yang dipilih oleh mereka sendiri.

Kebandelan tidak akan pernah membawa manfaat sebaliknya justru akan berdampak buruk bagi kita. Resikonya nyata, dan bisa jadi pada suatu ketika menjadi sangat fatal dan sukar untuk diperbaiki lagi. Kita menganggap bahwa sifat tidak suka dilarang dan cepat tersinggung ketika diingatkan itu adalah manusiawi. Tetapi Tuhan sesungguhnya tidak menginginkan kita menjadi pribadi-pribadi yang keras kepala atau degil seperti itu. Tuhan rindu agar kita memiliki hati yang lembut yang siap dibentuk. Hanya dengan demikianlah kita bisa memiliki ketaatan kepada Tuhan. "Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, berpegang pada perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu." (Ulangan 10:12-13).

Bangsa Israel sudah merasakan sendiri konsekuensi yang harus mereka hadapi akibat kedegilan mereka melawan Tuhan dalam begitu banyak kesempatan. Jadi seharusnya kita jangan sampai jatuh pada lubang yang sama lagi. Sebuah larangan atau peraturan bisa terlihat seperti membatasi pergerakan kita dan membuat kita seolah tidak bisa menikmati hal-hal yang tampaknya menarik dan menyenangkan di dunia. Tetapi kalau itu semua bertujuan baik, agar kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang dapat berujung pada kebinasaan yang seharusnya tidak perlu terjadi, bukankah itu baik? Apakah itu langsung dari Tuhan, lewat hati nurani kita, atau lewat orang tua, saudara atau sahabat yang peduli kepada kita, bersyukurlah dan berterima kasihlah jika diingatkan. Jangan keraskan hati apalagi menuduh dan melawan, sebab larangan atau peringatan yang baik yang kita terima sesungguhnya bisa menghindarkan kita dari kejadian-kejadian yang justru merugikan kita sendiri.

Tuhan memberi larangan bukan untuk kepuasanNya melainkan demi kebaikan kita sendiri 

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 26, 2015

Dengarlah (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 81:9
====================
"Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!"

Peraturan dan peringatan diberikan untuk tujuan yang baik. Tapi seringkali manusia mengabaikannya. Bagi banyak orang, peraturan ada untuk dilanggar. Semakin dilarang semakin dibuat, semakin diingatkan semakin membandel. Sulit sekali bagi manusia untuk dinasihati, apalagi kalau ditegur. Kuping seperti tuli, tidak peduli, maunya menang sendiri, berbuat sesuka hati. Diingatkan yang baik malah marah dan melawan. Padahal seringkali kebandelan itu bisa merusak atau bahkan membahayakan baik diri kita sendiri maupun orang lain.

Tuhan memberikan dengan jelas tuntunan hidup yang akan membawa kita kedalam kehidupan yang indah seperti yang diinginkanNya dan juga mengarah kepada keselamatan yang kekal. Tuhan memberikan batasan-batasan dan larangan-larangan, tapi sejauh mana kita mau mendengar dan mematuhiNya? Yang sering terjadi justru sikap pembangkangan yang muncul. Kita menganggap bahwa Tuhan hanya tidak suka kita menikmati sesuatu yang menyenangkan. Menuduh Tuhan terlalu mengekang atau bersikap otoriter. Padahal sadarkah kita bahwa itu pun sebenarnya demi kebaikan kita sendiri dan bukan untuk kepuasan Tuhan?

Sikap manusia ini merupakan masalah klasik yang turun temurun. Sebuah contoh nyata bisa kita lihat dalam Mazmur 81 yang mencatat bagaimana kesalnya Tuhan dalam menyikapi kebandelan bangsa Israel. Dengan tegas Tuhan berseru: "Dengarlah hai umat-Ku, Aku hendak memberi peringatan kepadamu; hai Israel, jika engkau mau mendengarkan Aku!" (Mazmur 81:9). Itu bentuk kepedulian Tuhan. Dia memberi peringatan bukan demi kepentinganNya melainkan demi kebaikan bangsa Israel sendiri. Dengarlah kalau mau, itu kata Tuhan. Diingatkan karena Tuhan sayang, tapi kalau tidak mau dengar nanti resiko tanggung sendiri. Meski bandel, Tuhan begitu baik masih mau mengingatkan bangsa yang keras kepala ini.

Apa yang diingatkan Tuhan? Yang Dia peringatkan adalah agar bangsa Israel berhenti menyembah allah-allah asing. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing. Akulah TUHAN, Allahmu, yang menuntun engkau keluar dari tanah Mesir: bukalah mulutmu lebar-lebar, maka Aku akan membuatnya penuh." (ay 10-11). Sayangnya reaksi bangsa itu bukanlah berhenti melakukan kekejian bagi Tuhan tetapi malah membangkang. Kebebalan mereka membuat mereka menolak untuk patuh. Tuhan selanjutnya mengatakan "Tetapi umat-Ku tidak mendengarkan suara-Ku, dan Israel tidak suka kepada-Ku." (ay 12). Betapa kecewanya Tuhan terhadap sikap mereka ini. Tuhan menyebutkan mereka umatNya, tetapi mereka sedikitpun tidak peduli, bahkan Tuhan merasa bahwa bangsa yang Dia kasihi dan limpahi itu tidak suka kepadaNya.

Bangsa Israel sudah merasakan sendiri bagaimana Tuhan menuntun mereka keluar dari tanah perbudakan untuk menuju tanah terjanji yang melimpah susu dan madunya, dan Tuhan pun telah melakukan begitu banyak mukjizat buat mereka sepanjang perjalanan. Tapi agaknya mereka meremehkan dan melupakan itu semua. Bukannya patuh tapi malah membandel dan mengatakan tidak suka kepada Allah seperti apa yang ditulis dalam ayat 12 tadi. Mereka menganggap Tuhan sebagai Pribadi yang egois, penuntut atau tidak suka melihat mereka senang.

(bersambung)

Monday, May 25, 2015

Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yunus 1:3
==================
"Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN."

Motto yang diusung kantor Pegadaian buat saya sangat menarik, yaitu menyelesaikan masalah tanpa masalah. Sepertinya sepintas mungkin terlihat aneh, bukannya orang mau menyelesaikan masalah karena ingin keluar dari masalah? Itu kan yang dicari? Kalau begitu, buat apa dijadikan motto segala? Tapi pada kenyataannya kalau kita renungkan baik-baik, ada banyak sekali orang yang keliru dalam mencari solusi sehingga bukannya masalah jadi beres tapi malah menimbulkan masalah baru. Ada yang mencoba lari dari masalah, menunda menyelesaikan sehingga nantinya malah makin ribet urusannya. Padahal semakin lama anda biarkan, maka masalah akan semakin berbelit-belit, semakin "complicated" dan akan semakin menyulitkan untuk diselesaikan. Ambil contoh kecil saja. Ada teman yang mobilnya sudah mulai mengulah karena temperaturnya cepat naik. Urusannya padahal sederhana saja, tinggal servis radiator. Tapi ia terus menunda dan lebih memilih untuk membiarkan mobilnya seperti itu. Kalau sudah terlalu panas berhenti dulu di pinggir, siram-siram sedikit bagian radiatornya dan kalau sudah agak turun lanjut jalan lagi. Suara air mendidih kerap terdengar dari kap depan mobil setiap ia berhenti. Akhirnya setelah sekian bulan ia pun pergi menservis radiator. Biayanya tidaklah terlalu mahal, tetapi kemalasannya menyelesaikan masalah sejak dini ternyata berbuntut panjang. Ada beberapa komponen yang terkena dampak akibat temperatur yang begitu tinggi dan ia pun harus rela merogoh kocek jauh lebih banyak untuk mengganti kerusakan pada mobilnya.

Ada banyak masalah yang bisa mengakibatkan munculnya masalah yang lebih banyak dan lebih parah lagi dari itu. Masalah memang memusingkan, dan seringkali membuat kita kerepotan atau bahkan menderita, apalagi kalau sudah berbelit tak lagi tahu dimana ujung pangkalnya. Tapi daripada mengelak atau menghindar dengan lari dari masalah, akan sangat lebih baik kalau kita segera mengambil sebuah langkah dengan tindakan untuk mulai menguraikan kemudian menyelesaikan masalah-masalah itu satu persatu.

Ada pelajaran sangat menarik di dalam Alkitab lewat kisah Yunus. Pada suatu hari Yunus mendapat amanat untuk pergi ke Niniwe guna menyampaikan pesan Tuhan. "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku." (Yunus 1:2). Pertama,  jelas bukanlah perkara gampang dan menyenangkan. Itu repot. Kedua, kota itu bukanlah kota yang bersahabat danbaik. Menurut standar Yunus, buat apa Tuhan repot-repot mengurusi bangsa Niniwe? Kota itu harusnya memang binasa. Begitu pikirnya. Harus repot-repot mengurusi bangsa yang seperti itu menjadi masalah besar buat Yunus Yunus kemudian memutuskan untuk kabur. "Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN." (ay 3). Ia lari dari masalah dan mengira ia bisa lari dari Tuhan saat Tuhan memberikan sebuah mandat. Dan yang terjadi selanjutnya, ia malah menambah masalah bagi dirinya. Yunus dilempar ke luar dari kapal, dicampakkan ke laut lantas ditelan oleh ikan besar. Salah satu hal yang bisa kita pelajari dari kisah Yunus adalah, bahwa lari dari masalah bukanlah solusi yang benar. Lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan menambah masalah yang lebih banyak dan buruk.

