Tuesday, August 31, 2010

Menghargai Waktu : Orang Kaya dan Lazarus

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Lukas 16:23
====================
"Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya."

menghargai waktu, terlambatPeraturan di sebuah travel biasanya mengharuskan calon penumpangnya untuk sudah tiba di pangkalan paling lambat 15 menit sebelum keberangkatan. Saya tahu itu, tetapi ternyata nikmatnya kasur membuat saya keterusan tidur. Ketika terbangun, ternyata waktu yang tersisa tinggal setengah jam sementara rumah saya jauh dari tempat keberangkatan. Saya pun buru-buru mandi dan langsung berangkat kesana. Ketika saya tiba, ternyata saya terlambat 5 menit, dan mobil travel sudah keburu berangkat. Gara-gara 5 menit itu saya kemudian harus menunggu 2 jam kemudian. Karena travel yang satu ini menuju area kota Jakarta lain, saya pun harus menyambung lagi dengan taksi di Jakarta dan harus mengeluarkan biaya hampir seratus lima puluh ribu. Gara-gara 5 menit telat saya harus membayar harga yang cukup lumayan. Kata terlambat memang bisa menimbulkan banyak masalah. Apa yang terjadi jika anda terlambat ke sekolah atau kampus, apalagi di saat ujian? Apa yang terjadi jika reaksi anda terlambat sedetik saja ketika mobil di depan anda tiba-tiba mengerem? Ada banyak hal yang akhirnya kita sesali hanya karena sebuah kata: terlambat. Dalam contoh keterlambatan saya di atas, masih untung itu bukanlah sebuah keterlambatan yang fatal akibatnya. Artinya saya masih punya kesempatan untuk mengambil jadwal keberangkatan lainnya. Ada keterlambatan-keterlambatan yang berakibat fatal dimana penyesalan tidak ada gunanya lagi, yang bisa menimpa diri kita jika kita terus membuang-buang atau menyia-nyiakan waktu.

Ingatkah anda tentang kisah "Orang kaya dan Lazarus yang miskin" dalam Lukas 16:19-31? Mari kita lihat kisah ini untuk melanjutkan apa yang sudah kita baca kemarin mengenai pentingnya menghargai waktu yang masih dipercayakan Tuhan kepada kita. Tersebutlah seorang pengemis bernama Lazarus, penuh borok dan sangat menderita. Ia menetap tepat di depan pintu rumah seorang kaya yang setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Apakah Lazarus diperhatikan? Tampaknya tidak. Si orang kaya mungkin berpikir, "Masih syukur kamu tidak diusir. Aku mencari uang dengan keringatku sendiri, mengapa aku harus memberi kepadamu?" Dan Lazarus pun diabaikan begitu saja. Ia bahkan harus makan dari remah-remah yang jatuh dari atas meja si orang kaya, sambil membiarkan boroknya dijilati anjing-anjing. Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras dan ironis. Lalu kemudian Lazarus mati. Demikian pula si orang kaya tersebut. Pemandangan kontras kembali tersaji di atas sana, tetapi keadaan kini berbalik! "..Dan sementara ia (orang kaya itu) menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya." (ay 23). Melihat hal itu, si orang kaya pun meratap. "Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini." (ay 24). "Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang." (ay 25-26). Betapa menyesalnya si orang kaya itu, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang untuk mengubah keadaan. Semua sudah berakhir.

Terlambat. Itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kenyataan yang dihadapi si orang kaya. Ia terlambat untuk berbuat baik, terlambat untuk mengasihi sesamanya. Ia terlena hidup dalam kemewahan dan lupa untuk memanfaatkan waktu yang tersedia. Apakah ia punya kesempatan? Tentu saja. Bahkan ia tidak perlu repot-repot atau jauh-jauh pergi untuk menunjukkan kasih dalam perbuatan nyata karena Lazarus berbaring tepat di depan pintunya. Ia punya kesempatan, ia punya sesuatu yang bisa ia berikan, tetapi ia tidak melakukannya. Dan pada akhirnya ketika semua sudah terlambat ia pun menyesal. Sebuah penyesalan yang sayangnya tidak bisa lagi diperbaiki.

Ketika waktu masih dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini, hendaklah kita memakai hikmat untuk mempergunakan waktu-waktu yang ada sebaik mungkin. Paulus berkata "Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (Efesus 5:16). Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian. Kita tidak bisa melihat masa depan, kita tidak tahu kapan kesempatan bagi kita untuk bertobat akan berakhir. Kita harus benar-benar belajar menghargai waktu, mengisinya dengan segala perbuatan baik berdasarkan kasih dan terus memakainya untuk belajar untuk lebih dekat dan lebih taat lagi kepada Tuhan. Kita harus senantiasa berjaga-jaga sebab kita tidak akan pernah tahu kapan hari maupun saatnya akan tiba. (Matius 25:13). Ada begitu banyak yang ditawarkan dunia hari ini yang akan dengan mudah membuat kita terlena dan lupa melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai anak-anak Terang, sebagai ahli waris Tuhan di muka bumi ini. Sungguh kita hidup di hari-hari yang jahat, penuh dengan penyesatan. Ada keterlambatan yang masih bisa ditebus dengan sejumlah harga, tetapi ada pula keterlambatan yang benar-benar tidak bisa lagi kita tebus walau dengan harga sebesar apapun. Oleh karena itu kita harus benar-benar mewaspadai setiap langkah hidup kita dan berhenti menyia-nyiakan waktu. Pergunakanlah waktu yang tersisa ini untuk mengambil langkah nyata dalam ketaatan, dan lakukanlah segala sesuatu seperti apa yang dikehendaki Tuhan. Hendaklah kita dipenuhi kebijaksanaan dan kearifan dalam hikmat agar mampu menghitung hari-hari kita menghargai setiap detik yang Tuhan masih berikan kepada kita. Orang kaya itu tidak lagi punya kesempatan, tetapi kita masih punya. Jangan tunda lagi, mulailah hari ini juga agar kita tidak sampai berakhir di tempat yang sama dengan si kaya.

Hargai waktu sebaik mungkin karena ada keterlambatan tidak bisa lagi diperbaiki

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 30, 2010

Menghargai Waktu

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Efesus 5:16
========================
"dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."

menghargai waktuAdik saya baru saja mendapatkan musibah kecelakaan ketika sedang mengendarai sepeda motor bersama temannya. Puji Tuhan ia masih selamat, meskipun mendapatkan tujuh jahitan di ubun-ubun kepalanya. Musibah sebenarnya bisa dihindari apabila ia tidak mengebut dan memakai helm. Akibat menghindari sebuah becak ia terpelanting ke jalan dan sebuah mobil mengerem tepat di depan kepalanya. Putaran ban ternyata masih kencang, dan ubun-ubun kepalanya pun terkikis oleh ban sehingga sobek cukup panjang. Bayangkan seandainya pengemudi mobil itu telat menginjak rem sepersekian detik saja, atau kurang dalam sedikit saja, kepalanya bisa remuk tergiling mobil itu. Saya bersyukur Tuhan masih memberi kesempatan baginya untuk hidup. Saat ini ia masih beristirahat untuk memulihkan luka-luka dan bengkak yang ia alami di sekujur tubuh.

Tidak ada satupun dari kita yang tahu kapan kita dipanggil kembali menghadap Bapa. Banyak orang yang begitu takut menghadapi tahun 2012 yang mereka percaya akan menjadi akhir dari dunia ini. Teman saya pernah bercanda bahwa nanti memasuki tahun 2012 dia akan berubah. Padahal siapa yang bisa mengetahui kapan dunia ini berakhir, dan tentu saja siapa yang bisa tahu kapan ia dipanggil pulang? Kasus "near death experience" yang dialami adik saya semakin membuka mata saya bahwa kita tidaklah pernah tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Bisa jadi puluhan tahun lagi, beberapa jam lagi bahkan mungkin pula sedetik lagi.

Paulus mengingatkan kepada jemaat Efesus untuk tidak membuang-buang waktu dengan terus berbuat dosa. Ia mengingatkan: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif" (Efesus 5:15).Ini pesan yang sangat penting karena tidak selamanya kesempatan untuk bertobat itu ada pada kita. Jangan bebal, tapi jadilah orang yang bijaksana dengan menghargai waktu yang masih diberikan kepada kita. Lebih lanjut Paulus pun menekankan kita untuk bijaksana memanfaatkan waktu karena bumi yang kita huni saat ini penuh dengan hal-hal yang menyesatkan. "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." (ay 16).

Dari apa yang dialami adik saya kemarin kita bisa melihat betapa sepersekian detik saja sudah begitu berharga. Sadarilah betapa seringnya kita sulit menghargai waktu dengan baik. Padahal membuang satu menit atau satu detik saja akan berarti membuang sebuah kesempatan besar. Waktu yang sudah berlalu tidak bisa diulangi lagi, kesempatan seringkali berlalu tanpa bisa kita dapat kembali. Tetapi kita begitu seringnya terlena dengan segala kenikmatan dunia sehingga selalu berpikir bahwa kita masih punya banyak kesempatan. Yesus jelas berkata: "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (Matius 25:13).

Terlena, menunda-nunda memang menjadi kebiasaan buruk bagi manusia. Itulah sebabnya kita perlu mengingat sepenggal doa Musa mengenai hal ini yang tertulis dalam Mazmur. "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." (Mazmur 90:12). Doa dan kedekatan kita kepada Bapa bisa memampukan kita untuk tetap terus menghitung hari-hari kita dengan bijaksana, terus berjaga-jaga. Yesus mengingatkan kita "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35) dan Paulus mengingatkan "Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1 Tesalonika 5:6). Jangan terlena, jangan terus menunda kesempatan untuk memperbaiki diri, berbalik dari jalan-jalan yang sesat untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan memang membuka pintu kesempatan lebar-lebar kepada kita untuk berbalik arah kembali kepadaNya. Dia memang berjanji akan segera mengampuni kita, bahkan berjanji untuk tidak lagi mengingat-ingat dosa kita seperti apa yang Tuhan katakan dalam Yeremia 31:34. Namun kita harus ingat pula bahwa kesempatan emas seperti itu tidaklah tersedia selamanya. Ada waktu dimana kita akan dipanggil menghadapNya dan harus siap mempertanggungjawabkan semua yang kita perbuat dan katakan, dan kita tidak akan pernah tahu kapan saat itu tiba. Oleh karena itu hendaklah kita menjadi orang-orang yang arif dan bijaksana dalam menghitung hari-hari kita, mengisi setiap waktu kita dengan hal-hal bermanfaat, mempergunakan waktu yang masih diberikan dengan sebaik-baiknya agar kita tidak sampai menyesal ketika saatnya tiba. Marilah kita hargai setiap waktu yang diberikan Tuhan dengan semaksimal mungkin.

Jangan sia-siakan setiap detik yang diberikan Tuhan kepada kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Sunday, August 29, 2010

Belajar

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
 Ayat bacaan: Titus 3:14
===================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."

belajarPemilihan jurusan di SMU tentu punya alasan tersendiri. Ada yang memang menggemari ilmu pengetahuan alam, bercita-cita ingin menjadi insinyur atau dokter, maka jurusan IPA pun dipilih. Berminat kepada ilmu sosial, atau merasa tidak sanggup untuk mempelajari ilmu alam, jurusan IPS pun dipilih. Dahulu saya memilih jurusan IPA, tapi mungkin alasan saya memilih itu cukup aneh kalau didengar. Saya memilih IPA justru karena tidak menyukai matematika, fisika dan kimia. Lalu mengapa saya memilih jurusan itu? Karena justru karena tidak suka saya ingin menantang diri saya untuk mendalami lebih jauh lagi. Jika karena saya tidak suka, lalu saya tinggalkan, bagaimana saya bisa belajar untuk menyukainya? Sebuah alasan yang aneh bagi orang, tapi tidak bagi saya, yang selalu tidak suka menyerah sejak kecil.

Hidup adalah sebuah proses belajar. Dari sejak lahir hingga nafas terakhir manusia memang harus terus belajar. Jika kita berhenti belajar, berhenti pula lah sebenarnya kehidupan kita. Tuhan sendiri tidak menyukai proses instan, biarpun Dia lebih dari sanggup untuk melakukannya. Sebuah pemberian instan tidak akan memberi proses pengajaran. Itu tidak mendidik. Bayangkan jika anda terus menyuapi anak anda dengan permen tanpa mereka harus mencapai sesuatu terlebih dahulu, bukankah itu akan merusak diri mereka? Oleh karena itulah langkah-langkah kehidupan kita yang harus terus menerus diisi dengan belajar. Apakah itu untuk menambah kepintaran kita, menambah ilmu dan pengetahuan, atau untuk mencapai pertumbuhan iman, semua itu membutuhkan proses yang harus diisi dengan belajar.

Lihatlah apa kata Tuhan dalam surat Titus. "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Belajar untuk melakukan pekerjaan yang baik, dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "learn to apply themselves to good deeds", agar dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok agar jangan sampai hidup menjadi tidak menghasilkan apa-apa, tidak berguna, alias sia-sia. Hidup adalah sebuah proses belajar. Bagi saya, itulah salah satu hal penting yang bisa membuat hidup ini menarik. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini tidak akan ada habisnya untuk kita pelajari. Selalu saja ada hal baru, hal menarik dan hal-hal yang bisa menambah pengetahuan atau mengembangkan wawasan kita. Dan tanpa melakukan upgrade rutin terhadap apa yang kita ketahui kita akan segera ketinggalan jaman dan sulit mencapai hasil maksimal dalam segala hal.

Beribadah pun memerlukan proses. Kita tidak bisa berharap Tuhan langsung menyetel roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata. Dia sanggup, tapi itu tidak mendidik. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dikatakan Paulus lewat suratnya kepada Timotius. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Jika sebuah latihan badani alias olahraga saja penting untuk menjaga kebugaran kita, dan itupun lewat sebuah proses, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8). Lihat pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus, kontinu dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Jika belajar merupakan hal yang penting bagi kita, apalagi buat anak-anak kita di masa pertumbuhan mereka. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dan selalu bersahabat. Ada banyak jebakan dan godaan yang akan mampu membuat hidup mereka porak poranda, termasuk pula dari segi rohani. Oleh karena itulah kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Semua itu haruslah melalui serangkaian proses yang dilakukan secara terus menerus.

Sebuah pepatah asing mengatakan "Rome wasn't built in a day". Menjalani proses memang seringkali tidak mudah. Ada kalanya kita mengalami kesulitan bahkan penderitaan. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Tuhan akan selalu memberi kekuatan atas kelemahan kita, oleh karena itu hendaklah kita tidak berhenti untuk belajar menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari.

Tuhan selalu mendorong semua anak-anakNya untuk terus belajar. Belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Dan hal ini tidak akan bisa kita capai dalam semalam. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk tidak berhenti belajar. Masih ada banyak yang belum kita ketahui, masih banyak yang harus kita benahi dalam diri kita. Mari singsingkan lengan baju kita dan teruslah belajar!

Ketika kita berhenti belajar, pada hakekatnya kehidupan pun berhenti

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, August 28, 2010

Menghargai Berkat Tuhan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yohanes 6:12
===================
"Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang."

menghargai berkat TuhanTidak sedikit orang tua yang mengajarkan anaknya untuk tidak membuang-buang atau menyisakan makanan di piring mereka. Dan istri saya termasuk orang yang pernah mendapat didikan seperti itu dengan cukup keras. Ketika ia kecil, ia pernah mengambil makanan sangat banyak dalam satu piring, dan ibunya membiarkan hal itu. Ketika ia hanya menghabiskan sedikit, sang ibu kemudian memarahinya dan memaksanya untuk menghabiskan semuanya, meski kenyang atau apapun alasannya. Hal ini membuatnya kemudian belajar untuk mengambil secukupnya, tidak menumpuk makanan di piring lagi untuk kemudian dibuang ke tempat sampah.

Ada banyak di antara kita yang berpikir hal seperti itu tidak masalah. Bukankah uang yang dipakai untuk membeli pun juga uang kita? Mengapa kita harus repot jika makanan itu berlebih dan dibuang? Benar, itu uang kita. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa berkat itu berasal dari Tuhan dan bukan untuk disimpan sendiri, apalagi dibuang-buang? Ketika kita menghamburkan uang untuk menyediakan makanan lebih daripada kebutuhan lalu kemudian dibuang, apakah kita ingat ada banyak gelandangan dan anak-anak yang kelaparan, yang mungkin akan berpesta dengan segenggam saja sisa makanan yang terbuang itu? Ketika kita berpesta pora, pedulikah kita bahwa di sisi lain ada anak yang tengah menangis kelaparan? Perhatikanlah, Tuhan tidak menyukai sikap seperti itu. Kita bisa melihat sebuah contoh dari peristiwa yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yaitu ketika Yesus membuat mukjizat yang mampu mengenyangkan 5000 orang, belum termasuk anak-anak dan wanita lewat lima roti dan dua ikan.

Ketika itu Yesus baru saja membuat mukjizat luar biasa dengan sisa makanan yang seadanya sehingga mampu memberi makan ribuan orang sekaligus. "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Mereka boleh makan sebanyak yang mereka kehendaki. Mereka disini bukan berbicara puluhan atau ratusan, tetapi ribuan orang. Lalu lihat ayat berikutnya berkata seperti ini: "Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." (ay 12). Ketiga Penulis Injil lainnya pun mencatat mengenai pengumpulan potongan-potongan tersisa ini. (Matius 14:20, Markus 6:43 dan Lukas 9:17. Lihatlah bahwa Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk tidak membuang-buang sisa makanan seenaknya. Dia meminta kita untuk mengumpulkan sisanya, agar tidak ada yang terbuang.

Apa yang kita makan saat ini merupakan berkat tak terhingga dari Tuhan. Ini adalah hal yang penting untuk diingat. Itulah sebabnya dengan tidak membuang-buang makanan, itu artinya kita menghargai berkat yang diberikan Tuhan termasuk pula menghargai Sang Pemberinya. Di sisi lain itu juga menunjukkan bahwa kita memiliki kepedulian terhadap sesama kita atas dasar kasih, tepat seperti hukum kedua dari dua hukum yang terutama yang diajarkan Yesus. (Matius 22:34-40). Dengan membuang-buang makanan seenaknya itu artinya kita tidak menghargai pemberian Tuhan dan tidak memiliki empati terhadap penderitaan sesama. Hal ini tentu bukan sesuatu yang baik di mata Tuhan. Apalagi jika kita ingat sebuah ayat yang berbunyi: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Lukas 6:38).

Ada banyak orang yang lebih suka membuang makanannya daripada dibagikan kepada sesama. Tidak perlu jauh-jauh, mungkin tetangga kita sendiri saat ini sedang membutuhkan makanan. Ada banyak pula yang hanya memberi karena mengharapkan balasan atau memiliki kepentingan tertentu, bukan atas dasar kasih. Semua itu bukanlah sesuatu yang baik di mata Tuhan.  Kita mengucap syukur atas makanan dan minuman yang terhidang di hadapan kita, dan jika kita buang, bukankah itu artinya kita membuang berkat yang berasal dari Tuhan? Tidakkah akan jauh lebih baik apabila kita mempergunakannya untuk memberkati orang lain? Sudahkah kita memperlakukan berkat dari Tuhan dengan benar? Ingatlah bahwa apa yang kita miliki saat ini bukanlah hasil usaha kita semata, tetapi juga merupakan berkat yang indah dari Tuhan. Hari ini marilah kita bersama-sama belajar menghargai berkat Tuhan, mensyukuri segala yang telah Dia berikan kepada kita, dan memakainya untuk memberkati orang lain.


Membuang berkat Tuhan berarti tidak menghargai Sang Pemberi

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, August 27, 2010

Tanpa Tali Kekang

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mikha 6:8
==================
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?"

tanpa tali kekangKemarin saya berkunjung ke rumah seorang teman baru. Ia memelihara dua anjing berukuran besar, satu golden retriever dan satu boxer. Ketika saya datang, saya melihat suaminya sedang kewalahan menahan laju kedua anjing itu dengan tali. Ia terseret oleh kedua anjing berukuran besar itu yang tampaknya ingin lepas bermain sepuasnya di jalan. Ketika kedua anjing itu masuk ke rumah dan tali dilepaskan, si boxer tiba-tiba menghambur dan menerjang saya. Maka teman saya pun segera menahan tubuh si boxer itu dengan sekuat tenaga. Ia meronta dan berusaha lepas, sehingga akhirnya harus diikat di luar. Sementara anjing satunya ternyata mampu duduk manis meski tanpa tali sekalipun. Dua anjing yang sama-sama berukuran besar, tetapi tampil beda. Yang satu bisa dipercaya tanpa perlu tali sedang yang satu harus diikat agar tidak membuat masalah.

Seperti apa hubungan yang diinginkan Tuhan dengan kita, manusia-manusia ciptaanNya yang istimewa ini? Ada banyak orang yang mengira bahwa serangkaian peraturan yang membatasi hidup manusia ini bagaikan rantai pengekang yang membuat kita seolah tidak berhak untuk menikmati kenikmatan hidup. Ini tidak boleh, itu dilarang. Malah ada yang berpikir lebih ekstrim, bahwa Tuhan gemar menyiksa manusia. Kita terus dikekang dan diikat tidak boleh kemana-mana. Benarkah seperti itu? Tentu tidak. Kasih Tuhan terkadang memberikan "tali" yang cukup panjang bagi kita untuk menjalani kehidupan. Bukankah ada kehendak bebas yang Dia berikan kepada kita? Tuhan sama sekali tidak menciptakan kita seperti robot-robot yang bisa dikendalikan sepenuhnya. We have free will to decide whether we want to do good things according to His Words or not. Kita bisa memilih apakah kita mau menjadi anak-anakNya yang patuh atau pembangkang.

Kalaupun Tuhan memberi kekangan kepada kita, itu untuk tujuan baik. Itu karena Dia tidak ingin satupun dari kita berakhir dalam bara api penyiksaan yang kekal. Itu karena Tuhan sayang kepada kita. Apabila pada suatu kali kita diberi "cambukan" karena kebandelan kita, itu pun bertujuan baik. Lihat apa kata Firman Tuhan berikut: "Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:5-6). Semua karena kita diakuiNya sebagai anak, dan tidak ada orang tua yang ingin anaknya gagal atau binasa dalam hidup bukan?  Tapi bukan itu sebenarnya yang dirindukan Tuhan. Dia tidak menikmati hubungan seperti itu. Apa yang Dia inginkan adalah kehidupan kita yang tidak perlu dikekang. Tuhan ingin kita bisa bebas, merdeka dalam ketaatan sepenuhnya berjalan bersamaNya. He delights when we can walk freely in obedience, in a fully surrendered way to Him.
Mari kita lihat apa respon Tuhan menghadapi bangsa Israel yang terus bersungut-sungut dan mengomel kepada Mikha bagaimana susahnya menyenangkan hati Tuhan. Tuhan memberi sebuah jawaban yang singkat dan tegas bahwa sebenarnya menyenangkan hati Tuhan itu tidaklah sulit. "Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8). Cuma itu yang dituntut Tuhan bagi kita. Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati di hadapanNya. Dalam bahasa Inggrisnya disebutkan lebih lengkap: "to do justly, to love kindness and mercy and to humble yourself and walk humbly with your God." That's all. Hal ini sudah pernah diungkapkan Tuhan sebelumnya. Tuhan berkata "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh." (Ulangan 30:11). Dan inilah perintahNya: "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (ay 19-20). He wants us to fully surrendered and cling to Him, to walk with Him in obedience. Jika kita mampu hidup seperti itu, tidak perlu ada cambukan, bahkan kita tidak perlu diikat atau dikekang. Kita bisa bebas merdeka dengan ketaatan atau kepatuhan penuh terhadap Tuhan. Dan itulah hubungan yang Dia inginkan untuk dibangun bersama kita.

Dalam Mazmur kita bisa melihat kerinduan Tuhan yang sama untuk kita. "Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau" (Mazmur 32:9). Kita seharusnya tidak perlu diperlakukan demikian, karena Tuhan pun tidak suka memperlakukan kita seperti itu. Tuhan menginginkan sebuah hubungan yang luwes, terbuka dalam keintiman yang didasarkan ketaatan sepenuhnya kepadaNya. Tuhan menjanjikan begitu banyak berkat seperti yang bisa kita baca dalam Ulangan 28:1-14, dan syaratnya pun sama. "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu." (ay 1-2).

Bayangkan seandainya anjing boxer teman saya itu dilepas. Ia mungkin akan menerjang siapa saja atau mungkin bahkan menggigit orang, ia akan berlari seenaknya kemana-mana dan itu sangatlah beresiko bagi dirinya sendiri. Ia bisa binasa dalam waktu singkat. Kita pun seperti itu. Tuhan rindu untuk memberi kebebasan kepada kita, tetapi mampukah kita menjaga kepercayaan seperti itu andaikata kita dilepas sepenuhnya? Sudah mampukah kita hidup benar bergantung kepadaNya meski tanpa tali kekang sekalipun? Semua itu adalah untuk kebaikan kita sendiri. Hari ini mari kita membuat komitmen untuk benar-benar berjalan dalam ketaatan penuh bersamaNya. Hiduplah adil, penuh kasih dan kerendahan hati dan berjalanlah bersamaNya. Anda akan melihat bahwa Tuhan akan sangat senang apabila kita tidak perlu berjalan dengan tali kekang lagi.

Dapatkan kebebasan sepenuhnya dengan berjalan dalam ketaatan bersama Tuhan

Thursday, August 26, 2010

Yusuf dan Istri Potifar: Diperlakukan Tidak Adil

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kejadian 39:12
======================
"Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar."

perlakuan tidak adil, yusufMenegakkan keadilan demi hukum. Betapa seringnya kita mendengar kalimat ini. Seharusnya kalimat ini bisa menjadi pegangan setiap warga negara untuk hidup dalam situasi yang berkeadilan dilindungi undang-undang. Tetapi nyatanya ada banyak celah di mana hukum dunia ini bisa diputarbalikkan. Orang yang salah bisa mendapat kebebasan, sebaliknya orang-orang yang benar bisa menjadi kambing hitam, bahkan mendapat hukuman penjara dengan tuduhan atas sesuatu yang tidak mereka lakukan. Kasus-kasus seperti ini terjadi di mana saja, tidak hanya di negara kita. Hukum memang bisa diputarbalikkan, keadilan di dunia memang semu sifatnya. Tidak jarang pula berbagai pemutarbalikkan fakta seperti ini bisa menyulitkan bahkan menghancurkan hidup seseorang. Ditangkap karena berbuat baik, itu terjadi di negara kita dan berbagai tempat lainnya. Mau mengungkap korupsi malah dipecat, atau bahkan diperkarakan ke pengadilan. Hal-hal seperti ini membuktikan bahwa sistem hukum dan keadilan dunia belum sempurna, bahkan mungkin tidak akan pernah bisa sempurna.

Mengalami tuduhan karena melakukan hal yang baik. Mendapat fitnah. Dijadikan kambing hitam. Semuanya mungkin terjadi dimana-mana. Bahkan ribuan tahun yang lalu hal seperti ini pun sudah pernah terjadi. Saya ingin menyambung kisah antara Yusuf dan istri Potifar kemarin dari sudut yang berbeda. Yusuf adalah orang yang disertai Tuhan. Penyertaan Tuhan atas hidupnya itu membuatnya terus berhasil meski dalam situasi sulit sekalipun. Ia dijual menjadi budak ke Mesir, tapi di sana ia menunjukkan kualitas dirinya yang tangguh. Penyertaan Tuhan membuatnya berhasil dalam pekerjaannya sehingga ia pun mendapat promosi dari tuannya, Potifar. (Kejadian 39:2). Kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Istri Potifar berusaha menggodanya, tapi Yusuf tidak menanggapinya, meski kesempatan sudah begitu terbuka di depan mata. "Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ay 8-9). Yusuf mau menjaga kepercayaan yang telah ia terima, tapi lebih dari itu ia tidak mau terjebak untuk melakukan kejahatan yang besar yang artinya berbuat dosa terhadap Allah. Ini kualitas luar biasa dalam diri Yusuf.

Apakah istri Potifar menyerah? Tidak. Ia terus berusaha membujuk Yusuf untuk menyetubuhinya. "Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar." (ay 12). Yusuf memilih untuk lari keluar, menjauhi dosa. Tetapi akibat bajunya tertinggal di tangan istri Potifar ia pun kemudian difitnah. Kekesalan ditolak berkali-kali oleh Yusuf membuat wanita itu kesal dan menyimpan dendam. Sehingga Yusuf pun difitnah melakukan hal yang sebaliknya yaitu sebuah tuduhan atas usaha memperkosa dirinya. "dipanggilnyalah seisi rumah itu, lalu katanya kepada mereka: "Lihat, dibawanya ke mari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku, tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras. Dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak sekeras-kerasnya, ditinggalkannyalah bajunya padaku, lalu ia lari ke luar." (ay 14-15). Dan kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Potifar kemudian memenjarakan Yusuf atas tuduhan perbuatan yang sebenarnya sama sekali tidak ia lakukan.

Betapa tidak adil bukan? Hal seperti ini pun terkadang bisa menimpa kita. Ketika kita sudah berbuat baik, tetapi kita malah menderita karenanya. Maksud baik kita disalahartikan. Kita sering mendengar orang difitnah, bahkan dianiaya justru karena berbuat baik. Ini memang terjadi di dunia, dengan sistem keadilan dunia yang masih subjektif, tapi hendaklah kita ingat bahwa ada Tuhan di atas segalanya. Dia tahu apa yang benar, dan meski di dunia kita diperlakukan tidak adil tapi sebuah keadilan yang sebenarnya kelak akan kita terima dari Tuhan.

Paulus tahu benar bagaimana rasanya menderita ketika mewartakan Injil kebenaran. "Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat." (2 Korintus 11:24-28). Paulus harus rela menerima semua itu demi memelihara jemaat. Bukan hanya Paulus, tetapi semua rasul-rasul dan pewarta Injil pada saat itu termasuk para jemaat pun harus menerima berbagai ancaman, siksaan bahkan dihukum mati dengan mengenaskan. Betapa tidak adilnya dunia ini. Tapi ingatlah bahwa meski demikian Tuhan tidak akan menutup mata dari apa yang kita perbuat. Meski harus menderita akibat perbuatan baik, itu masih jauh lebih baik daripada kita menyelamatkan diri dengan melanggar firman Tuhan. Petrus berkata: "Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat." (1 Petrus 3:17). Petrus juga berkata "Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar." (1 Petrus 3:14).  Menderita karena berbuat baik mungkin membuat kita tersiksa dalam kehidupan di dunia ini, tetapi perbuatan jahat yang kita lakukan saat ini akan berbuah penderitaan yang kekal kelak. Tuhan mengetahui segalanya dan akan mengganjar kita sesuai dengan apa yang kita perbuat ketika hidup.

Yesus sudah mengingatkan kita "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Pada waktu lain Yesus juga berkata "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku." (10:38). Artinya kita memang harus siap menerima berbagai bentuk penderitaan itu, jika memang harus, untuk mengikut Yesus daripada menolakNya demi sesuatu yang fana di dunia ini. Dalam Ibrani kita melihat pesan penting buat kita untuk terus bertahan meski berada dalam tekanan atau situasi yang tidak adil ini. Disana dikatakan: "Karena kita telah beroleh bagian di dalam Kristus, asal saja kita teguh berpegang sampai kepada akhirnya pada keyakinan iman kita yang semula." (Ibrani 3:14). Dalam Yakobus kita bisa baca "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12). Dan sebuah pesan penting dalam Wahyu: "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b).

Jika memang kita harus mengalami ketidakadilan atau bentuk-bentuk perlakuan buruk lainnya karena kita mengikuti firman Tuhan, bersabarlah dan tetaplah setia. Ada sesuatu yang disediakan Tuhan kepada siapapun yang mampu mempertahankan kesetiaannya sampai mati. Yang penting adalah untuk terus berjalan sesuai firman Tuhan apapun resiko yang harus kita hadapi, karena biar bagaimanapun lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat, seperti yang dikatakan oleh Petrus. Setiap saat akan ada godaan yang menerpa kita, mencoba menyesatkan kita dengan berbagai iming-iming kemewahan atau kenikmatan dunia, tolaklah semua itu dalam nama Yesus. Meski harus menanggung fitnahan atau akibat-akibat buruk dari sesama manusia di dunia ini, tetaplah berjalan sesuai firmanNya. Dan pada akhirnya kita akan menjadi orang-orang pemenang, bahkan lebih dari pemenang.

Dalam situasi dan kondisi apapun, tetaplah setia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, August 25, 2010

Yusuf dan Istri Potifar: Ketika Sendirian

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kejadian 39:9
=======================
"..Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"

ketika sendirianSungguh sulit mencari orang yang benar-benar bisa dipecaya saat ini. Betapa sering kita mendengar keluhan seperti itu. Di rumah kita mungkin mendengarnya dari orang tua kita, di kantor juga demikian. Atau jangan-jangan kita sendiripun sulit dipercaya. Lembaga-lembaga pengawas terus berdiri di mana-mana, tapi lembaga-lembaga seperti ini pun tidak 100% bersih. Ketika diawasi mungkin pencurian atau korupsi bisa ditekan, tetapi seperti tikus, mereka yang sudah kotor pikirannya akan selalu mampu mencari lubang atau celah baru. Begitu menemukan jalan baru, atau ketika tidak diawasi, maka penipuan akan kembali terjadi. Hari-hari ini orang memang lebih takut terhadap manusia ketimbang Tuhan. Mereka lebih takut hukuman di dunia ketimbang hukuman yang kekal kelak menimpa mereka yang berlaku curang. Segala bentuk penipuan atau kejahatan rasanya akan aman apabila tidak ada orang yang melihat. Itulah sebabnya saya menyimpulkan bahwa ujian yang sebenarnya dari siapa diri kita akan tampak ketika kita sedang sendirian.

Yusuf adalah salah satu tokoh dalam Alkitab yang pernah diuji ketika sedang sendirian. Ketika ia dibeli sebagai budak dan dibawa ke Mesir, performance kerjanya ternyata sangat baik karena Tuhan terus menyertai dia (Kejadian 39:2-3). Maka tuannya, Potifar pun kemudian diangkat menjadi pelayan pribadi yang diperbolehkan keluar masuk secara bebas ke dalam rumahnya. Kepada Yusuf diberikan kekuasaan atas rumah dan harta benda miliknya (ay 4). Artinya Yusuf dianggap mampu dipercaya lebih dari para bawahan lainnya. Pada saat itulah ternyata istri Potifar menaruh minat terhadap Yusuf. Apalagi segala kualitas Yusuf itu didukung pula oleh sikap yang manis dan tampan. (ay 6). Inilah yang terjadi selanjutnya. "Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." (ay 7). Ingat pada saat itu Yusuf sedang sendirian bersama istri tuannya di rumah. Tidak ada yang melihat bukan? Tentu akan sangat mudah melakukan itu, apalagi kesempatan sudah terbuka lebar. Tetapi apakah itu dilakukan Yusuf? Tidak. Ia dengan tegas menolak. Bahkan ketika wanita itu berulang kali merayu, Yusuf tidak bergeming dan memilih untuk menjauh darinya. Mengapa bisa demikian? Ada dua alasan. Pertama, Yusuf mau memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan tuannya Potifar terhadap dirinya. Dan kedua, yang paling penting, Yusuf tahu bahwa biar bagaimanapun Tuhan akan melihat segala sesuatu yang dilakukannya. Meski ketika ia sendirian, meski ketika tidak ada satupun manusia yang melihat. Ia berkata: "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?"

Ketika kita sedang sendirian seperti Yusuf dan berhadapan dengan godaan yang bagi kedagingan kita mungkin terasa nikmat, apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita perbuat ketika tidak ada satupun yang sedang mengawasi kita? Saat kita bekerja dan tidak ada atasan kita mengawasi, apakah kita akan tetap melakukan yang terbaik seperti halnya ketika sedang diawasi? Godaan akan selalu datang dalam hidup kita. Bahkan intensitasnya biasanya akan meningkat pada saat kita sedang sendirian. Tapi kita harus ingat bahwa biar bagaimanapun Tuhan tetap mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan. Berbagai bentuk penipuan, kejahatan dan dosa-dosa walaupun kita sembunyikan serapi apapun akan selalu terlihat jelas oleh Tuhan. Orang-orang fasik akan berpikir bahwa mereka bisa menyembunyikannya dari Tuhan. Mereka akan sangat sibuk mencari cara dan menyiapkan dalih dengan sejuta alasan untuk menutupinya. Pemazmur menulis: "Ia berkata dalam hatinya: "Allah melupakannya; Ia menyembunyikan wajah-Nya, dan tidak akan melihatnya untuk seterusnya." (Mazmur 10:11). Tapi benarkah demikian? Tentu tidak. Lihatlah apa kata Tuhan dalam kitab Yesaya. "Celakalah orang yang menyembunyikan dalam-dalam rancangannya terhadap TUHAN, yang pekerjaan-pekerjaannya terjadi dalam gelap sambil berkata: "Siapakah yang melihat kita dan siapakah yang mengenal kita?" Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"? (Yesaya 29:15-16).

Tuhan mengetahui segalanya, bahkan yang paling tersembunyi sekalipun. Firman Tuhan berkata "Sebab Aku mengamat-amati segala tingkah langkah mereka; semuanya itu tidak tersembunyi dari pandangan-Ku, dan kesalahan merekapun tidak terlindung di depan mata-Ku." (Yeremia 16:17). Tidak peduli sepintar apapun kita menutupi kejahatan yang kita lakukan, Tuhan akan tetap melihat seluruhnya, "Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap." (Markus 4:22). Jika kita berpikir bahwa itu hanyalah masalah bagi orang-orang diluar Kristus saja, itu tidaklah benar. Karena kenyataannya ada banyak pula di antara orang percaya yang terjatuh dalam jerat dosa ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan dan berbagai kejahatan lainnya. Dan hal ini pun sudah terjadi sejak dahulu kala. Pikiran bahwa Tuhan tidak melihat kejahatan manusia pun bisa menimpa tua-tua Israel, orang-orang yang seharusnya menjadi teladan. (Yehezkiel 8:12).

Ada atau tidak yang melihat, ingatlah bahwa Tuhan tetap sanggup melihat semuanya itu secara jelas. Yusuf jelas tahu itu, dan ia tidak terjebak untuk melakukan hal yang mengecewakan Tuhan meski kesempatan untuk itu ada. Kualitas diri kita seringkali bukan diukur ketika kita sedang berada di tengah-tengah orang lain, tetapi justru akan terukur jelas apabila kita sedang sendirian. Sudahkah kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya sepenuhnya, baik oleh sesama kita maupun oleh Tuhan? Mampukah kita menjaga kesetiaan, kejujuran dan kepercayaan, menjaga performance kita dalam bekerja sama baiknya ketika sendirian dengan ketika sedang diperhatikan? Ingatlah apa yang dilakukan Yusuf pada saat anda tengah sendirian. Jangan termakan godaan apapun dan teruslah berpegang teguh pada Tuhan. Mari kita uji karakter dan sikap hidup kita hari ini, apakah kita sudah bisa dipercaya atau belum. Jika belum, segeralah berhenti melakukannya, karena Tuhan akan selalu melihat segala perbuatan kita, bahkan yang paling tersembunyi rapi sekalipun.

Berbagai godaan mungkin terlihat menyenangkan, tetapi haruskah kita melakukan kejahatan yang besar dan berbuat dosa terhadap Allah?

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, August 24, 2010

Blue

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yesaya 53:5
====================
"Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya.."

blueBlue, itu adalah sebutan untuk warna biru dalam bahasa Inggris. Tapi selain warna, kata blue juga dipakai sebagai kata yang mengekspresikan kesedihan. Kita mengenal sebuah genre musik bernama blues, yang nyatanya berasal dari curahan kepedihan para budak berkulit hitam yang dahulu dijadikan budak. Hidup yang penuh penderitaan, kerap mendapat siksaan dan sebagainya membuat mereka kemudian mencurahkan perasaan mereka ke dalam sebuah bentuk musik yang tadinya "asal", dan inilah kemudian yang menjelma sebagai musik blues. Musik sebagai sebuah medium ekspresi ternyata mampu menjadi tempat curahan hati dan perasaan kita. Kerap kali lewat lagu kita bisa bergembira, tertawa bahkan menangis mengeluarkan kesedihan yang ada dalam hati kita.

Sebuah hidup bukanlah hidup jika tidak ada kesedihan di dalamnya. Ada waktu-waktu dimana kita memang mengalami kepedihan, kita berduka, murung juga berkabung. Kesepian, rasa perih dalam hati, rasa kehilangan, semua itu akan membuat kita sulit untuk berbuat apa-apa. Rasa sakit itu bisa begitu menyiksa sehingga kita rasanya sulit untuk kembali hidup normal seperti sediakala. Tidak peduli siapapun kita, pada suatu ketika akan merasakan hal seperti ini, bahkan mungkin di kalangan teman-teman pun ada yang sedang merasakannya saat ini. Semua itu wajar kita alami pada suatu waktu, tapi kita tidak boleh sampai lupa bahwa kita tidak sendirian menjalaninya. Ada Tuhan yang begitu peduli akan kesedihan kita yang akan selalu siap menguatkan dan memulihkan luka-luka hati kita.

Nubuatan Yesaya yang sangat akurat mengenai Yesus tercatat lengkap di dalam alkitab. Dikatakan "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." (Yesaya 9:5). Itu berbagai "gelar" yang disematkan kepada Yesus jauh sebelum kedatanganNya turun ke dunia. We call him "the Wonderful Councelor, Mighty god, Everlasting Father (of Eternity) and Prince of Peace." Dan memang demikianlah Yesus itu. Tetapi kita juga harus ingat bahwa selain "gelar-gelar" tersebut, Yesus juga disebut sebagai Hamba Tuhan yang menderita atau "A Man of sorrows and acquainted with grief." Demikianlah judul perikop Yesaya 52:13-53:12. "Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:3-5). Yesus rela mengalami semuanya itu untuk menanggung penyakit-penyakit kita. Sakit penyakit, kelemahan, penderitaan dan kepedihan kita, kejahatan kita, semua Dia tanggung karena kasihNya yang begitu besar kepada kita. Oleh bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. Yesus tidak pernah dan tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian larut ke dalam kesedihan terus menerus. Dia ada, Dia peduli dan Dia siap, bahkan sudah menyembuhkan kita semua.

Tuhan Yesus sudah berjanji untuk memberi kelegaan terhadap kita semua yang berbeban berat. (Matius 11:28). Lewat bilur-bilurNya kita menjadi sembuh. (Yesaya 53:5). Dan jangan lupa pula bahwa Pemazmur sudah mengatakan sejak dahulu kala mengenai kepedulian Tuhan untuk menyembuhkan kita yang sedang mengalami kepedihan dan patah hati. "Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka" (Mazmur 147:3). Semua ini merupakan bukti nyata bahwa kita tidak sendirian dalam mengalami luka-luka hati. Tuhan ada bersama kita, dan Dia akan selalu mau untuk menyembuhkan dan membalut luka-luka kita dengan tanganNya sendiri.

Jika ada di antara teman-teman yang sedang mengalami sesuatu yang menyiksa perasaan atau mengalami penderitaan saat ini, ingatlah kepada Yesus. Jangan pernah lupa bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan kita, untuk menolong kita dan juga untuk menyembuhkan kita. Kesedihan dan berbagai luka hati lainnya suatu waktu akan kita alami, tetapi jangan biarkan perasaan itu terus menguasai diri anda. Serahkanlah semua kepada Yesus yang akan segera memberi kelegaan, menyembuhkan luka-luka itu dan menggantikannya dengan sukacita kembali.

Yesus memberi kelegaan, menyembuhkan dan memulihkan luka-luka kita

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 23, 2010

Mefiboset dan Daud (3) : God's Unconditional Love

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Samuel 9:3
=====================
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah."

God's unconditional love, mefiboset, daudBagaimana kita mengekspresikan kasih? Ada banyak cara tentunya. Dengan menunjukkan perhatian sepenuhnya, dengan memberi sekuntum bunga, cokelat atau hadiah-hadiah lain, dengan ucapan, pelukan, dan banyak lagi bentuk-bentuk espresi kasih yang bisa kita lakukan. Sulit bagi kita untuk bisa mentransfer perasaan secara langsung kepada orang lain, dan karenanya kita perlu berbagai bentuk ekspresi seperti di atas sebagai perantara untuk menyampaikan perasaan kasih sayang kita kepada seseorang. Manusia pada umumnya membutuhkan kasih untuk bisa hidup. To love and to be loved, mengasihi dan dikasihi, mencintai dan dicintai. Itu seringkali membuat kita lebih kuat dan tegar apabila kita miliki. Semua itu tentu baik. Tetapi kita seharusnya bisa meningkatkan satu langkah lagi lebih tinggi dengan adanya bentuk kasih yang sudah dicurahkan Tuhan ke dalam hati setiap kita lewat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam Roma 5:5. Mengasihi orang baik itu mudah. Tapi mampukah kita mengasihi seorang musuh? Mampukah kita untuk masih peduli bukan saja kepada dirinya, tetapi kepada keluarganya?

Dua hari kemarin kita sudah melihat sikap rendah diri Mefiboset dan sikap rendah hati penuh kasih yang ditunjukkan Daud. Hari ini mari kita lihat satu "Pribadi" lain yang disebutkan disana, yang bahkan mendasari kisah ini, yaitu Allah. Apa yang menggerakkan Daud untuk memikirkan kelangsungan keluarga Saul, orang yang telah menekan Daud selama bertahun-tahun; itupun jika masih ada yang hidup; adalah panggilannya untuk menyatakan kasih. Bukan sebentuk kasih biasa, tetapi sebuah kasih yang dikatakan Daud berasal dari Allah. Itulah yang ia nyatakan pada suatu hari. "Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Itulah yang mendorong Daud untuk memanggil Mefiboset, anak Yonatan dan cucu dari Saul untuk tinggal bersamanya dan makan sehidangan di meja yang sama. "Demikianlah Mefiboset diam di Yerusalem, sebab ia tetap makan sehidangan dengan raja. Adapun kedua kakinya timpang." (2 Samuel 9:13). Dalam bahasa Inggris kata sehidangan disebutkan dengan "ate continually at the king's table."

Duduk makan di meja yang sama. Bukankah itu yang ditunjukkan Yesus juga dengan duduk semeja bersama orang-orang yang dianggap berdosa, hina dan rendah seperti pemungut cukai? Dan bukankah pada saatnya nanti orang-orang yang selamat akan duduk semeja dalam perjamuan kawin Anak Domba? Kitab Wahyu tertulis: "Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah." (Wahyu 19:7,9). Kita manusia yang sangat kecil dan penuh dosa tapi dilayakkan untuk menerima anugerah sebesar itu? Itu bentuk kasih Allah yang sungguh besar. Tuhan sendiri bahkan rela turun ke dunia, mengambil rupa seorang hamba untuk menebus kita. Satu-satunya yang sanggup menggerakkan Tuhan untuk melakukan hal itu adalah kasih (Bacalah Yohanes 3:16).  The unconditional love, kasih yang tak terbatas.

Sebuah kasih yang dari Allah. Itulah yang membuat perbedaan. Itulah yang membuat Daud mau memikirkan nasib keluarga yang ditinggalkan dengan tewasnya Saul dan Yonatan dalam peperangan. Itulah sebuah kasih yang berbeda dengan kasih yang pada umumnya kita jumpai di dunia. Sebuah kasih Allah yang "unconditional", yang berlaku bahkan kepada orang yang sudah berlaku begitu jahat sekalipun. Tuhan sendiri menunjukkan belas kasihNya yang luar biasa kepada kita justru ketika kita masih berdosa. Ketika seharusnya kebinasaan yang layak kita terima, Tuhan menggantikannya dengan keselamatan. Jika kita yang penuh dosa saja mau Tuhan ampuni dan kasihi, mengapa kita tidak bisa melakukannya kepada orang-orang yang bersalah kepada kita? Seharusnya kita bisa. Firman Tuhan berkata "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19). Apalagi Yesus sudah memberi contoh langsung bagaimana seharusnya bentuk kasih itu diaplikasikan dalam kehidupan. Setelah mengalami ketidakadilan, penyiksaan hingga tergantung di atas kayu salib pun Yesus masih sanggup memanjatkan doa meminta pengampunan kepada para penyiksanya. (Lukas 23:34).

Yesus besabda: "Aku memberikan perintah  baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Inilah sebuah tingkatan lebih tinggi dari kasih yang biasanya kita ketahui dan jumpai di dunia ini. Sebuah kasih yang berlaku bahkan bagi musuh sekalipun. Bukan hanya mengasihi, tapi kita pun harus berdoa bagi mereka yang telah menganiaya kita (Matius 5:43-44), seperti yang telah dicontohkan Yesus sendiri. Paulus pun kemudian mengingatkan hal yang sama kepada kita. "dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2).

Ketika kita sudah menerima kasih yang dari Allah, yang berasal dari hati Bapa, sudahkah kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita? Adalah mudah untuk mengasihi orang yang baik kepada kita, mengasihi orang yang kita cintai, tetapi sanggupkah kita untuk tetap mengasihi dan mendoakan orang-orang yang membenci kita? Maukah kita peduli kepada mereka dan keluarganya? Bersediakah kita tetap membantu dan bersikap baik dengan penuh kasih meski kita diperlakukan tidak adil atau bahkan disakiti? Jika kita melihat ke dalam dan menemukan kasih Bapa yang dicurahkan oleh Roh Kudus seharusnya kita bisa. Inilah yang akan bisa membuat perbedaan antara kasih yang dimiliki anak-anak Tuhan dengan kasih yang dimiliki dunia. Apa yang dilakukan Daud hendaklah menjadi teladan bagi kita untuk tidak mendendam kepada siapapun, apalagi dendam turun temurun terhadap keturunan mereka. Tidak mudah memang, tetapi kuasa Roh Kudus akan memampukan kita agar bisa melakukannya. Untuk apa Daud peduli mencari keturunan Saul? Tidak lain untuk menyatakan kasih yang dari Allah yang ada pada dirinya. Hari ini mari temukan kasih itu di dalam hati kita, dan hidupilah dengan mengaplikasikannya langsung dalam hidup kita. Siapa orang yang sedang menyakiti anda hari ini? Ampunilah, doakanlah mereka dan tetaplah kasihi. Itulah yang menjadi kehendak Tuhan bagi kita semua.

Mengasihi orang baik itu mudah, tapi mampukah kita mengasihi orang yang jahat pada kita?

Sunday, August 22, 2010

Mefiboset dan Daud (2): Tidak Dendam

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Samuel 9:1
======================
"Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan."

tidak dendam, daud, mefibosetApa yang kita lakukan ketika melihat musuh kita jatuh? Sebagian besar orang akan bersorak riang. Mengapa tidak, bukankah dia sudah menyakiti kita? Sebagian orang malah akan terus mengutuki atau mendoakan yang jelek-jelek terhadap musuhnya. Ini sebuah perilaku yang sudah menjadi hal yang umum di mata dunia, di mana anak-anak Tuhan sekalipun sering terjebak pada masalah yang sama. Rasa sakit hati akan sangat mudah mengarahkan kita kepada dendam, sehingga kita akan merasa sangat senang apabila musuh kita jatuh tanpa kita harus bersusah payah melakukan sesuatu.

Menyambung sekelumit kisah perjumpaan antara Daud dan anak Yonatan, cucu Saul bernama Mefiboset kemarin, hari ini mari kita lihat sisi lain dari peristiwa itu. Jika kemarin kita fokus kepada Mefiboset dan rasa rendah diri yang akhirnya merugikan dirinya, hari ini mari kita fokus kepada sikap Daud setelah kematian Saul di medan perang. Daud kini menjadi seorang raja yang bertahta atas Israel. Saul yang begitu membencinya dan sudah membuat hidupnya sulit dalam waktu yang cukup panjang telah tewas. Bukankah ini sebuah kemenangan besar yang seharusnya dirayakan? Kita mungkin berpikir demikian, tetapi Daud tidak. Apa yang dilakukan Daud justru sebaliknya, sungguh mengherankan.

Pada suatu kali setelah Daud menjabat sebagai raja, ia teringat akan nasib keluarga Saul. "Berkatalah Daud: "Masih adakah orang yang tinggal dari keluarga Saul? Maka aku akan menunjukkan kasihku kepadanya oleh karena Yonatan." (2 Samuel 9:1). Ia pun segera memanggil hambanya bernama Ziba.
"Kemudian berkatalah raja: "Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (2 Samuel 9:3a). Lihat kata-kata Daud ini. Ia memikirkan keluarga Saul yang sekiranya masih ada yang hidup. Bukan untuk membantai mereka hingga tuntas, tetapi justru untuk menyatakan kasih, sebuah kasih yang hidup di dalam dirinya yang berasal dari Allah. Jika kita mundur ke belakang, kita pun akan menemukan ada saat dimana Daud punya kesempatan untuk membunuh Saul dari belakang. Dalam 1 Samuel 24:1-23 kita membaca kisah itu. Daud pada saat itu tengah dikejar-kejar oleh Saul dan 3000 prajurit untuk dibunuh. Ia pun lari bersembunyi ke padang gurun. Ternyata ketika ia masuk ke dalam sebuah gua, Saul tengah berada disana dengan posisi membelakanginya. Pada saat itu sebuah kesempatan emas terbuka bagi Daud. Tidak hanya dia, para anak buahnya pun berpikiran demikian. Tapi Daud punya sikap hati yang berbeda. Meski ia bisa melakukannya, ia memutuskan untuk tidak memanfaatkan kesempatan. Daud lebih memilih untuk dikuasai kasih dari Allah ketimbang memanfaatkan situasi. "Lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: "Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN." (1 Samuel 24:7).Tidak hanya itu, Daud pun melarang anak buahnya untuk menyerang Saul. (ay 8).

Sebuah sikap hati seperti ini sungguh langka kita temui hari ini. Jika Mefiboset memilih untuk bersikap rendah diri, Daud memilih untuk menghidupi sikap rendah hati dengan kasih yang dari Allah. Ia setia terhadap sahabatnya, Yonatan anak Saul. Ia tetap mengingatnya meski ayah Yonatan, Saul begitu jahat terhadapnya. Selanjutnya Daud pun mengamalkan sikap hati yang dipenuhi kasih secara langsung lewat perbuatan nyata. Menghadapi musuh, Tuhan menyatakan bahwa kita tidak boleh membenci mereka. Bahkan seharusnya kita mengasihi dan mendoakan mereka. Yesus berkata "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Matius 5:43-44). Bersorak ketika mereka jatuh? Apalagi itu, tentu tidak boleh. Sebab firman Tuhan sudah mengingatkan kita agar "Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok" (Amsal 24:17).

Seorang penulis bernama Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Membalas kebaikan dengan kejahatan itu merupakan sikap iblis, membalas kebaikan dengan kebaikan itu manusiawi, tetapi membalas kejahatan  dengan kasih merupakan sebuah sikap moral yang sempurna seperti sifat Ilahi. Daud memilih untuk mengingat keluarga Saul yang pasti hancur karena ditinggalkan dengan kehancuran total seperti itu. Mefiboset yang cacat dan terbuang pun ia panggil untuk tinggal bersamanya bahkan diberi hak untuk makan satu meja dengannya. Mengapa ia melakukan hal itu? Sekali lagi, karena Daud "hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah." (ay 2a). Orang yang mendendam artinya sama dengan tidak mengenal Allah. Firman Tuhan berkata "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8). Dan kasih seperti ini adalah kasih tanpa pamrih yang akan diberikan kepada siapapun, termasuk kepada musuh yang sudah berlaku sangat jahat kepada kita. Tidak ada alasan bagi kita untuk menolak memberikan bentuk kasih seperti ini, karena sesungguhnya kasih dari Allah ini sudah dicurahkan kepada kita lewat Roh Kudus. Kita bisa melihatnya lewat kitab Roma: "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5). Dunia boleh saja menghalalkan balas dendam, tetapi tidak bagi kehidupan kekristenan. Sekarang pertanyaannya, apakah kita memilih untuk memakai kasih Allah itu dalam kehidupan kita secara nyata atau kita menolaknya dengan terus memelihara dendam dan merasa senang ketika musuh kita terjatuh? Daud memilih untuk menghidupi kasih Allah secara nyata dalam kehidupannya. Ia ternyata memiliki pengenalan yang baik akan Allah. Bagaimana dengan kita saat ini? Maukah kita meniru sikap hati Daud atau kita masih lebih senang memupuk kebencian dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan pembalasan?

Nyatakanlah kasih yang dari Allah kepada siapapun termasuk kepada musuh kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Saturday, August 21, 2010

Mefiboset dan Daud (1): Rendah Diri

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 2 Samuel 9:8
====================
"Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?"

rendah diri, daud, mefibosetSemakin lama berjalan dalam hidup semakin sadar pula saya bahwa rasa rendah diri atau minder berlebihan kerap menggagalkan rencana-rencana besar dalam hidup kita. Saya pernah mengalaminya dahulu, dan sekarang sering bertemu dengan orang-orang seperti ini. Betapa seringnya kita mendengar kalimat-kalimat seperti "ah, saya cuma tamatan SD, bisa apa?", "Saya cuma orang kecil, bagaimana mungkin saya bisa sukses?", "I'm a loser.." dan sebagainya. Padahal Tuhan tidak merancang manusia asal-asalan tanpa rencana yang indah. Itu sering dilupakan orang dan mereka lebih memilih untuk tenggelam ke dalam kekurangan-kekurangan mereka ketimbang memaksimalkan potensi-potensi mereka miliki. Apa yang membuat mereka gagal sebenarnya bukanlah kekurangan mereka, tetapi justru rasa rendah diri yang berlebihan itu. Ada banyak orang cacat yang kemudian tampil mencengangkan kita lewat buah karya mereka. Rendah diri bukannya membantu, tetapi malah akan merugikan diri kita sendiri.

Sebuah contoh orang yang diselimuti rasa rendah diri berlebihan adalah Mefiboset. Mefiboset adalah anak Yonatan, cucu dari Saul yang pernah menjabat raja Israel. Serangkaian peristiwa dan keadaan membuatnya menjadi pribadi yang rendah diri. Ayahnya dan kakeknya kalah dalam perang dan mati terbunuh dengan mengenaskan. Jika itu belum cukup, ia pun dikatakan cacat kakinya. Kitab 2 Samuel mencatat hal ini. "Yonatan, anak Saul, mempunyai seorang anak laki-laki, yang cacat kakinya. Ia berumur lima tahun, ketika datang kabar tentang Saul dan Yonatan dari Yizreel. Inang pengasuhnya mengangkat dia pada waktu itu, lalu lari, tetapi karena terburu-buru larinya, anak itu jatuh dan menjadi timpang. Ia bernama Mefiboset." (2 Samuel 4:4). Berulang-ulang pula kita melihat sebutan cacat ini ditujukan untuk Mefiboset. Ia pun kemudian diasingkan di sebuah tempat tandus, Lodebar. Akibatnya ia merasa dirinya begitu rendah. Ketika pada suatu kali Daud mencari keturunan Saul untuk dipulihkan hak-hak hidupnya berdasarkan kasih dari Allah, maka ia pun diberitahu bahwa ada anak Yonathan yang masih hidup. (9:3). Daud pun segera menyuruh Mefiboset untuk datang menghadapnya. Ketika Mefiboset menghadap, "Kemudian berkatalah Daud kepadanya: "Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku." (ay 7). Ini cerminan kasih Allah yang tak terbatas oleh status, situasi, masa lalu dan sebagainya. Tetapi lihatlah bagaimana rasa rendah diri Mefiboset dari jawabannya. "Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: "Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?" (ay 8). Ia merasa begitu rendah tak berharga hingga harga dirinya seperti sama dengan seekor anjing mati. Daud sudah berusaha memulihkan harga dirinya. Bahkan Mefiboset diundang untuk duduk semeja dan sehidangan dengan Daud, sang raja. Namun tetap saja ia tidak kunjung mau keluar dari perasaan rendah dirinya itu.

Beberapa waktu kemudian dalam 2 Samuel 19:24-30 kita bisa melihat bahwa Mefiboset tidak juga memulihkan citra dirinya meski ia sudah mendapat kasih Allah lewat diri Daud. "Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat." (ay 24). Perhatikan ia membiarkan dirinya dalam keadaan kumal, tidak terawat. Ia bahkan tidak merasa pantas untuk tampil baik, di hadapan raja sekalipun. Ketika Daud kemudian memutuskan untuk memberikan ladang yang tadinya milik Saul untuk dibagi dua antara Mefiboset dan Ziba, hamba Daud, kembali Mefiboset menunjukkan sikap rendah dirinya. "Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: "Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat." (ay 30). Pada akhirnya Mefiboset tidak mendapatkan apa-apa. Dan semua itu karena ia tidak kunjung menyadari citra dirinya yang benar . Mefiboset sebenarnya telah mendapatkan banyak kesempatan untuk dipulihkan, Kasih Tuhan berulang kali menghampirinya namun ia memilih untuk lebih memupuk rasa rendah dirinya ketimbang menerima kasih Tuhan.  Rasa rendah diri telah memerangkapnya sedemikian rupa sehingga ia tidak mendapatkan apapun sama sekali.

Perhatikanlah, bukankah kita sering membuang-buang kesempatan terus menerus seperti Mefiboset? Ketika rasa rendah diri muncul berlebihan tidak pada tempatnya maka kita pun akan kehilangan peluang untuk bisa bangkit dan berhasil. Karena itu kita tidak boleh membiarkan hal ini menghantui kita sepanjang hidup. Tidak ada manusia yang sempurna, semua kita memiliki kekurangan sendiri. Tetapi jangan lupa bahwa kita pun memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri pula. Siapapun kita hari ini, bagaimanapun kita dianggap di mata manusia, bagi Tuhan kita tetaplah karya ciptaanNya yang terindah. Kita dikatakan dibuat sesuai gambar dan rupaNya sendiri (Kejadian 1:26), dikatakan ditenun langsung oleh Tuhan dalam kandungan (Mazmur 139:13) dan dilukiskan pada telapak tangan Tuhan, berada di ruang mataNya (Yesaya 49:16). Artinya, Tuhan menciptakan kita dengan baik, ada rencanaNya yang indah bagi kita, dan kita pun tetap berada dalam lindunganNya. Jika demikian, mengapa kita harus rendah diri?

Hendaklah kita belajar dari sikap salah Mefiboset menyikapi keadaan dan kekurangan dirinya. Jangan fokus kepada kelemahan atau kekurangan anda. Don't let it overcome you. Sebaliknya, cari tahu segala kelebihan yang ada pada diri anda dan maksimalkanlah itu. Tuhan telah menciptakan kita dengan sangat baik, ada rencana indah dibalik tujuan penciptaanNya atas kita dan untuk itu Dia telah melengkapi kita dengan keistimewaan tersendiri. Ada banyak kegagalan dalam hidup ini maupun kegagalan dalam menggenapi rencana indah Tuhan yang bisa muncul dari rasa rendah diri. Oleh karena itu hendaklah kita belajar dari pengalaman Mefiboset agar tidak terulang pada kita.

Rasa rendah diri menghalangi rencana Tuhan untuk terjadi dalam diri kita

Follow us on Twitter: http://twitter.com/dailyrho

Friday, August 20, 2010

Firman dalam Lagu

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Kolose 3:16
===================
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu."

firman dalam lagu"Open the Eyes of My Heart" adalah sebuah lagu rohani yang sudah sangat terkenal. Ada banyak penyanyi yang sudah membawakan lagu ini diantaranya Hillsong United dan Michael W Smith. LAgu ini ditulis oleh Paul Baloche yang terinspirasi dari doa rasul Paulus buat jemaat Efesus agar mata hati mereka dibuat Tuhan menjadi terang. "Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus.." (Efesus 1:8). "Sesungguhnya ini kerinduan hati kita semua.." kata Paul pada suatu kali. "Saya sudah lama mengikut Tuhan tapi itu tidak pernah cukup. Saya ingin mengenalNya. saya ingin melihat Tuhan. Saya ingin bangun setiap pagi dengan merasakan kehadiranNya dalam hidup saya. Saya ingin melihat KerajaanNya hadir di dunia, hingga saya bisa menjadi bagian dari KerajaanNya dan bisa melakukan sesuatu untukNya." Itulah kerinduan Paul, dan berasal dari ayat Efesus 1:8 itu kemudian lagu "Open the Eyes of My Heart" ia tulis dan menjadi terkenal di seluruh dunia.

Lagu rohani, lagu pujian dan penyembahan tentu tidak asing lagi bagi kita. Ditengah-tengah hiruk pikuk dunia dipenuhi lagu-lagu yang mengajarkan banyak hal yang tidak benar seperti perselingkuhan, pemutusan hubungan, putus asa dan hal-hal buruk lainnya, lagu-lagu rohani seperti misalnya karya Paul di atas-lah yang bisa membawa berkat bagi kita. Lagu-lagu rohani tidak jarang sanggup memberi kekuatan, penghiburan atau menggantikan kegelisahan dan kesedihan dengan perasaan damai dan sukacita. Ada banyak pula lagu-lagu rohani dalam bahasa Indonesia yang langsung mengambil firman Tuhan dari alkitab, seperti misalnya "Seperti Rusa" (Mazmur 42:1), "Ujilah Aku Tuhan" (Mazmur 139:23), "Tuhan adalah Gembalaku" (Mazmur 23), "Sejauh Timur dari Barat" (Mazmur 103:12) dan lain-lain. Mengapa saya menyinggung lagu-lagu yang menyitir Firman Tuhan ini? Karena hari ini saya menangkap sebuah pesan penting lewat kehadiran lagu-lagu rohani yang akan sangat berguna bagi kita untuk menghadapi hidup yang terus semakin sulit.

Ketika sebagian dari kita memiliki kesulitan untuk mengingat atau menghafal firman Tuhan, sesuatu dari otak kita ternyata bisa membuat kita lebih mudah untuk menghafal lirik dari sebuah lagu. Bukankah demikian adanya? Kita sulit untuk menghafal pelajaran, tetapi sangat mudah untuk menghafal lirik lagu yang panjang sekalipun. Dan lagu-lagu yang langsung mengambil ayat-ayat alkitab ini akan sangat membantu kita untuk menerima firman Tuhan. Jadi lagu-lagu seperti ini akan memiliki keuntungan ganda. Di satu sisi firman Tuhan akan masuk ke dalam ingatan kita dan tentu saja tertanam dalam hati kita, di sisi lain kita akan memuliakan Tuhan langsung lewat bibir dan lidah kita dengan menyanyikannya.

Betapa pentingnya bagi kita untuk terus mengisi diri kita dengan firman Tuhan dalam menghadapi hari-hari mendekati akhir zaman. Dalam surat Paulus kepada Timotius ia sudah mengingatkan akan datangnya masa sukar pada hari-hari terakhir ini. (2 Timotius 3:1). Ini adalah masa dimana "manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (ay 2-4). Ini adalah masa dimana orang secara lahiriah akan terlihat seperti menjalankan ibadah, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. (ay 5). Di akhir zaman seperti ini akan ada banyak orang berdosa "yang walaupun selalu ingin diajar,tetapi tidak pernah dapat mengenal kebenaran" (ay 7). Alangkah riskannya untuk berada dalam keadaan seperti ini apabila kita dalam keadaan kering dan lemah. Karena itulah kita perlu membekali diri kita terus menerus dengan kebenaran firman Tuhan agar kita tidak ikut-ikutan terseret ke dalam berbagai bentuk penyesatan yang akan membinasakan kita. 

Di saat dunia dibombardir oleh berbagai ajaran menyesatkan yang dikemas dalam berbagai bentuk yang menyenangkan, seperti bentuk syair lagu misalnya, sungguh penting bagi kita untuk menguatkan diri kita agar tidak terseret ke dalamnya. Menyanyikan lagu-lagu pujian dan penyembahan tentu berperan sangat penting dalam hal ini. Ingatlah bahwa Tuhan bersemayam (dwell) di atas puji-pujian kita. (Mazmur 22:4). Dan Paulus pun berkata "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." (Kolose 3:16). Kekayaan Kristus hendaknya meresap ke dalam hati kita, salah satunya lewat bermazmur, menyanyikan puji-pujian dan lagu-lagu rohani.

Jika anda termasuk orang yang sulit menghafal dan suka bernyanyi, mengapa tidak mencobanya? Tidak peduli bagaimana suara anda, bervibrasi atau fals sekalipun, selama dinyanyikan dengan sungguh hati semua itu akan terdengar bagai alunan melodi indah di telinga Tuhan. Dan firman-firmanNya akan tertanam dalam hati kita, yang mampu menguatkan, meneguhkan, menghibur dan membawa berkat bagi kita, sekaligus menjadi kesempatan buat kita untuk memperkatakan firman. Ingatlah Tuhan berkata "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Let's sing God's verses today!

Membekali diri itu penting, dan betapa menyenangkannya melakukan itu lewat pujian dan penyembahan

Thursday, August 19, 2010

Semut dan Secangkir Kopi

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 6:6
===================
"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak"

semut dan secangkir kopiKetika menulis renungan kemarin saya ditemani secangkir kopi hangat yang saya letakkan di lantai. Karena keasikan menulis kopi menjadi lupa saya nikmati. Dan ketika saya teringat akan kopi itu, saya pun melihat ternyata cangkir kopi itu sudah dirubungi semut. Saya pun segera memindahkannya ke atas. Satu kali angkut bagi saya, tetapi pasti menjadi sangat merepotkan bagi semut-semut itu untuk kembali mendatangi cangkir. Bayangkan tadinya sudah tepat di depan mata, tapi sekarang berpindah jauh ke atas. Tetapi semut-semut itu ternyata tidak putus asa. Perhatian saya pun kemudian beralih memperhatikan perilaku semut-semut itu. Sebuah perjalanan panjang dari lantai, ke terali pun mereka jalani untuk bisa kembali mencapai gelas. Benar-benar usaha yang luar biasa. Saya pun tertegun.. betapa hebatnya usaha semut-semut ini. Saya berpikir, alangkah baiknya seandainya kita bisa memiliki sedikit saja dari ketekunan dan kegigihan semut ini. Tidak bersungut-sungut, tidak mengeluh dalam menghadapi problema hidup, tetapi terus berjuang dengan semangat yang tidak mudah patah.

Etos kerja seperti semut itu sudah menjadi perhatian sejak dahulu kala. Lihatlah bagaimana Salomo mengingatkan kita untuk mengikuti sikap semut, hewan yang ukurannya jauh lebih kecil dari kita. Hewan yang lemah, yang bahkan sekali pencet saja sudah tamat riwayatnya. Salomo memakai semut untuk sindiran kepada orang-orang malas. Katanya: "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (Amsal 6:6). Seperti apa semut itu? "biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen." (ay 7-8). Semut adalah hewan rajin, giat dan gigih dengan etos kerjasama yang luar biasa. Semut sanggup mengangkat beban yang jauh lebih berat dari beratnya sendiri, jika tidak mampu mereka akan bekerjasama agar beban itu sanggup diangkut. Lebih dari itu, seperti contoh secangkir kopi di atas, semut menunjukkan semangat pantang mundur, tidak gampang patah semangat dan tidak mudah menyerah. Alangkah baiknya jika kita mau belajar dari semut demi kebaikan kita.

Masih dalam Amsal, Agur bin Yake pun menyinggung soal kerajinan semut ini. "Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas." (Amsal 20:25). Semut, menurut Agur merupakan satu dari empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi sangatlah bijaksana. Sangat lemah, sangat kecil, tetapi sangat rajin dan sangat kuat kerjasamanya. Betapa malunya kita manusia yang berukuran jauh lebih besar dan lebih kuat cuma bisa mengeluh tanpa berusaha maksimal. Betapa rapuhnya kita yang terlalu cepat putus asa sebelum mengeluarkan kemampuan terbaik, tanpa memaksimalkan segala talenta yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita, terutama tanpa mengandalkan atau percaya kepada Tuhan.

Tuhan tidak suka kepada orang malas. Lihatlah satu lagi ayat dalam kitab Amsal berikut: "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan." (Amsal 13:4). Tuhan bisa memberikan segalanya dengan instan, tetapi apakah itu mendidik buat kita? Apakah itu baik buat perkembangan mental kita terutama pertumbuhan rohani kita? Tuhan berkenan kepada orang-orang yang rajin, yang tidak mengisi hidupnya hanya dengan mengeluh, tetapi mau mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk berjuang. Hal seperti itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan. Itulah sebabnya kita harus belajar dari sikap seekor semut. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk serius mengerjakan segala sesuatu. Firman Tuhan menginginkan kita untuk terus bekerja dengan rajin, memastikan roh kita tetap bernyala-nyala meski dalam situasi seperti apapun. "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Seperti itulah bunyi firman Tuhan yang seharusnya kita ingat baik-baik. Dalam keadaan apapun, tetaplah bersemangat, jangan pernah padamkan roh, dan muliakanlah Tuhan lewat segala sesuatu yang kita kerjakan. Dimana posisi kita saat ini? Sudahkah kita memiliki kerajinan dan kegigihan serta kekompakan seperti semut? Jika belum, tidak ada salahnya untuk belajar dari hewan kecil ini sekarang juga.

Ada banyak hal yang bisa diteladani dari seekor semut

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Wednesday, August 18, 2010

Ketaatan Prajurit

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 8:9
=======================
"Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."

ketaatan prajuritSeperti apa sih prajurit yang dikatakan terbaik itu? Itu sebuah pertanyaan yang saya berikan ketika pada suatu ketika saya berbincang-bincang santai dengan seorang perwira. Apakah seperti yang kita lihat di film-film, berani mati, jagoan dan tidak terkalahkan di medan pertempuran, tetap gagah berani bertempur meski terluka parah? Apakah prajurit terbaik itu adalah prajurit yang paling hebat mengetahui strategi perang, yang menguasai senjata paling banyak? Tetapi ternyata bukan itu. Menurut tentara yang menjadi teman ngobrol saya itu, seorang prajurit terbaik dilihat bukan dari heroik atau kehandalannya tetapi dari ketaatan mereka terhadap perintah atau instruksi komandannya. Semua yang saya sebutkan tadi jelas baik, tetapi lebih dari itu semua kepatuhan atau ketaatan mengikuti atasan sesuai garis komando, itulah yang terbaik. Artinya mereka harus patuh ketika disuruh berperang hingga titik darah penghabisan, sebaliknya mereka harus taat untuk mundur dari pertempuran jika itu yang menjadi instruksi komandannya. Ketaatan tanpa banyak tanya, tanpa protes, tanpa berbantah, itu menunjukkan kualitas terbaik dari seorang prajurit.

Sejauh mana seorang prajurit mentaati perintah komandannya, tanpa banyak tanya, itulah yang menunjukkan kualitas mereka. Bayangkan apabila mereka seenaknya menyerang tanpa mengikuti perintah. Bisa jadi itu tindakan yang mungkin dianggap baik oleh sang prajurit, tapi itu tidak benar karena tidak mentaati komandannya. Tidak jarang pula prajurit yang bertindak hanya mengikuti kehendak dirinya seperti ini bisa berakibat fatal menggagalkan seluruh strategi yang sudah dirancang sebelumnya. Kehidupan Kekristenan juga seharusnya mengacu kepada bentuk ketaatan prajurit seperti ini.

Mari kita lihat apa yang terjadi ketika seorang perwira Roma mendatangi Yesus untuk memohon sesuatu. Ia memiliki keperluan menjumpai Yesus karena salah seorang hambanya tengah mengalami penderitaan akibat sakit lumpuh. Yesus pun setuju untuk menyembuhkan hamba itu dan bermaksud untuk segera ikut menuju rumah sang perwira. Ternyata si perwira menolak. "Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." (Matius 8:8). Ia kemudian melanjutkan: "Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." (ay 9). Si perwira tahu dimana posisinya. Tidak peduli setinggi apapun pangkat atau jabatannya, ia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan Yesus, Raja di atas segala raja. Maka ia memutuskan untuk taat sepenuhnya kepada Yesus. Sepatah kata sajapun dari Yesus akan sanggup menyembuhkan hambanya. Ia sadar sepenuhnya akan hal itu. Ia tidak akan banyak tanya atau meragukan hal itu sama sekali. Dan Yesus pun kagum akan ketaatan total yang berdasarkan iman besar sang perwira itu. "Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel." (ay 10). Dan yang terjadi adalah tepat seperti apa yang dipercaya oleh si perwira. Ketaatannya membuahkan kesembuhan bagi sang hamba saat itu juga.

Seringkali kita meragukan kepedulian Tuhan ketika kita berada dalam kesesakan. Kita kerap sulit untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam hal biasa-biasa saja kita bisa lebih mementingkan keduniawian ketimbang taat terhadap kehendak Tuhan. Kita merasa bahwa perintah-perintah Tuhan seolah mengekang kebebasan kita, seolah-olah kita tidak boleh bersenang-senang seperti orang dunia lainnya. Jika dalam keadaan baik saja kita sudah sulit taat, apalagi ketika beban sedang memberati kita. Keraguan bisa menyeruak, ketidaksabaran bisa menguasai kita sehingga kita memilih untuk melakukan banyak hal yang kita kira baik, padahal itu tidaklah sejalan dengan firman Tuhan. Kita pikir baik menurut pendapat kita, padahal belum tentu benar menurut Tuhan. Betapa seringnya kita bertindak seperti prajurit jagoan, mengira kita bisa sesuka hati melakukan segala sesuatu hanya berdasarkan pikiran kita dan melupakan bahwa kita sesungguhnya memiliki "Atasan" yang seharusya kita taati sepenuhnya. Kita sering dibutakan oleh hal-hal yang kita anggap baik, padahal itu tidak sesuai dengan perintah Tuhan, sehingga akhirnya kita terjebak melakukan sesuatu yang tidak benar.

Setiap pelanggaran dan ketidaktaatan pada saatnya akan mendapat balasan yang setimpal. (IBrani 2:2). Bahkan lebih dari itu, dikatakan pula bahwa ketidaktaatan akan membuat murka Tuhan jatuh atas kita. "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36). Karena itulah kita selalu diingatkan untuk menjadi anak-anak Tuhan yang taat. "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2) Ketaatan penuh merupakan harga mati dalam prinsip kehidupan kekristenan. Bukankah Yesus sendiri sudah menunjukkan bentuk ketaatan penuh ini dalam menjalankan karya penebusanNya untuk kita? "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:8) Inilah yang seharusnya kita teladani sebagai cerminan seperti apa ketaatan kita seharusnya kepada Tuhan. Ketaatan penuh tanpa banyak tanya seperti ketaatan prajurit kepada komandannya, itulah yang seharusnya menjadi bentuk ketaatan kita kepada Tuhan. Sebuah penyerahan total, penundukan diri yang mutlak, kepatuhan yang dilandasi oleh iman yang percaya sepenuhnya kepada kehendak Tuhan atas diri kita seharusnya mewarnai hidup setiap umat Kristen. Dalam keadaan apapun bentuk ketaatan layaknya prajurit seperti ini sudah selayaknya menjadi prinsip kita. Hari ini marilah kita mulai menyatakan komitmen sungguh-sungguh untuk taat sepenuhnya kepada Tuhan.


"Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu." (1 Petrus 1:14)

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Tuesday, August 17, 2010

Great is the Lord

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 96:4
====================
"Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah."

great is the LordJika saya menyebut nama "The Red Devil" apa yang muncul di benak anda? Bagi penggemar bola mereka akan segera ingat kepada sebuah tim sepak bola dari Inggris yang memiliki fans jutaan orang di seluruh dunia, yaitu Manchester United. Rasanya semua klub sepak bola di seluruh dunia memiliki julukannya tersendiri. Bahkan orang pun sering mendapat julukan tersendiri. Biasanya julukan akan muncul dari sebentuk kasih sayang dari orang lain atau juga bukti kedekatan antara satu dengan lainnya. Disamping itu julukan biasanya juga mengacu kepada pengenalan seseorang akan diri kita, bagaimana orang menilai diri kita atau apa yang menonjol dari kita di mata orang lain. Dari nama julukan ini kita bisa mengetahui sifat seseorang, karakternya, apa yang istimewa dari mereka atau dari mana mereka berasal.

Pernahkah kita merenungkan sebesar apa Tuhan itu? Apa saja sebutan yang bisa kita utarakan untuk menggambarkan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya? Pemazmur tampak jelas memiliki kedekatan, hubungan yang sangat erat dengan Tuhan. Ada begitu banyak sebutan yang menggambarkan atau mendeskripsikan kehebatan Tuhan dalam kitab Mazmur. Jika anda membaca Mazmur 1 sampai 48 saja anda sudah menemukan begitu banyak gambaran dahsyatnya Tuhan dalam berbagai sebutan. Mari kita lihat apa saja sebutan yang menggambarkan berbagai sifat Tuhan beserta kehebatannya dari sepertiga kitab Mazmur itu.

Tuhan adalah perisai yang melindungi aku (3:4), yang membiarkan aku diam dengan aman (the source of safety) (4:98), Rajaku dan Allahku (5:3), Hakim (7:9. 9-9), Yang Maha Tinggi (The Most High) (7:18), tempat perlindungan (our refuge and high tower, a stronghold) (9:10), penolong anak yatim (the helper of the fatherless) (10:14), Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya (10:16), adil (11:7).

Tuhan adalah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku (my Rock, my Fortress and my Deliverer) (18:3, 31:3-4), sandaranku (my stay and support) (18:19), Penebusku (my Redeemer) (19:15). Tuhan adalah gembalaku (23:1), Raja Kemuliaan (24:7), Maha Kuasa (the Lord of hosts) (24:10), Penyelamat (25:5), terangku dan keselamatanku (27:1), gunung batuku (28:1), kekuatanku dan perisaiku (28:7), benteng pertahanan (28:8). Tuhan adalah Allah yang mulia (29:3), Allah yang setia (31:6), Allah yang hidup (42:3), penolong dalam kesesakan (46:2), Mahatinggi dan dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi  (47:3).

"Great is the Lord and highly to be praised in the city of our God.. Besarlah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita!" begitulah yang disebutkan dalam Mazmur 48:1. Dalam Mazmur 96:4 kita bisa membaca seruan Daud: "Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah" yang juga terdapat dalam 1 Tawarikh 16:25. Ada begitu banyak kebesaran dan kemuliaan Tuhan yang menggambarkan pribadi Allah kita yang dahsyatnya luar biasa. Tidak akan ada habisnya untuk kita renungkan.

Mengacu kepada "sedikit" dari sekian banyak gambaran Allah yang tercatat kekal di dalam alkitab, sudahkah kita memakai waktu kita secara khusus untuk memuji dan menyembahNya? Sudahkah kita bersyukur dengan memiliki Tuhan yang berkuasa di atas segalanya? Lihatlah ada begitu banyak dasar atau alasan bagi kita untuk memuji Tuhan. Karena itu mari kita sama-sama  mencari Dia hari ini untuk mengucap syukur atas segala kebaikanNya kepada kita. Great is the Lord, and greatly to be praised!

Tidak akan pernah ada kata cukup untuk memuji Tuhan

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Monday, August 16, 2010

Penyingkapan Tuhan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 16:17
====================
"Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga."

penyingkapan TuhanBetapa hausnya manusia akan pendidikan. Kita dilahirkan bagai kertas kosong, dan semua orang akan berusaha untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Para orang tua akan selalu berupaya untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya. Dan hidup ini pun merupakan sebuah perjalanan yang seharusnya diisi dengan proses pembelajaran. Selama hidup seharusnya kita tidak berhenti belajar. Itu adalah sebuah kata bijak yang tentu sudah sering kita dengar. Dari luar, kita serap ke dalam, sehingga kita terus mengisi diri kita dengan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin. Itulah jenis pengetahuan yang diketahui kebanyakan orang. Tetapi apakah hanya itu? Sesungguhnya tidak. Dalam Kerajaan Allah ada sebuah jenis pengetahuan lain. Bentuknya bukan seperti ilmu pengetahuan yang biasa kita pelajari, yang diperoleh dari luar ke dalam, melainkan dari dalam ke luar. Inilah apa yang disebut dengan pengetahuan singkapan atau revelation knowledge.

Mari kita lihat ketika Yesus menyinggung hal ini pada suatu kali kepada murid-muridNya. "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (Matius 16:15). Di antara para murid, Petruslah kemudian yang menjawab dengan singkat dan tegas: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (ay 16). Mendengar jawaban Petrus, "Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga." (ay 17). Dengan kata lain, Yesus mengatakan bahwa apa yang dikatakan Petrus bukanlah bearsal dari pengetahuan melalui indra jasmaninya, bukan melalui pelajaran-pelajaran yang ia peroleh di sekolah atau lainnya, tetapi ia menerimanya langsung dari Bapa. Ini adalah sebuah bentuk penyingkapan yang berasal dari Bapa, dari dalam ke luar.

Singkapan-singkapan Tuhan mengenai rahasia KerajaanNya bisa diberikan kepada kita, dan itu akan mampu mengubah banyak hal dalam hidup kita. Seperti apa yang dikatakan Yesus kepada Petrus selanjutnya: "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (ay 18). Tetapi penyingkapan ini tidaklah datang dengan begitu saja. Kita perlu terlebih dahulu memiliki hati dan sikap yang mau diajar atau dibentuk. Paulus mengingatkan pula bahwa kita seharusnya membiarkan Allah untuk membuat pribadi kita menjadi baru agar kita mampu mengetahui kemauan Tuhan. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Kita perlu pula terus mengisi diri kita dengan firman Tuhan dan membiarkan Roh Tuhan berdiam (dwell) di dalam diri kita. Sebab kita harus menyadari bahwa penyingkapan ini hadir kepada kita dari Roh Kudus yang berdiam dalam kita. "Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah." (1 Korintus 2;9-10).

Alkitab juga menyatakan bahwa hikmat Tuhan memang tersembunyi dan rahasia. Tetapi semua itu disediakan Tuhan untuk kita orang-orang percaya. "Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita." (1 Korintus 2:7). Tapi perhatikanlah bahwa semua itu disembunyikan bukan dari kita, melainkan untuk kita. Itu pernyataan Allah yang membuktikan bahwa Dia memang ingin kita untuk memilikinya. Itulah sebabnya Tuhan memberikan pengetahuan singkapan atau revelation knowledge ini untuk memperlengkapi kita, anak-anakNya dengan hikmat surgawi, memberikan kita rahasia-rahasia yang berasal dari KerajaanNya. Akan tetapi sekali lagi ingatlah bahwa semua itu tidak akan datang begitu saja. Itu tidak akan datang pada kita ketika kita terlalu sibuk menikmati dunia dan melupakan untuk membangun hubungan dengan Tuhan.

Jika kita merindukan pengetahuan penyingkapan ini kita harus menempatkan diri kita pada sikap yang tepat untuk menerimanya. Renungkan Firman, rajin berdoa dan terus bersekutu dengan Tuhan, mengizinkan Roh Kudus untuk tinggal dan diam di dalam diri kita, itu semua penting untuk kita camkan agar kita bisa menerima berbagai singkapan langsung dari Tuhan. Tuhan siap untuk menyingkapkan rahasia-rahasiaNya kepada anda saat ini. Siapkah anda menerimanya?

Pengetahuan singkapan yang berasal dari Tuhan akan memperlengkapi kita untuk menjadi berbeda dengan dunia

Follow us on twitter: http://twitter.com/dailyrho

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker