Saturday, October 31, 2009

Secangkir Teh buat Tuhan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Hosea 6:6
===================
"Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran."

menyenangkan hati TuhanSeorang teman bercerita bahwa salah satu yang paling membuatnya bahagia adalah ketika anaknya berlari menyambutnya sepulang kerja. Seorang ayah tentu akan merasa sangat bahagia ketika anak-anak mereka menyambut kepulangan mereka dengan tersenyum, memeluk, atau malah membuatkan secangkir teh hangat dan memijati pundak sang ayah sambil bercerita tentang hari-harinya di sekolah. Tentu hal itu sangat menyenangkan bukan? Saya yakin tidak ada satupun ayah yang tidak merasa bahagia ketika anak-anak menunjukkan kasih sayang mereka dengan penuh sukacita. Apa yang dialami oleh teman saya itu pernah saya alami juga, tapi dalam posisi yang berbeda, di posisi sebagai seorang anak ketika saya masih kecil. Mungkin sebagian dari kita pun pernah bereaksi seperti si anak ketika kita kecil. Saya ingat pada saat saya kecil, saya sering disebut anak papa, karena kedekatan saya dengan ayah saya. Selalu ada raut bahagia di wajahnya meski ia sedang lelah ketika saya menyambutnya. Ia akan segera menggendong saya dan langsung bermain. "Anak itu benar-benar obat lelah.." kata teman saya sambil tertawa. Ya, begitu mereka dengan riangnya menyambut kita, seketika itu pula rasa lelah dan beban masalah di pekerjaan menguap. Anak bahagia, ayah bahagia. Betapa indahnya.

Jika menyenangkan hati ayah biologis kita saja sudah begitu rasanya, apalagi hati Tuhan yang begitu mengasihi kita. Tentu kita pun sebagai anak-anak Tuhan ingin bisa menyenangkan hatiNya. Masalahnya banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya. Bagaimana membuatkan secangkir teh hangat buat Tuhan? Atau memijat pundakNya? memelukNya? Bukankah itu tidak bisa kita lakukan karena Tuhan tidak berada secara fisik di dekat kita seperti halnya ayah kita di dunia? Lalu bagaimana caranya? Alkitab menyebutkan apa yang bisa menyenangkan hati Tuhan.

Dalam Hosea dikatakan bahwa "..Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Kasih setia kita yang tidak lekang dimakan jaman, tidak gampang pudar karena godaan duniawi, dan kerinduan kita tanpa henti untuk semakin mengenal pribadi Bapa, itulah yang menyenangkan Tuhan, lebih dari segala perbuatan baik kita atau amal kita. Hal yang sejalan pula disampaikan oleh Pemazmur. Dalam Mazmur dikatakan "TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya." (Mazmur 147:11). Menyenangkan hati Tuhan bisa kita lakukan dengan hidup takut akan Tuhan dan terus percaya penuh kepadaNya tanpa putus harapan. Hal-hal seperti inilah yang bisa kita lakukan untuk menyenangkan hatiNya. Lewat pengenalan akan Tuhan, mengasihiNya dengan setia, menyadari dan percaya sepenuhnya kasih setia Tuhan dalam kondisi apapun yang kita alami, dan terus menjalani hidup dengan rasa takut akan Tuhan, itulah yang bisa kita perbuat untuk mengetuk pintu hati Tuhan dan menyenangkanNya.

Memberikan puji-pujian, bermazmur bagiNya, itu pun menyenangkan Tuhan jika kita lakukan dengan hati yang tulus. Sebelum Pemazmur menuliskan hal yang membuat Tuhan senang di atas, kita dapati ayat yang berbunyi "Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!" (ay 7). Tuhan tentu akan senang apabila kita memiliki gaya hidup yang senantiasa memuji dan menyembahNya, bermazmur bagiNya baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan senang maupun susah, dan melakukan itu semua dengan hati yang tulus sepenuhnya karena mengasihi Tuhan lebih dari segalanya.

Waspadalah dalam hidup ini, karena ada begitu banyak keinginan daging yang akan selalu berusaha untuk menjauhkan kita dari Tuhan. Seringkali kita terjebak dan memberi toleransi kepada keinginan-keinginan kedagingan, dan mengira bahwa itu tidaklah apa-apa. Padahal Tuhan sama sekali tidak berkenan kepada orang-orang yang memilih untuk hidup dalam daging dan menomor duakan keinginan Roh! "Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah." (Roma 8:8). Kemudian, apakah kita sudah berkenan meluangkan waktu untuk berdoa bagi orang lain, untuk pemerintah, bangsa dan negara kita? Sudahkah kita menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur buat orang lain, buat pemimpin-pemimpin kita? Hal ini pun penting untuk kita cermati, karena firman Tuhan berkata "Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita" (1 Timotius 2:3).

Kita tidak perlu membuat secangkir teh hangat buat Tuhan, kita tidak perlu memijiti Tuhan. Lebih dari korban bakaran, Tuhan lebih menyukai kasih setia kita dan usaha kita untuk semakin jauh mengenal pribadiNya. Tuhan rindu untuk dapat bergaul karib dengan kita. Kepada kita yang menyenangkan hatiNya, yang berkenan di hadapanNya, Tuhan tidak akan menahan-nahan berkatNya untuk tercurah. "Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." (Mazmur 84:11). Ini janji Tuhan kepada setiap anakNya yang selalu berusaha menyenangkan hatiNya semata-mata karena mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu. Tuhan akan sangat senang jika kita menjadikan diriNya prioritas utama dalam hidup kita. Dia akan sangat bangga jika kita mempersembahkan ibadah sejati kita dengan mempersembahkan tubuh kita sendiri sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya. (Roma 12:1). Tetap percaya dan berpegang kepadaNya dalam kondisi dan situasi apapun, selalu melakukan kehendakNya dengan sepenuh hati, tetap bersukacita dan bersyukur meski dalam kesesakan sekalipun, dan tentunya tidak sekali-kali menomorduakan apalagi meninggalkan Tuhan demi kepentingan sesaat. Hari ini mari kita sambut Dia dengan penuh sukacita, mari kita sama-sama belajar untuk menyenangkan hati Bapa lebih lagi.


Sekarang saatnya bagi kita untuk menyenangkan Bapa

Friday, October 30, 2009

Malu akan Kelemahan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Korintus 2:3
======================
"Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar."

kelemahan, mengakui kekuranganHaruskah kita malu kepada kelemahan kita? Dalam banyak hal kita selalu berusaha menyembunyikan kelemahan kita dan berlindung dibalik kelebihan kita. Kita cenderung untuk memamerkan kelebihan dan menutup rapat kelemahan kita agar kita tidak terlihat lemah di mata orang lain. Kita memang harus memaksimalkan talenta kita, harus terus meningkatkan kapasitas kita sesuai dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Itu betul. Tapi terkadang kita lupa bahwa itu berasal dari Tuhan lantas kita bermegah berlebihan dan bersikap melebihi batas dengan apa yang kita miliki. Kita menjadi terlena dengan kehebatan kita, dan pada suatu ketika di saat kita dihadapkan pada kelemahan maka kita pun akan hancur berantakan. Fokus kepada apa yang bisa kita lakukan, pada spesialisasi kita masing-masing, itu bagus. Tapi di sisi lain kita pun harus mengakui dengan jujur bahwa kita bukanlah mahluk yang 100% sempurna. Di satu sisi kita kuat, di sisi lain kita lemah. Itu sangat wajar. Semua manusia pasti punya kelemahan sendiri-sendiri, baik secara fisik, emosi, kemampuan, intelegensia bahkan juga rohani.

Mengakui kelemahan bukan berarti kita harus minder. Tidak sama sekali. Tapi mengakui kelemahan disini bertujuan untuk menjaga diri kita agar tetap berpijak di atas bumi, tetap low profile. Mengakui kelemahan bukan mengarah kepada perasaan rendah diri, tapi lebih kepada rendah hati. Kita harus sadar bahwa tanpa Tuhan, sehebat apapun kita, semua itu tidak ada apa-apanya. Karena itu tidak ada yang perlu dimalukan ketika kita mengetahui kelemahan kita. Siapakah Paulus? Kita semua tahu bagaimana luar biasanya Paulus menjalankan penginjilannya kemana-mana. Ia dipakai Tuhan secara luar biasa dan menyerahkan segenap jiwa, raga dan tenaganya untuk memberitakan Kristus ke segala penjuru bumi. Sebegitu hebatnya Paulus, dia ternyata tidak merasa malu untuk mengakui bahwa ada masa-masa dimana ia merasa lemah, takut dan gentar. Lihatlah apa katanya kepada jemaat Korintus. "Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar." (1 Korintus 2:3). Paulus sama sekali tidak malu untuk menyatakan itu, dan ia tidak merasa khawatir disepelekan orang jika ia mengakui kelemahannya. Dan kita tahu, bahwa meski ia mengakui itu, ia sama sekali tidak goyah dalam menghadapi siksaan dan tekanan dalam misi pelayanannya.

Sebelum sampai kepada perkataannya di atas, Paulus menekankan bahwa pelayanannya bukanlah digunakan sebagai sarana untuk memamerkan kebolehannya. Sama sekali tidak. "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan." (ay 1-2). Paulus menyadari bahwa jika ia melakukan tugasnya, itu bukan karena kuat kuasanya, tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Tidak ada niat lain, selain memberitakan tentang keselamatan di dalam Kristus. Paulus jelas sangat mengasihi Kristus. Ia tahu bahwa anugerah terbesar bagi dirinya datang ketika ia diselamatkan dari kematian kekal. Masa lalu Paulus sama sekali tidak membanggakan. Dengan segala perbuatannya di masa lalu, ia jelas mengarah kepada kebinasaan. Namun ternyata ia diselamatkan bahkan dipilih Tuhan untuk dipakai secara luar biasa. Paulus pasti sangat bersyukur karenanya, Dia berterimakasih kepada Yesus yang telah mati bagi dosa-dosanya, juga bagi dosa-dosa semua jemaat yang ia layani, termasuk pula bagi dosa-dosa kita hari ini. Dengan kata lain, Paulus sadar betul bahwa tanpa Kristus dia bukanlah siapa-siapa.

Haruskah kita malu dan menutup-nutupi kelemahan kita? Haruskah kita pura-pura tegar padahal kita tengah dicekam kegelisahan? Paulus menyatakan seperti ini: "Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9). Ia melanjutkan: "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (ay 10). Kenyataannya adalah seperti itu. Seringkali dalam kelemahan dan keterbatasanlah kita justru merasakan betapa besar kuasa Tuhan. Hal itu tidak akan bisa kita rasakan ketika kita berada dalam situasi yang super nyaman tanpa masalah. Selain itu Tuhan pun bisa memakai segala kelemahan kita untuk pekerjaan besar. Jika melihat dari banyak tokoh Alkitab, kita akan segera tahu bahwa Tuhan tidak memakai orang-orang yang pintar pidato, ahli cendekiawan, cerdik pandai, raja, orang besar dan sebagainya, tapi seringkali Tuhan justru memakai orang yang bagi dunia tidak ada apa-apanya. Di tangan Tuhan, orang-orang biasa yang penuh kelemahan ini diubahkan menjadi sosok luar biasa yang pengaruhnya masih kita rasakan hingga hari ini. Bagaimana bisa demikian? Alkitab berkata demikian: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Korintus 1:25).

Siapapun kita yang punya banyak kelemahan dan keterbatasan ini, Tuhan bisa memakai itu semua. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti" (ay 27-28). Tuhan suka memakai orang-orang yang bodoh dan lemah bagi dunia, karena disanalah kuasa Allah akan sangat nyata. Karenanya kita tidak perlu malu terhadap kelemahan kita, sebaliknya kita tidak boleh pula bermegah dengan kelebihan kita. It's a reminder, "supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (ay 29). Ingatlah bahwa kita memang terbatas dalam segala hal. Lebih dari segalanya, kita harus menyadari bahwa Tuhanlah yang memampukan segalanya, bukan karena kuat dan hebatnya diri kita. "Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan." (1 Korintus 1:31).

Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita untuk merasakan kelemahan kita, bukan bertujuan untuk menyakiti kita, tapi justru agar kuasaNya nyata pada diri kita. Mungkin kelemahan pada diri kita terdapat pada masalah fisik, seperti cacat, tidak kuat dan sebagainya, mungkin kita punya keterbatasan dalam hal kecerdasan atau kepintaran, mungkin kita punya masalah dengan psikis kita seperti trauma, kekecewaan, kepahitan dan sebagainya. Semua kelemahan ini seringkali menjadi faktor penghambat utama untuk maju. Janganlah terus membiarkan diri anda tenggelam di dalamnya, dan jangan pula malu untuk mengakui itu di hadapan Tuhan. Akuilah dan rasakan bagaimana kuasa Tuhan mampu bersinar di atas kelemahan-kelemahan kita. Tidak perlu pula untuk menutupi kelemahan kita dan bersembunyi dibalik kelebihan kita agar terlihat hebat di mata orang. Jadilah diri sendiri, dan tunjukkan bahwa Tuhan bisa pakai kelemahan-kelemahan kita untuk hal-hal besar.

Justru dalam kelemahan kitalah kuasa Tuhan semakin sempurna dinyatakan

Thursday, October 29, 2009

Air Muka

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan:Amsal 15:13
==================
"Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."

air muka"Capek melihat mukanya, cemberut terus.." demikian kata seorang teman mengenai teman lainnya. Tanpa kita sadari, seringkali air muka kita bisa mempengaruhi suasana di tengah-tengah lingkungan di mana kita berada. Bagaimana air muka kita di hadapan orang lain? Apakah ketika kita hadir suasana menjadi ceria, atau justru sebaliknya, kehadiran kita seolah membawa awan kelabu dan langsung membuat suasana menjadi kelam? Apakah orang lain menjadi bersemangat dan gembira lewat kehadiran kita, atau malah langsung membuat orang menjadi malas serta kehilangan gairah? Sadar atau tidak, air muka yang kita tunjukkan kepada lingkungan sekitar kita akan sangat berpengaruh terhadap suasana. Ramahkah, bersahabatkah, mudah tersenyum kah, atau angkuh, kaku dan tidak menunjukkan sikap bersahabat, semua itu bisa tergambar dari raut muka kita. Apakah bibir kita melengkung ke atas  atau melengkung ke bawah, apa yang terlihat itu bisa menentukan situasi di sekitar kita. Ada banyak anak yang ketakutan melihat ayahnya karena setiap ayahnya pulang raut mukanya tidak pernah senyum. Mendengar suara mobil saja anak-anak sudah lintang pukang berlari ke kamarnya masing-masing. Di kantor pun demikian. Apa yang anda rasa jika pimpinan anda memiliki wajah yang ketus dan dingin? Bandingkan dengan pimpinan yang ramah, suka tersenyum dan mau menyapa bawahannya. Ini gambaran sederhana mengenai pengaruh air muka terhadap lingkungan sekitar. Sesuatu yang sepele, kita alami sehari-hari, tapi seringkali tidak kita sadari dampaknya kepada orang lain.

Sebuah pertanyaan penting, apakah Tuhan peduli dengan air muka yang kita tampilkan setiap hari? Jawabannya ya. Tuhan juga sangat peduli. Dalam salah satu amsal Salomo kita baca "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Adalah penting bagi kita untuk memiliki muka yang berseri-seri, dan itu semua berasal dari hati yang gembira. Dari hatilah sebenarnya kehidupan kita terpancar, salah satunya lewat air muka kita. Karenanya kita diminta untuk senantiasa mengawal hati dengan serius. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Bagaimana korelasi antara hati dan air muka? Kita bisa melihat apa yang terjadi pada Kain ketika persembahannya tidak diindahkan Tuhan. "Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram." (Kejadian 4:5b). Ketika hati Kain panas, air mukanya pun berubah. Kita melihat selanjutnya Tuhan menyatakan ketidaksukaanNya kepada raut muka seperti ini. "Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (ay 6-7). Tuhan mengingatkan satu hal. Raut wajah yang muram akan timbul ketika tidak ada sukacita dalam diri kita, ketika tidak ada kasih Tuhan berkuasa atas kita. Dan ketika itu terjadi, ada dosa yang sudah mengintip di depan pintu dan tengah bersiap-siap untuk menerkam kita. Jadi ada hubungan yang kuat antara apa yang ada dalam hati, juga pikiran kita seperti yang telah kita bahas kemarin, dengan apa yang terpancar keluar lewat air muka kita.

Agar kita bisa memiliki air muka yang menyenangkan, caranya tidak lain adalah dengan terus mengisi hati kita dengan sukacita. Hati yang dipenuhi sukacita akan memancarkan sinar cerah di wajah kita yang bisa membahagiakan orang lain dan diri sendiri. Tidak heran bahwa Tuhan sendiri pun memerintahkan kita untuk setiap saat terus bersukacita dalam keadaan apapun. "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4). Sukacita sungguh membawa banyak manfaat. Selain membawa pengaruh kepada orang-orang disekitar kita, hati yang gembira penuh sukacita juga akan membuat kita lebih luwes dalam pergaulan bahkan menyehatkan kita. Sebaliknya Ketakutan, kebencian, kegelisahan, emosi dan perasaan-perasaan negatif justru mampu menjadi pembunuh mematikan jika terus kita simpan di dalam hati kita. Kehilangan sistem kekebalan tubuh, darah tinggi, serangan jantung, bahkan kanker seringkali berawal dari hal-hal negatif yang kita simpan di dalam diri kita. Sejak jauh hari Tuhan pun sudah mengingatkan akan hal ini. "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22).

Tuhan tidak suka kepada orang yang air mukanya muram. Lihatlah bagaimana kesal dan kecewanya Tuhan melihat bangsa Israel yang terus saja bersungut-sungut meski mereka terus mendapat curahan berkat dan penyertaan Tuhan. Haruskah kita mencontoh perilaku mereka dan terus mengecewakan Tuhan? Apakah baik jika kita terus menjadi orang yang cepat marah, cepat tersinggung, egois, tidak mau mengerti orang lain dan memasang wajah kaku tak bersahabat setiap saat? Tuhan sendiri tidak menginginkan hal seperti itu untuk