Para tokoh Alkitab, siapapun mereka punya masalahnya sendiri-sendiri. Tidak ada satupun tokoh Alkitab yang digambarkan hidup tanpa masalah. Dan memang, kekristenan tidak pernah mengajarkan sebuah jaminan untuk sepenuhnya hidup tanpa masalah. Dari Perjanjian Lama: Abraham, Daud, Musa, Ayub dan lain-lain, hingga Perjanjian Baru seperti Petrus, Paulus dan lain-lain, semua punya pergumulan mereka sendiri. Tapi kita belajar satu hal, bahwa lewat masalah mereka-lah kemudian Tuhan menyatakan diriNya, dan ketaatan mereka membuat mereka mampu menyelesaikan masalah dan keluar sebagai pemenang. Mereka sukses melewati uji kemurnian iman. Mereka semua bukanlah tokoh fiktif melainkan tokoh-tokoh nyata dan karenanya kita bisa belajar dari pengalaman hidup mereka.

Whatever the problem is, we should stand up and face it like a real man. Kalau kita sudah terbiasa menjadi orang yang selalu lari dari masalah, saatnya berubah menjadi orang yang selalu menjadikan masalah sebagai sebuah kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. Bukankah dalam Alkitab sudah dikatakan seperti ini: "Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu" (Mazmur 119:71)? Lagipula berbagai masalah yang mungkin bagi kita sudah tidak mungkin bisa selesai itu hanyalah merupakan lahan subur bagi Tuhan untuk membuat keajaiban. Masalah bisa membuat kita salah langkah, namun bisa pula membuat iman kita bertumbuh, melatih diri kita untuk mengandalkan Tuhan dan membuat kita justru semakin dekat padaNya. Semua itu akan sangat tergantung dari keputusan atau langkah yang kita ambil.

Jangan takut menghadapi masalah. Hadapi masalah itu bersama Tuhan. Dalam Amsal tertulis demikian: "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6). Dia akan selalu ada bersama kita yang percaya dan selalu siap membantu. Lalu dalam Yosua kita membaca: "Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung."  (Yosua 1:6). Inilah yang kita perlukan. Selalu taat pada Tuhan, mau menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Dia, melakukan apapun dalam hidup kita dalam nama Yesus, maka anda tidak lagi perlu lari dari masalah. Hadapi masalah itu, selesaikanlah dengan iman yang mengarah kepada Tuhan. Jadikan setiap masalah sebagai sarana untuk belajar dan bertumbuh, dan jangan kuatir, karena Tuhan kita jauh lebih besar dari semua masalah yang ada, dan Dia siap untuk mengangkat anda keluar tepat pada waktunya.

Lari dari masalah tidak menyelesaikan tetapi justru menambah masalah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 24, 2015

Mata

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 5:29
====================
"Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka."

Love at first sight alias cinta pada pandangan pertama mendasari begitu banyak hubungan antar pasangan, setidaknya mengawali ketertarikan. Sight, itu tentu berbicara soal mata. Ungkapan ini menggambarkan betapa vitalnya mata dalam urusan cinta. Mata berfungsi bagaikan lensa kamera yang menangkap sesuatu secara visual lalu dibawa dan diolah dalam hati hingga terbentuk sebuah rasa. Mata secara bebas bergerak leluasa untuk menangkap gambar demi gambar dari apa yang berada disekitar kita.  Kalau positif tentu tidak apa-apa, tapi yang jadi masalah kalau mata sudah dipakai untuk jelalatan dalam melihat lawan jenis. Dari mata turun ke hati dan menjadi tertarik, itu wajar. Yang tidak wajar adalah kalau dari mata kemudian menjadi berbagai fantasi-fantasi yang berorientasi kepada hal-hal yang tidak pantas. Ada banyak hal yang bisa menyesatkan justru berawal dari penglihatan lewat mata. Bukan hanya hal-hal yang berbau pornografi, mata juga bisa menggoda kita untuk memiliki sesuatu benda yang membuat kita rela menghalalkan segala cara untuk bisa memilikinya. Ada banyak penyesatan yang berasal dari mata, dan Tuhan pun sudah mengingatkan dengan tegas agar kita benar-benar menyaring dengan seksama apa yang dilihat oleh mata.

Ada sebuah ungkapan dari Jepang menjadi sesuatu yang sangat dikenal dunia, berkata: "See no evil, hear no evil, speak no evil." Ungkapan ini sering digambarkan dengan keberadaan tiga ekor monyet yang masing-masing menutup sebuah indera seperti mata, telinga dan mulut. Mengapa tiga indera ini yang ditutup? Karena memang ketiga indra inilah yang sering menjadi awal dari masuknya dosa apabila tidak diawasi dengan benar. Ungkapan ini menggambarkan pentingnya mengawasi celah-celah yang bisa menjadi pintu masuk dosa agar kita tidak terjebak ke dalam hal-hal yang bisa merintangi hubungan kita dengan Tuhan lalu menggagalkan kita untuk menerima janji-janji Tuhan. Seringkali dosa-dosa ini berawal kecil, tetapi kemudian terakumulasi menjadi awal dari serangkaian dosa yang lebih besar lagi. Dan mata jelas merupakan salah satunya.

Alkitab mencatat bagaimana tegasnya Yesus mengingatkan bahayanya mata yang tidak dijaga. Kata Yesus: "Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka." (Matius 5:29). Ayat ini menunjukkan sebuah peringatan yang sangat keras dalam hal menjaga mata. Sebelum menyampaikan itu, Yesus mengawali dengan sebuah pesan penting bahwa dengan memandang seorang wanita dan menginginkannya meski hanya dalam hati saja, itu sudah sama artinya dengan berzinah. (ay 28).

Selain kepada mata Yesus berseru keras, demikian pula halnya dengan tangan. "Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka." (ay 30). Kedua anggota tubuh ini menjadi contoh mewakili anggota-anggota tubuh lainnya yang harus kita jaga dengan sangat serius. Mengapa? Karena Alkitab sudah mengatakan bahwa "roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Markus 14:38). Daging yang lemah sering membuat kita tak berdaya, dan berbagai godaan itu seringkali masuk lewat berbagai indera tertentu yang tidak terkawal baik. Banyak yang memasang pagar batas Firman Tuhan dengan terlalu fleksibel tergantung dari kemauannya sendiri. Kalau itu kita lakukan, ada banyak bentuk kenikmatan kedagingan yang akan dengan mudah dan segera mempengaruhi kita yang bisa dipakai iblis sebagai pintu masuk untuk membinasakan kita.

Yohanes sudah mengingatkan kita: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Ayat ini mengatakan bahwa dunia sedang lenyap dengan kenginannya, dan itu menjadi semakin jelas terlihat hari-hari belakangan ini. Ketika kita memilih untuk bergabung dengan segala kenikmatan yang ditawarkan dunia maka itu berarti kitapun sedang lenyap dengan keinginan-keinginan daging kita. Hanya orang yang melakukan kehendak Allah-lah yang akan tetap hidup selama-lamanya alias kekal. Agar bisa melakukan kehendak Allah maka kita harus mampu menyalibkan semua keinginan-keinginan daging kita dan hidup seturut kehendak Allah dengan ketaatan penuh. Ketika itulah kita menjadi milik Kristus seutuhnya. Hal ini pun disampaikan lewat Paulus yang bunyinya: "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya." (Galatia 5:24).

Mari kita kembali fokus kepada mata yang menjadi titik sentral renungan kita hari ini. Apakah Yesus bermaksud kejam dan sadis untuk menyuruh kita benar-benar mencungkil mata atau memotong tangan sendiri? Tentu saja tidak. Apa yang menjadi pesan Kristus adalah bahwa kita harus benar-benar memperhatikan segala sesuatu secara cermat, menjaga setiap anggota tubuh kita dengan kewaspadaan penuh agar tetap kudus dan jauh dari segala kecemaran. Daripada tubuh kita secara utuh disiksa di neraka karena satu atau dua anggota tubuh, lebih baik buang saja anggota tubuh yang mengganggu itu. kalau memang kita benar-benar tidak mampu lagi mengendalikannya. Selama kita masih mampu, tentu tidak perlu seperti itu. Karenanya penting bagi kita untuk menjaga benar-benar mata dan berbagai organ tubuh lainnya. Yesus tidak menginginkan satupun dari kita untuk menderita dengan cara demikian. Tapi Yesus mengingatkan akan konsekuensi yang sangat serius yang menanti di depan sana jika kita mengabaikan pentingnya menjaga berbagai organ tubuh ini.

Yesus rindu melihat kita semua berhasil menerima keselamatan yang kekal dimana tidak lagi ada penderitaan apapun. Untuk itu Dia bahkan rela menyerahkan diriNya sendiri menggantikan kita di atas kayu salib. Oleh karena itulah Yesus mengingatkan dengan tegas akan pentingnya menjaga anggota-anggota tubuh kita agar tetap kudus, tidak terjebak pada keinginan-keinginan daging yang mampu membuat kita kehilangan seluruh janji Allah dan membuat segala pengorbanan Kristus menjadi sia-sia. Mata merupakan salah satu dari anggota tubuh kita yang sangat berpotensi menjadi pintu masuk berbagai dosa dan akan sangat menyenangkan untuk dipakai sebagai lahan bermain oleh iblis. Karena itu jagalah dengan baik dan pergunakanlah selalu untuk hal yang baik yang bisa memuliakan Tuhan.

Segala yang dibawa mata untuk masuk ke hati harus dipastikan hanya segala sesuatu yang baik

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 23, 2015

Tempat Tinggal Tak Terbatas di Rumah Bapa

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yohanes 14:2
=========================
"Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."

Berbagai iklan perumahan menawarkan kelebihannya masing-masing agar orang tertarik untuk berinvestasi atau memiliki rumah di lokasi yang diiklankan. Menariknya, selain mempromokan harga yang seolah lebih murah dan fasilitas yang ada, banyak yang memakai strategi seolah perumahan mereka sangat banyak peminatnya sehingga kalau berlama-lama maka seluruh kapling sudah keburu dibeli orang. Segera pesan, tempat terbatas! Atau, hanya tinggal dua lagi, segera beli sekarang! Agak aneh kalau masih mengeluarkan biaya tinggi beriklan jika rumah tinggal satu atau dua, tapi seperti itulah bentuk strateginya. Terlepas dari strategi iklan, di Indonesia yang jumlah penduduknya terbanyak ke-empat di dunia memang semakin sempit saja, terutama di kota-kota besar. Di kota saya saja, ukuran per kapling sekarang menyusut sepertiga dari empat tahun lalu dengan harga yang meroketnya tidak sebanding dengan pendapatan dan daya beli penduduk. Orang yang mau beli rumah semakin terdesak kepinggiran dengan ukuran rumah sangat minimalis. Jumlah rumah di dunia memang terbatas. Pada suatu ketika nanti bisa jadi tidak ada tempat lagi untuk manusia. Di beberapa negara berukuran kecil, alternatif yang ada saat ini tinggal ke atas di apartemen-apartemen dan tidak lagi bisa kesamping karena sudah terlalu padat.

Sulit mencari tempat hunian yang layak mungkin sudah mulai menjadi masalah besar hari ini. Tapi biar bagaimanapun kita harus ingat bahwa segala kesulitan yang kita alami di dunia ini hanyalah sementara saja. Petrus mengingatkan bahwa di dunia ini kita hanyalah pendatang atau perantau. Dan ia pun mengingatkan apa yang harus kita lakukan sesuai dengan stauts kita sebagai pendatang atau perantau ini. "Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa." (1 Petrus 2:11). Kita harus menjauhkan diri dari keinginan daging, itu kalau kita mau selamat pulang ke tempat dimana kita seharusnya kembali. Dimana kewargaan kita yang sesungguhnya? Bagi orang percaya yang menerima Yesus sebagai juru selamat, kita adalah warga dari Kerajaan Surga, dan itu tertulis dalam Alkitab. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat" (Filipi 3:20).

Selanjutnya mari lihat fakta ini. Di dunia rumah semakin terbatas, tapi tidak akan pernah seperti itu di Surga. Dari Yesus langsung kita bisa mengetahui bahwa di surga tidak ada pembatasan dan keterbatasan. The more the merrier, dan tempat akan selalu lebih dari cukup. "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." (Yohanes 14:2-4). Rumah di Surga tidak akan pernah habis. Akan selalu ada lebih dari cukup tempat bagi semua orang yang menjalankan hidup sesuai kebenaran dalam Kristus. Lebih lanjut, Yesus juga mengingatkan bagi setiap kita yang memegang perintahNya dan melakukannya, maka mereka akan dikasihi Tuhan dan juga oleh Kristus sendiri. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).

Dari kata-kata Yesus ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa bahwa di rumah Bapa ada banyak tempat tinggal yang sudah disediakan bagi orang percaya. Sebuah tempat indah dimana tidak lagi ada air mata. Sebuah tempat penuh damai sukacita. Sebuah tempat nyata dimana Yesus kini berada. "Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga" (Ibrani 8:1). Disana Yesus telah menyediakan tempat bagi siapapun yang percaya padaNya, yang memegang teguh dan melakukan semua yang Dia firmankan. Tidak ada kuota maksimum, tidak ada pembatasan jumlah, tidak ada biaya selangit yang terus meningkat. Siapapun diundang untuk masuk ke dalam rumah Bapa. Bahkan Yesus pun terus mengetuk pintu hati manusia untuk diselamatkan, agar manusia pun bisa diselamatkan dan masuk ke dalam tempat yang telah Dia sediakan. Bukankah hal ini sangat indah?

Jika saat ini pergumulan, permasalahan dan kesulitan masih mengelilingi kita, jangan bersusah hati dan gelisah. Betapa indahnya ketika Yesus memulai firmanNya tentang Rumah Bapa dengan perkataan: "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku." (Yohanes 14:1). Di dalam "tempat perantauan" kita ini kita telah dijanjikan penyertaan Tuhan, dan ada tempat sebenarnya bagi kita yang telah disediakan Kristus sendiri. Surga, Rumah Bapa, adalah sebuah tempat yang nyata, bukan halusinasi atau fatamorgana, yang akan menjadi tempat kekal bagi setiap orang percaya yang hidup sungguh-sungguh menjaga kehidupannya sesuai firman Tuhan. Mari kita terus bertekun agar tempat yang Dia sediakan itu bisa menjadi milik kita.

Selalu ada tempat yang lebih dari cukup bagi yang menerima Yesus sebagai Juru Selamat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 22, 2015

Paku dan Lubang yang Ditinggalkan di Dinding (2)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
(sambungan)

Yakobus mengingatkan kita agar menjadi orang yang sabar dan tidak lekas marah. "Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah." (Yakobus 1:19). Kita diminta untuk mendengar dulu baik-baik dan tidak cepat menyela apalagi jika belum apa-apa sudah langsung marah. Mengapa demikian? Ayat selanjutnya berkata jelas: "sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah." (ay 20). Lebih lanjut lewat Paulus kita juga bisa menemukan peringatan agar kita membuang jauh-jauh kemarahan dari diri kita. "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan." (Efesus 4:31). Apa yang dianjurkan bagi kita adalah sebaliknya, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (ay 32).

Pada saat anda merasa kesal dan mulai marah, segeralah redam kemarahan itu sebelum kemarahan itu menguasai diri anda. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26-27). Lihatlah bahwa dibalik kemarahan yang terus meningkat naik kita sebenarnya membuka ruang seluas-luasnya kepada iblis untuk berpesta pora menghancurkan kita. Petrus berkata: "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8). Perhatikan bahwa iblis hanya bisa berjalan berkeliling mengaum mencari mangsa dan tidak akan pernah mampu menembus kita kecuali kita sendiri yang membuka celah untuk itu. Alkitab menyatakan bahwa orang yang membiarkan dirinya gampang meledak dalam amarah adalah orang bodoh: "Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak." (Amsal 20:3), atau lihatlah dalam kitab Pengkotbah: "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkotbah 7:9). Ada banyak kejahatan yang mengintai dibalik sebuah kemarahan.

semakin lama kita membiarkan diri kita marah, maka semakin banyak pula kesempatan iblis untuk menghancurkan kita dengan berbagai bentuk kejahatan. Adalah jauh lebih mudah untuk meredam emosi ketika masih baru, tetapi akansulit ketika emosi itu sudah terlanjur menguasai diri kita. Ingatlah bahwa paku yang ditancapkan ke dinding meski kecil sekalipun akan tetap meninggalkan lubang atau bekas disana. Paku-paku yang tajam dalam berbagai ukuran bisa berterbangan keluar dari kemarahan kita dan melukai hati banyak orang. Berhentilah melukai orang lain terutama orang yang kita kasihi seperti orang tua, anak, suami/istri dan lain -lain hanya karena kita tidak bisa mengendalikan emosi kita. Kuasai diri segera ketika marah, sehingga kita tidak sampai melukai orang lain dan membawa masalah baik bagi mereka maupun diri sendiri.

Jangan gampang emosi karena walaupun sesaat bisa mendatangkan banyak masalah

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Thursday, May 21, 2015

Paku dan Lubang yang Ditinggalkan di Dinding (1)

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 29:22
===================
"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya."

Memaku dinding itu tidak sulit. Tapi untuk memastikan titik yang pas untuk dibolongi bisa jadi tricky, apalagi kalau memang tidak biasa bertukang. Kalau tidak memperhatikan letaknya, bisa-bisa paku bengkok karena ketepatan berbentur dengan beton. Atau kalau pas pada posisi semen yang rapuh, paku bisa longgar saat ditanamkan ke dinding. Kalau harus menggantung pigura foto dengan dua titik, sedikit saja tidak pas niscaya foto akan miring. Saat paku sudah terlanjur membolongi dinding tetapi tidak pas maka kita harus mencabut paku dan memakukan lagi di posisi baru. satu hal yang sudah pasti terjadi, meski lubang itu nantinya tertutupi oleh pigura setelah digantung, tapi lubang yang terlanjur ada akan membuat bekas di tembok. Kita bisa menutupnya dengan kapur tembok, dicat kembali hingga tak berbekas, tapi sebenarnya lubang itu tetap ada. Sekecil apapun paku akan tetap meninggalkan bekas di dinding.

Ini saya rasa cocok untuk menggambarkan bagaimana dampak emosi kita yang bisa meninggalkan bekas atau lubang di hati orang lain. Sadarkah kita kalau sebuah kemarahan yang mungkin hanya sesaat bisa meninggalkan lubang di hati orang yang terkena, yang bisa tidak tertutup hingga waktu yang lama? Ketika diliputi kemarahan kita tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang bisa menghujam hati orang lain seperti ditancap paku. Mungkin itu cuma akibat emosi sesaat yang segera kita lupakan.Tetapi seperti bekas paku di dinding, dampaknya bisa meninggalkan bekas yang makan waktu lama untuk sembuh.

Seringkali luka-luka seperti ini sangat sulit untuk dibereskan dan kerap menjadi penghalang bagi mereka untuk maju. Disebabkan oleh sesuatu yang membuat mereka sakit hati di masa lalu, banyak orang lalu mendapatkan banyak masalah dalam pertumbuhan dan kemajuan mereka. Tidak percaya diri, sulit mempercayai orang lain, menutup atau memproteksi diri secara berlebihan itu masih dampak ringan, karena ada pula yang langsung gemetar ketika berhadapan dengan orang yang belum ia kenal, mengalami trauma-trauma membekas yang menghalangi mereka untuk bertumbuh, bahkan ada yang mengalami 'kematian' karakter sebelum perjalanan hidup mereka selesai. Kita mungkin hanya kelepasan karena emosi sehingga melempar kata-kata kasar secara spontan, tetapi seperti halnya paku yang menancap di dinding, kita meninggalkan bekas yang bisa jadi cukup dalam di hati orang lain dan melukai mereka untuk waktu yang lama atau jangan-jangan untuk seumur hidup mereka. Kehancuran yang ditimbulkan bisa jadi terlalu parah sehingga sulit disembuhkan.

Kemarahan bisa membawa begitu banyak dampak negatif baik bagi diri sendiri maupun terhadap orang yang terkena. Kita seharusnya tidak boleh membiarkan kemarahan untuk menjadi raja atau penguasa atas sikap kita. Alkitab berulang kali mengingatkan kita untuk bisa mengontrol emosi. Firman Tuhan berkata: "Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggarannya." (Amsal 29:22). Seorang yang gampang marah, menurut Firman Tuhan, akan membuat banyak pelanggaran. Apakah itu lewat kata-kata, membanting sesuatu, melempar atau kekerasan secara fisik dan lain-lain, semua itu kelak akan kita sesali, dimana sebagian besar diantaranya kerap sudah sangat sulit untuk bisa diperbaiki. Berapa banyak orang tua yang kalap kemudian tanpa sadar membunuh anaknya? Atau sebaliknya anak yang gelap mata membunuh orang tuanya karena tidak cepat meredam kemarahan? Atau antara suami dan istri, antar teman, majikan dan pekerja dan lain-lain? Kalaupun tidak sampai menimbulkan korban nyawa, berbagai akibat yang timbul dari emosi yang tidak terkendali itu pun sudah meninggalkan bekas yang susah untuk dihapus.

Sejalan dengan ayat bacaan hari ini, Daud mengatakan: "Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." (Mazmur 37:8). Ada kalanya memang kita bisa merasa kesal dan kemudian marah. Sebagai manusia yang memiliki perasaan memang kita tidak bisa menghindar dari kekesalan atau kemarahan akibat banyak hal atau ditimbulkan baik oleh keadaan maupun perilaku orang lain yang menyinggung kita. Apa yang bisa kita lakukan adalah sesegera mungkin meredamnya. Emosi seringkali berawal ringan namun bertambah parah jika kita diamkan. Dan apabila sudah parah, emosi itu akan menjadi sulit untuk kita redam. Disanalah akhirnya berbagai kejahatan mengintai dan siap menerkam kita. Berbagai tindakan bodoh pun bisa muncul tanpa terkendali karena kita sudah gelap mata dikuasai oleh emosi. Oleh karena itu kita harus bisa cepat meredam kemarahan kita sebelum terlambat, sebelum kita melakukan atau mengatakan hal-hal yang bisa melukai orang lain bahkan menimbulkan banyak masalah bagi diri kita sendiri.

(bersambung)

Wednesday, May 20, 2015

Tuhan Tidak Akan Pernah Lupa

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Korintus 15:58
========================
"Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia."

Ada seorang artis yang giat menyampaikan pentingnya mengingat para penulis lagu kepada setiap jurnalis yang ia temukan dalam banyak kesempatan. Apakah dalam konferensi pers, wawancara langsung maupun dalam perbincangan santai, ia terus mengingatkan agar para jurnalis tersebut tidak lupa mencantumkan siapa penulis lagu. Menurutnya, para penulis lagu seringkali dilupakan karena mereka berada di belakang layar. Artis yang menyanyikannya bisa menjadi populer, lagunya juga demikian, tetapi penulisnya terlupakan. Agar masyarakat jangan sampai semakin tidak peduli, ia pun meminta para kuli tinta agar ingat menuliskan nama pengarang lagu dalam peliputan. Apakah himbauannya ini didengar? Dari apa yang saya lihat ternyata tidak. Setidaknya belum banyak yang mengerti dan peduli. Dan begitulah sifat manusia. Hari ini diingat, besok dilupakan. We're here today and gone tomorrow, sadly most of us are forgotten than being remembered. Ada seorang artis lainnya yang sudah melewati masa jayanya merasa bahwa segala jerih payahnya dahulu sepertinya sia-sia saja. Generasi muda tidak lagi mengingatnya, bahkan untuk bisa mendapat spot di panggung-panggung yang ada saja sulitnya minta ampun. Satu hal yang masih ia pegang untuk tetap berkarya di usia senja adalah bahwa ia percaya Tuhan akan mengingat semuanya. "saya boleh dilupakan orang, tapi saya percaya Tuhan tidak akan pernah lupa."

Seandainya semua orang bisa memiliki mind set seperti ini maka jumlah orang yang mengalami kepahitan dan berhenti menjalankan panggilan niscaya menurun drastis. Kenyataannya ada banyak orang yang terlalu cepat putus asa apabila tidak segera mendapatkan sesuatu sesuai dengan jerih payahnya. Dalam melayani Tuhan hal ini masih sering dijumpai. Tidak hanya suka,tapi duka pun bisa menjadi bagian hidup dari pelayanan seperti halnya sisi-sisi lain kehidupan. Kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatunya selalu lancar berjalan sesuai harapan kita. Ada kalanya kita merasa kecewa, merasa tidak dihargai, merasa usaha keras, tenaga dan waktu yang kita berikan seolah berujung sia-sia. Ada masa-masa senang, ada masa-masa sukar. Ada masa bahagia, ada masa sedih. Ada masa puas, ada masa kecewa. Seperti itulah hidup. Kecewa bisa jadi wajar, tetapi penting untuk diingat agar jangan sampai kita goyah, patah semangat dan menyerah karena kekecewaan ini. Mengapa? Karena kita harus ingat, bahwa di hadapan Tuhan jerih payah yang kita lakukan dengan tulus dalam nama Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Kalau begitu, kemana kita mengarahkan usaha kita menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan seperti apa hidup kita.

Paulus mengingatkan hal ini. Kepada jemaat di Korintus ia menyampaikan agar para jemaat terus bertekun dan jangan lelah atas jerih payah mereka. "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Penulis Ibrani pun sama. Ia berkata: "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang." (Ibrani 6:10).

Tuhan itu Maha Adil. Dia tidak akan pernah lupa akan pekerjaan dan kasih yang kita tunjukkan pada sesama dimana nama Tuhan dimuliakan. Segala sesuatu, yang kecil sekalipun yang kita perbuat atas kasih kepada sesama kita besar artinya di mata Tuhan. Tuhan Yesus pun mengucapkan demikian: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Matius 25:40). Lihatlah betapa besar penghargaan Yesus akan apa yang kita lakukan untuk orang lain, yang paling hina sekalipun. Kata "segala sesuatu" mengacu pada segala perbuatan kita tanpa memandang besar kecilnya usaha itu. Mungkin saking kecilnya orang tidak melihat, tidak ada yang memperhatikan, tidak ada satupun yang peduli, tetapi itu berarti dan bernilai sangat besar bagi Tuhan. Dengan sendirinya kalau Tuhan berkenan, tidak ada satupun hal yang akan sia-sia, sekalipun di dunia itu tidak dianggap sama sekali.

Dalam Yesaya kita bisa menemukan seruan Tuhan akan hal ini. "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau." (Yesaya 49:15). Seorang ibu yang sehat rohani tentu tidak akan pernah melupakan bayi yang 9 bulan ia kandung dan lahirkan dengan bertarung nyawa. Tapi meski ada ibu yang tega melupakan anaknya, Tuhan tidak akan sekalipun melupakan kita. Itu disebutkan Tuhan langsung, hendaknya itu bisa mengingatkan kita agar tidak patah arang dalam melakukan atau menjalankan panggilan kita masing-masing dimanapun kita ditempatkan.

Karenanya, jangan berhenti menjalankan panggilan betapapun sulitnya. Bisa jadi dalam menjalankannya anda bukan saja tidak dianggap tapi juga ditertawakan atau diolok-olok. Bisa jadi usaha keras kita yang sungguh-sungguh tidak diapresiasi oleh orang, dipandang sebelah mata atau dipersalahkan. So be it. Kalau kita melakukannya untuk Tuhan, pandangan kita dengan sendirinya akan mengarah kepadaNya dan bukan kepada orang lain. Manusia bisa mengecewakan, tapi Tuhan tidak akan pernah mengecewakan. Apapun yang kita kerjakan dengan tujuan untuk memuliakan Tuhan tidak akan pernah berakhir sia-sia. Karenanya jangan pernah lelah bekerja di ladangnya Tuhan. Jangan pernah kecewa, menyesal, goyah atau bahkan menyerah. Tetaplah semangat! Ada Roh Tuhan yang bekerja di dalam diri kita, dan kita harus menjaga agar roh kita tetap menyala-nyala dalam melayani "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Mengapa? Karena usaha dan semangat kita yang sungguh-sungguh akan selalu diperhatikan dan diperhitungkan Tuhan. Manusia boleh lupa, dunia boleh meremehkan, namun selalu ada upah yang Dia sediakan untuk setiap jerih payah yang kita lakukan demi kemuliaanNya. So keep the faith and keep working at your best.

Meski dunia melupakan, Tuhan tidak akan pernah lupa

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, May 19, 2015

Iman dan Kesabaran

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat Bacaan: Ibrani 6:12
==================
"agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah."

Seorang teman baru saja mengeluhkan rumah yang ia beli. Rumahnya belum genap berusia setahun sejak dibeli, cicilan masih panjang, tetapi rumahnya sudah retak-retak dan anjlok, diduga karena pondasinya tidak cukup kokoh dan bahan-bahan bangunan yang dipergunakan berkualitas buruk. Ia menyesal terburu-buru membeli rumah tanpa memeriksa terlebih dahulu kondisinya dengan baik. Sebelumnya ada juga teman yang membeli rumah second tanpa memeriksa kelengkapan rekening dari pemilik lama. Setelah ia beli, ternyata pemilik lama tidak membayar listrik selama tiga bulan dan ia yang harus terkena dampaknya. Belum lagi beberapa orang menerornya karena pemilik lama punya hutang dan kartu kredit yang belum dilunasi. Teman yang satu ini pun harus repot karena terburu-buru.

Seringkali apa yang menghambat kita bukan hal-hal lainnya tetapi justru kesabaran. Kita cenderung kurang sabar dalam melakukan atau menghadapi sesuatu, dan akibatnya kerugian pun datang, atau malah mungkin juga kita malah menambah masalah lain. Meminjam kalimat dari lirik lagu karangan Guns n Roses, mereka mengatakan "All we need is just a little patience." Dan itulah yang memang sering menjadi letak permasalahannya. Kesabaran menjadi sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit untuk diterapkan. Hampir di setiap lini kehidupan kita bertemu dengan situasi-situasi dimana kesabaran kita harus diuji. Dan seringkali apa yang menentukan berhasil tidaknya kita melewati ujian-ujian itu adalah faktor kesabaran kita.

Dalam hal kerohanian kesabaran pun menjadi hal yang sangat penting. Ada banyak orang yang sudah berjalan dengan iman. Mereka sudah menerapkan hidup kudus dan mau menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Tetapi ada kalanya kita menjadi sulit bersabar saat apa yang kita harapkan seolah tidak kunjung datang atau ketika ketika kita memakai ukuran waktu kita sendiri. Pertanyaannya adalah,ketika anda sudah mencoba berjalan dengan iman tetapi tangan Tuhan terasa tidak kunjung turun untuk melepaskan anda dari berbagai masalah, apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan terus berjalan dengan pengharapan penuh, atau anda akan tergoda untuk menyerah dan putus asa, atau segera mencari alternatif-alternatif lain meski itu sudah jauh bertentangan dengan ketetapan Allah? Sejauh mana tingkat kesabaran anda dalam menanti datangnya jawaban dariNya?

Firman Tuhan yang saya angkat sebagai ayat bacaan hari ini menggambarkan dengan jelas ada kaitan erat antara iman dan kesabaran yang sama pentingnya dalam urusan menerima sesuatu dari Tuhan. Entah itu berkat, pertolongan, pemulihan dan sebagainya, kedua hal ini merupakan poin yang sangat penting. Ketika banyak dari kita yang menuduh Tuhan berlaku tidak adil atau berlama-lama dalam menjawab doa kita, ketika kita mengira bahwa kita kurang penting di banding orang lain untuk didengar Tuhan, apa yang dikatakan Penulis Ibrani menjadi hal yang penting untuk dicamkan. Iman dan kesabaran akan sangat menentukan berhasil tidaknya kita memperoleh jawaban dari Tuhan dan segala yang baik yang mengikutinya.

Penulis kitab Ibrani berkata: "Sebab Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap nama-Nya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang. Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (Ibrani 6:10-12). Perhatikanlah bahwa disana dikatakan bahwa Tuhan itu bukannya tidak adil atau mengabaikan segala pekerjaan dan kasih sungguh-sungguh yang sudah kita lakukan, akan tetapi kita harus sadar bahwa ukuran waktu kita memang berbeda dengan waktunya Tuhan. Kita menganggap kita lebih tahu yang terbaik buat kita, tetapi sadarkah kita bahwa Tuhan yang menciptakan kita tentu jauh lebih tahu apa yang terbaik buat kita? Jika kita sudah memastikan bahwa kita hidup seturut dengan kehendakNya dan sudah berjalan dengan iman, tetapi kita merasa bahwa Tuhan rasanya terlalu lambat untuk turun tangan, sikap bersabar akan menjadi sangat penting untuk kita terapkan sepenuhnya.

Dan itulah yang dikatakan pula oleh Penulis Ibrani. Mari kita lihat sekali lagi bagian berikut: "agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." (ay 12). Iman dan kesabaran, keduanya harus berjalan beriringan dan harus ada dalam diri kita. Satu tidak ada, maka kita akan gagal menerima apa-apa. Dalam Bahasa Inggrisnya dikatakan lebih rinci: "through faith (by their leaning of the entire personality on God in Christ in absolute trust and confidence in His power, wisdom, and goodness) and by practice of patient endurance and waiting." Iman yang berakar pada pribadi Tuhan dalam Kristus dengan kepercayaan dan keyakinan penuh kepada kekuatanNya, kebijaksanaan dan kebaikanNya, lalu disertai pula dengan kesabaran dan ketahanan dalam menanti, yang bukan hanya sebatas kata-kata tetapi juga dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Sikap seperti inilah yang sebenarnya mampu menjamin kita untuk tidak buru-buru merasa putus asa dan kehilangan harapan. Kesabaran mampu memperkuat dan menopang iman kita hingga saatnya tiba untuk memperoleh apa yang diharapkan dari Tuhan.

Setelah kita merenungkan janji-janji Tuhan dan memiliki itu tertanam dalam roh dan jiwa kita lewat iman, selanjutnya kesabaranlah yang akan mendorong kita untuk terus bertahan dalam proses pendewasaan rohani yang berkesinambungan. Percayalah pada suatu saat nanti kesabaran akan mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan bahwa firman Tuhan tidak pernah gagal. Kesabaran membuat kita tidak akan pernah melangkah mundur karena ketakutan, tetapi sebaliknya akan memampukan kita untuk terus maju dalam iman sampai kita memperoleh jawaban dari Tuhan.

Lewat Yakobus kita menemukan ayat yang secara inspiratif mengingatkan hal yang sama. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." (Yakobus 5:7). Ada begitu banyak tokoh dalam Alkitab yang sudah membuktikan bahwa kesabaran mereka akan berbuah manis pada akhirnya, sebaliknya ada banyak pula tokoh yang akhirnya gagal karena ketidaksabaran mereka, meski mereka sudah memulai segala sesuatu dengan baik. Sebaliknya kesabaran akan menghasilkan buah-buah yang manis.

Sangat baik jika kita sudah berjalan dengan firman Tuhan, menerapkan hidup selaras dengan kehendakNya dan mempercayai Tuhan sepenuhnya dalam urusan pemenuhan kebutuhan. Akan tetapi ketika hasil dari itu sepertinya lambat tiba, tetaplah bersabar dan gantungkan pengharapan sepenuhnya.Teruslah pegang firman Tuhan dengan kesabaran dan iman. Maka pada suatu ketika nanti, anda akan menerima penggenapan janji Tuhan sebagai sesuatu yang pasti.

Kesabaran dan iman sangat menentukan dalam menerima apa yang dijanjikan Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, May 18, 2015

Jangan Lupa Mengucap Syukur

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Lukas 17:17-18
=======================
"Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"

Tidak ada orang yang mau mengalami kesulitan dalam hidup, tapi ada saja waktu dimana kita harus mengalaminya, entah karena kesalahan kita sendiri atau memang merupakan bagian dari sebuah proses pendewasaan diri atau iman. Sebagai orang percaya, kita tahu pentingnya berdoa meminta Tuhan mengangkat kita keluar dari jerat masalah. Ketika Tuhan mengulurkan tanganNya dan membebaskan kita, seharusnya kita pun mengingat kebaikan Tuhan yang telah melepaskan kita. Itu idealnya. Tapi ironisnya tidak banyak orang yang ingat untuk mengucap syukur atas kebaikanNya. Mungkin sekedar ucapan terima kasih dalam satu atau dua doa, tapi kemudian langsung sibuk menikmati kebebasan dan lupa untuk bersyukur. Lalu pada saat keadaan baik-baik saja atau ketika sedang mengalami banyak berkat dalam hidup, apakah kita tetap ingat untuk mengucap syukur? Banyak orang yang terlena menikmati segala kebaikan dengan bersenang-senang dan lupa kepada The Provider, Tuhan yang telah memberikan dan menyediakan itu semua. Lalu bagaimana dengan saat-saat sulit? Apakah kita masih melapangkan hati untuk tetap bersyukur atau kita malah menghujat Tuhan, hanya mau yang baik tapi menolak yang kurang atau tidak baik? Intinya, sejauh mana kita ingat untuk bersyukur? Apakah kita ingat untuk bersyukur dalam setiap doa kita dengan tulus, dalam kondisi apapun?

Idealnya, bukan hanya dalam keadaan baik, tapi dalam keadaan buruk pun kita terus mengucap syukur pada Tuhan. Itu disampaikan Paulus kepada jemaat Tesalonika "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Ini hal yang penting yang seharusnya kita lakukan, sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dalam Kristus untuk senantiasa kita ingat dan lakukan dalam hidup kita. Namun banyak orang yang hanya ingat untuk bersyukur untuk sementara waktu saja, lalai, lupa atau malah tidak pernah sama sekali.

Terlena dalam kenyamanan hidup, itu menjadi kebiasaan buruk banyak orang. Bukan hanya sekarang, tapi sudah sejak lama. Salah satu kisah mengenai ini langsung dialami oleh Yesus sendiri ketika Dia bertemu dengan sepuluh orang kusta yang tercatat pada Lukas 17:11-19. Pada masa itu para menderita penyakit kusta tidak mendapat tempat di masyarakat Mereka dikucilkan, disisihkan, dipinggirkan. Tidak ada yang mau dekat dengan mereka. Takut ketularan, jijik, itu tergambar jelas dari cara masyarakat memandang para penderita kusta ini.

Pada suatu kali kesempatan emas pun datang tepat di hadapan mereka. Mereka melihat Yesus berjalan agak jauh di depan mereka. (ay 12). Wow! Itu sebuah kesempatan untuk sembuh! Mereka tahu itu, dan segera memanggil-manggil Yesus. "Yesus, Guru, kasihanilah kami!"(ay 13). Yesus tanpa berlama-lama segera menyembuhkan/mentahirkan mereka semua. Itu sebuah pemulihan luar biasa yang berlangsung instan. Tapi kemudian, lihatlah berapa orang yang kembali menghadap Yesus. "Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria." (ay 15-16). Berapa jumlahnya? Dari 10 orang, yang tahu bersyukur hanya satu orang. Dan itu malah dilakukan oleh orang Samaria. Kemana 9 orang lagi? Seperti kecenderungan banyak orang, mungkin sedang berlari-lari kegirangan menikmati kesembuhan mereka dan lupa untuk mengucap syukur pada Tuhan yang telah menjamah mereka. "Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" (ay 17-18). Itu sangat memalukan. Itu tertulis jelas dalam Alkitab sebagai peringatan, sayangnya hingga hari ini masih saja banyak orang yang lupa melakukannya.

Tokoh-tokoh dalam Alkitab pun punya pergumulannya sendiri sendiri. Namun mereka tahu bahwa kasih setia Allah sanggup melepaskan mereka dari belenggu masalah sebesar apapun sesuai waktunya Tuhan. Daud pun sering mengalami kesulitan. Salah satunya tertulis seperti ini: "Seperti tikaman maut ke dalam tulangku lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: "Di mana Allahmu?" (Mazmur 42:11). Lalu bagaimana reaksi Daud? Luar biasa. Ayat selanjutnya berkata: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!" (ay 12). Inilah bentuk sikap yang dikehendaki Allah.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersyukur hari ini atas semua kebaikan Tuhan dalam hidup kita? Sudahkah anda memujiNya atas penyertaanNya sepanjang hari ini? Kalaupun situasi masih belum sepenuhnya baik dan kita masih bergumul dengan sesuatu, apakah kita masih bisa memuji Tuhan dan bersyukur kepadaNya atas penyertaan dan penjagaanNya selama masa-masa sulit itu berlangsung? Teladanilah orang Samaria yang disembuhkan dalam kisah yang saya angkat hari ini sebagai bahan perenungan. Datanglah kepada Yesus dan mengucap syukurlah sekarang juga. Bahkan dalam keadaan sulit sekalipun itu harus tetap bisa kita lakukan, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan di dalam Kristus. Belajarlah untuk terbiasa untuk mengucap syukur dalam keadaan apapun. Tuhan berfirman, meskipun kita terjatuh, kita tidak akan sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangan kita. (Mazmur 37:24).  Ingatlah bahwa seperti halnya kepada 10 orang kusta, Dia pun sanggup memulihkan kita. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar" (Yesaya 59:1) Itu janji Tuhan. Inilah yang menjadi janji Tuhan ketika kita tetap tahu untuk bersyukur dan berterimakasih meski dalam keadaan sulit sekalipun. Jadi tidak perlu merasa tertekan, dan teruslah belajar untuk rajin mengucap syukur kepada Tuhan. Bagi yang sedang dalam keadaan baik, mengucap syukurlah senantiasa dan muliakan Tuhan dengan segala yang anda lakukan.

"Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, May 17, 2015

Menguji Kemurnian Iman

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Petrus 1:7
===============
"Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya."

Kemarin kita sudah melihat bagaimana proses pemurnian perak yang diambil Daud sebagai contoh dari kemurnian sempurna janji Tuhan. Hari ini mari kita bicara mengenai pemurnian logam mulia lainnya, yaitu emas. Kebanyakan orang mengenal emas sebagai benda yang diukir indah sebagai perhiasan. Bentuknya padat dan keras. Padahal emas yang murni sebenarnya lembut dan lentur, kuning berkilat sehingga mudah ditempa. Cara pemurnian emas ditempuh lewat proses pembakaran bersuhu tinggi. Emas dibakar dengan suhu yang sangat tinggi sampai cair. Setelah mencair, kotoran-kotoran yang melekat pada emas seperti karat, debu dan/atau logam-logam lain bisa dipisahkan dan disingkirkan dengan mudah. Lalu suhu dinaikkan lagi dan kotoran yang masih tertinggal akan naik ke permukaan sehingga bisa dibuang. Proses ini terus dilakukan berulang-ulang sampai pada akhirnya diperoleh emas yang benar-benar murni, bebas dari segala kotoran dan unsur logam lainnya yang tadinya melekat disana. Seorang yang berpengalaman sebagai pemurni emas bisa melihat mana emas murni dan tidak lewat proses pembakaran. Emas murni bernilai tinggi dan tidak mudah didapat dipasaran. Tapi untuk bisa menjadi murni, emas harus melewati proses pembakaran bersuhu tinggi berulang-ulang. Saya membayangkan seandainya emas itu hidup dan bisa bicara, tentu emas akan berteriak-teriak kesakitan penuh penderitaan karena harus tersiksa dalam proses pemurniannya. Tapi pada akhirnya kita bisa melihat perbedaan kualitas yang nyata di antara yang murni dan yang tidak.

Ada banyak orang yang berpikir bahwa ketika bertobat, seketika itu pula hidup menjadi jauh lebih mudah, tanpa masalah sama sekali. Padahal dari apa yang saya alami dan banyak orang lainnya yang pernah berbagi pengalaman, yang terjadi tidaklah seperti itu. Yang terjadi justru tempaan berat yang makan waktu bisa jadi lama, bahkan mungkin menghempaskan kita terlebih dahulu pada titik terendah. Sakit, perih, menderita. Saya mengalami persis seperti itu selama tidak kurang 5 tahun. Waktu mengalaminya sama sekali jauh dari enak. Tapi pada akhirnya, saya bisa merasakan perbedaan jauh dari proses pemurnian itu. Apa yang saya pikir bisa saya andalkan sebelum bertobat seperti uang, koneksi kepada orang-orang tertentu, kehebatan diri sendiri yang mengarah kepada kesombongan dan lain-lain dibakar habis hingga tuntas. Segala perilaku buruk/jahat yang dahulu biasa saya lakukan pun dikikis sampai bersih. Anda bisa bayangkan jika hal-hal buruk itu seperti melekat pada diri anda seperti halnya kotoran yang melekat pada emas, tentu proses pembakaran atau pengikisan itu bisa terasa sangat menyakitkan. Tetapi sekarang saya bersyukur bahwa saya pernah diberi kesempatan untuk melewati proses itu. Saya tidak bisa membayangkan apabila tidak melalui itu. Entah seperti apa jadinya saya hari ini. Saya masih jauh dari sempurna, tetapi dasar pijakan yang baik untuk bertumbuh saya peroleh justru dari saat-saat berat itu. I finally found the light, I no longer live in darkness. Instead, I can move forward towards a better future, tepat seperti yang dijanjikan Tuhan. Tugas saya adalah terus lebih dalam lagi bersama Tuhan, mengenal, merenungkan dan melakukan FirmanNya, menjaga agar saya tidak terjatuh kepada hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan dalam sisa perjalanan yang masih harus saya lalui. Tanpa proses itu niscaya hidup saya masih berada dalam kegelapan seperti dahulu dan terus mengarah ke dalam jurang kematian yang kekal.

Ketika Tuhan mengijinkan kita masuk dalam proses lewat serangkaian ujian yang mungkin sangat menyakitkan, itu bukan ditujukan untuk menyiksa kita melainkan bertujuan untuk memurnikan iman kita. Seperti halnya emas diproses hingga menjadi emas murni, iman kita pun terkadang harus terlebih dahulu melalui proses pemurnian yang bisa jadi sakitnya bagai dibakar api dalam suhu tinggi. Disamping itu, seperti halnya pengujian kemurnian emas, iman kita pun akan kelihatan kemurniannya lewat reaksi kita ketika menghadapi permasalahan dan pergumulan hidup. Itu bisa dijadikan sebuah tolok ukur sampai dimana tingkat keimanan kita saat ini. Sebab, bagaimana mungkin kita mengaku beriman jika menghadapi masalah kecil saja sudah bersungut-sungut, atau merasa ragu, bimbang, kuatir, cemas atau cepat mengibarkan bendera putih alias menyerah? Bagaimana bisa kita mengaku percaya kalau kita masih hidup penuh ketakutan dan keputus-asaan? Orang yang beriman teguh akan selalu tegar, karena mereka percaya penuh pada rancangan Tuhan beserta penyertaanNya dalam setiap aspek kehidupannya.

Sebagai contoh, mari kita lihat kehidupan orang Kristen mula-mula pada jaman Petrus. Kalau hari ini menjadi pengikut Kristus itu tidak mudah, dahulu bisa jadi jauh lebih parah. Ada banyak tekanan dan ancaman yang sewaktu-waktu bisa menghilangkan nyawa mereka. Sehubungan dengan hal itu, Petrus merasa perlu untuk mengingatkan akan manfaat yang bisa mereka peroleh dari tekanan atau peneritaan yang mereka sama-sama alami, supaya orang-orang percaya dapat menangkap esensinya.

Petrus memulainya dengan ayat yang mengingatkan esensi hidup dalam Kristus. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu." (1 Petrus 1:3-4). Sebuah hidup yang penuh dengan pengharapan dimana kita bisa menerima keselamatan kekal, itu disediakan lewat Yesus Kristus. Petrus mengingatkan agar jemaat tetap kuat, tidak kehilangan sukacita ketika menghadapi bermacam-macam pencobaan. "Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan." (ay 6). Apa maksudnya? Petrus berkata: "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." (ay 7). Perhatikanlah bagaimana Petrus membandingkan proses pemurnian iman dengan proses pemurnian emas. Seperti yang saya sampaikan pada ilustrasi di awal renungan, emas harus dibakar berkali-kali hingga akhirnya menjadi emas murni yang berharga. Jika emas bisa bernilai tinggi setelah dimurnikan, bayangkan betapa tinggi nilainya jika iman kita yang dimurnikan. Iman jelas jauh lebih berharga dari emas, karena emas adalah benda fana, yang tidak kekal sementara iman kita akan membawa kita kedalam keselamatan jiwa yang kekal sifatnya. (ay 9). Ayub yang pernah mengalami serangkaian penderitaan yang mengerikan pada akhirnya menyadari bahwa apa yang ia alami adalah sebuah proses pengujian. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).

Kembali kepada pesan Petrus, pesan itu menguatkan jemaat yang hidup di masa berat waktu itu agar tidak goyah ketika menghadapi penderitaan sangat. Pesan tersebut masih sangat relevan buat kita hari ini. Apa yang kita alami hari-hari ini pun tidak mudah. Ada banyak ancaman, intimidasi, tekanan dan ketidak adilan bahkan tindak kekerasan yang kerap kita hadapi sebagai pengikut Kristus. Kalau itu saja sudah berat, bagaimana dengan berbagai bentuk godaan dari berbagai arah yang setiap saat bisa meluluh-lantakkan iman kita? Kalau dipikir-pikir, setiap hari sesungguhnya kita berhadapan dengan berbagai ujian yang sangat tepat untuk dijadikan tolok ukur kemurnian iman kita. Bagaimana sikap dan reaksi kita menghadapi permasalahan akan menjadi ukuran sampai dimana iman kita akan Tuhan saat ini.

Pencobaan yang sedang kita alami bisa sangat menyakitkan bahkan membuat kita menderita. Tapi percayalah, itu sanggup membangkitkan pengharapan dan ketekunan kita serta melatih iman kita agar lebih kuat. Proses "pembakaran" iman kita akan mampu melepaskan segala kotoran yang melekat pada iman kita, sehingga akhirnya kita bisa memiliki sebentuk iman yang murni, seperti emas murni. Semua itu bertujuan untuk kebaikan kita. Kita dipersiapkan agar layak menerima segala janji Tuhan yang sudah disediakanNya bagi kita semua. Tentu kita perlu memeriksa terlebih dahulu apakah kita memang tengah menghadapi pencobaan atau mengalami masalah karena kesalahan kita sendiri melanggar ketetapan Tuhan. Tapi jika anda sudah serius untuk hidup benar tapi masih berada dalam banyak pergumulan, bertahanlah, bahkan bersyukurlah, sebab itu bertujuan untuk memurnikan. Pada saatnya nanti, anda akan sangat berterimakasih dengan penuh sukacita kepada Tuhan karena sudah diijinkan menempuh proses pemurnian yang tidak saja berguna bagi hidup saat ini tapi juga bagi kehidupan kekal di depan sana.

Iman teruji mampu menghasilkan iman semurni emas

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, May 16, 2015

Kemurnian Janji Tuhan yang Sempurna

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 12:7
===================
"Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."

Kalau anda memperhatikan kemasan minyak goreng, anda akan menemukan beberapa yang dilabeli dua kali penyaringan. Tahukah anda apa gunanya disaring dua kali, dan apa perbedaannya? Apabila minyak hanya melewati satu kali proses maka jika disimpan dalam waktu lama minyak akan berkabut sehingga terlihat tidak jernih dan menarik warna keemasannya. Selain itu proses dua kali penyaringan lebih menyehatkan karena jumlah asam jenuh akan tersaring lebih banyak sehingga menghasilkan jumlah kolestrol yang lebih baik. Di sisi lain, minyak yang melewati proses dua kali penyaringan akan mengalami penurunan dari tingkat gurihnya. Jadi mau yang lebih gurih atau yang sehat, itu bisa dijadikan pertimbangan dalam memilih.

Semakin banyak penyaringan akan menghasilkan sesuatu yang lebih murni. Kita suka kepada hal-hal yang murni, tidak tercampur atau terkontaminasi dengan unsur lain. Susu murni merupakan salah satunya yang banyak dikonsumsi orang untuk alasan kesehatan.  Bagaimana dengan janji Tuhan? Sangatlah menarik ketika melihat Daud pada suatu kali mengibaratkan janji Tuhan lewat contoh kemurnian perak.

Daud berkata: "Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah." (Mazmur 12:7). Agar lebih jelas, ada baiknya kita mengetahui seperti apa bentuk pemurnian perak. Perak dilebur dalam dapur atau biasa disebut dengan furnace pada temperatur sangat tinggi hingga mencapai 1200°C. Itu dilakukan untuk tujuan sampling/pengujian sebelum melalui proses elektrolisis agar mineral-mineral lain bisa dipisahkan dari perak. Janji Tuhan, kata Daud, merupakan janji yang semurni perak teruji lewat tujuh kali pemurnian dalam peleburan tanah (earthen furnace). Tujuh kali merupakan tingkat kemurnian yang sangat sempurna.

Apa yang dikatakan Daud adalah bahwa janji Tuhan adalah sangat murni? Sebuah kemurnian janji seperti itu berarti bahwa Tuhan tidak akan ingkar pada janjiNya. Apapun yang sudah Dia janjikan akan selalu ditepati dan digenapi, tidak akan tercampur dengan berbagai penilaian subjektif atau pribadi atau like and dislike. Selain itu juga teruji, yang artinya telah terbukti dari begitu banyak contoh baik dalam Alkitab maupun kehidupan banyak orang pada setiap jaman sampai saat ini. Dengan membandingkan dengan tingkat kemurnian perak yang teruji lewat tujuh kali pemurnian, kita pun tahu bahwa janji Tuhan itu mengandung nilai yang sangat tinggi baik dalam kehidupan kita di dunia maupun setelahnya nanti.

Yang tidak kalah menarik untuk dicermati adalah fakta bahwa ayat ini hadir disaat Daud tengah menghadapi pergumulan berat. Ia tengah dikejar-kejar dan hendak dibunuh. Daripada ketakutan dan panik, Daud memilih untuk menggantungkan keselamatan hidupnya ke dalam tangan Tuhan dan menunjukkan tingkat keyakinan tinggi bahwa janji Tuhan akan pertolongan bukanlah sesuatu yang patut diragukan. Janji Tuhan bukan hanya mungkin tetapi sesuatu yang pasti, ya dan amin. Itu terbukti bagi Daud. Ia dijaga dan dipelihara oleh Tuhan. Kalau bagi Daud itu sudah jadi kenyataan, hal yang sama pun akan terjadi dengan kita yang sama-sama mengimani tingkat kemurnian sempurna dari janji Tuhan.

Janji Tuhan itu sempurna murninya. Tidak ada yang diisi kebohongan, tidak ada yang asal-asalan, sambil lalu atau hanya sebatas mungkin dan mudah-mudahan saja. Semua mengandung kebenaran yang mutlak. Saya memiliki banyak kesaksian akan hal ini, anda pun mungkin sudah memiliki kesaksian tersendiri. Daud membuktikan langsung kemurnian janji Tuhan sehingga ia bisa berkata dengan tegas bahwa  "Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:2).

 Janji Tuhan itu sangat terbukti, teruji dan sangat murni. Berbagai hal yang mungkin sulit kita terima secara logika sudah dijanjikan Tuhan. Bagi kita mungkin sulit dibayangkan, tetapi tidak ada yang mustahil bagiNya dan janji itu akan selalu Dia penuhi selama kita melakukan bagian kita dengan benar, yaitu melakukan segala ketetapanNya dan menghidupi FirmanNya. Semua itu nyata dan menggambarkan bagaimana Tuhan masih terus bekerja secara luar biasa jauh mengatasi kemustahilan dalam hidup kita semua hingga hari ini. Jadi apabila anda tengah menghadapi keragu-raguan akan pertolongan Tuhan, saat anda berhadapan dengan berbagai bentuk kesulitan dalam hidup, ingatlah bahwa janji Tuhan yang murni ini sama berlakunya bagi anda seperti halnya kepada Daud. Kalau kepada Daud sudah terbukti, kenapa tidak kepada anda?

Janji Tuhan murni dan teruji

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, May 15, 2015

Memberontak Melawan Tuhan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 29:1
====================
"Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi."

Ada sebuah keluarga yang tinggal di belakang rumah saya punya anak yang mulai menginjak masa puber. Berbeda dengan kakaknya, ia mulai menunjukkan sikap melawan setiap kali dinasihati orang tuanya. Sikap tengkarnya semakin lama semakin memburuk terutama karena, menurut ibunya, ia berteman dengan orang-orang yang punya sikap buruk juga. Belum lama ini ia memberontak untuk pergi keluar bersama teman-temannya untuk menonton konser di sebuah pasar yang letaknya sangat jauh dari rumah. Sudah diingatkan, tapi ia terus saja menegangkan urat lehernya melawan apapun nasihat dari orang tua. Ia tetap pergi dan meninggalkan telepon genggamnya, mungkin agar ia tidak diganggu oleh panggilan dari orang tua saat bersenang-senang. Apa yang terjadi selanjutnya? Disana ia dirampok, terlibat pertengkaran dengan orang mabuk dan dipukuli. Teman-temannya lari tunggang langgang meninggalkannya. Dan ia pun harus berjalan pulang dengan wajah babak belur lewat tengah malam. Jarak lokasi dan rumah yang sangat jauh membuatnya harus berjalan kaki berjam-jam. Kakinya membengkak, muka lebam, beberapa bagian tubuh untungnya tidak patah tapi terdapat luka-luka dan lebam yang lumayan. Untung ia tidak sampai kehilangan nyawa. Meski demikian orang tuanya juga yang akhirnya harus keluar biaya besar karena kebandelannya. Kapok? Tampaknya tidak. Sang ibu bercerita bahwa anaknya masih saja senang membantah dan melawan.

Tidak mendengarkan nasihat orang tua bisa mendatangkan malapetaka. Apalagi kalau kita melawan Tuhan. Sayangnya banyak orang menganggap sikap seperti itu sebagai bagian dari sifat yang memang tidak bisa diapa-apakan lagi. Atau dianggap wajar selama masa-masa tertentu. Tapi kalau kita melihat dalam Alkitab, teguran sebenarnya dijatuhkan kepada orang-orang yang hobi mengeraskan lehernya. Senang membantah, suka melawan, kerap membandel, bersikap memberontak. Lihatlah ayat ini: "Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." (Amsal 29:1). Kata 'bersitegang leher' dalam versi Bahasa Inggris berbunyi "hardens his neck" alias mengeraskan leher. Dalam bahasa Inggris kata to harden the neck didefenisikan sebagai to grow obstinate; to be more and more perverse and rebellious, yakni suka memaksakan opini atau kehendak, bereaksi berlebihan dengan melawan arus hingga memberontak.

Ayat bacaan hari ini memberikan peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang yang biasa bersitegang leher, mengeraskan lehernya terhadap ketetapan Tuhan. Sebagian orang suka bersifat naif bahwa mereka bisa menunda-nunda untuk mematuhi peringatan Tuhan, meski tanda-tanda, peringatan, bahkan teguran keras sudah mereka terima dari Tuhan. Selalu saja ada alasan yang mereka kemukakan. Mereka pikir bisa sesukanya mengatur kapan ingin bertobat, merasa bahwa selalu ada waktu untuk terus bersenang-senang dahulu melanggar ketetapan Tuhan. Salah besar jika mengira bahwa kita dapat mengabaikan pengarahan Roh Kudus sesuka kita atau sesuka hati dalam mematuhi, kapan mereka mau dan kapan tidak. Bahkan dikalangan orang percaya sekalipun tidak sedikit yang berpikir keliru seperti ini. Mereka mungkin sadar bahwa tidak melakukan hal yang benar, mereka mungkin sudah mendapat teguran, tapi mereka berpikir untuk membiarkan itu buat sementara waktu, dan nanti pada saatnya mereka akan membereskannya dengan Tuhan. Bandel, tengkar, melawan dan memberontak. Berhati-hatilah apabila pemikiran seperti itu masih ada pada kita, sebab firman Tuhan hari ini berkata bahwa siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, suatu ketika akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi.

Ketika kita mendapat teguran lalu memilih untuk mengeraskan leher kita, mengabaikan teguran itu dan terus melanjutkan perbuatan-perbuatan yang melenceng dari Firman Tuhan, yang terjadi adalah pengerasan yang menjalar, dari leher menuju ke hati dan kepala. Bukan karena anugerah Tuhan tidak sampai menjangkau kita, bukan pula Tuhan menolak mengampuni kita jika kita berbalik padaNya, tapi segala pelanggaran yang sudah mengeraskan leher, hati dan kepala membuat kita tidak lagi dapat mendengar suaraNya memanggil, mengingatkan dan menegur kita. Jika ini yang terjadi, tidaklah heran apabila apa yang disebutkan dalam 2 Timotius 3:13: "sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan." bisa terjadi. Terbiasa jahat akan membuat orang akan terus bertambah jahat. Tidak ada lagi kontrol dan kepekaan terhadap jebakan dosa. Orang yang terbiasa sesat akan semakin sesat, saling menyesatkan dan disesatkan, dan kemudian akan saling membinasakan satu sama lain.

Sebelum semuanya menjadi terlanjur keras, selagi kesempatan masih ada, mari kita jaga kepekaan dengan tidak bersitegang leher. Mari lembutkan hati dan kepala. Apabila teguran datang, patuhlah segera. Lakukan pertobatan dan taatlah terhadap perintah Tuhan. Ada saatnya ketika teguran yang terus dilanggar tidak lagi bisa dipulihkan. Ada saatnya kesempatan habis, pintu kesempatan untuk bertobat sudah habis masa bukanya. Itu sangat merugikan, itu sangat berbahaya. Oleh karenanya, firman Tuhan hari ini mengingatkan kita akan bahaya yang menanti di depan sana apabila kita terus berlambat-lambat untuk taat, membiarkan diri untuk terus membangkang dan melawan ketetapanNya. Kita harus segera membenahi diri, kembali kepada jalanNya agar jangan sampai diremukkan sedemikian rupa sehingga tidak bisa dipulihkan lagi.

Kebiasaan bersitegang leher bisa sangat merugikan dan menghancurkan, hindari sebelum terlambat

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker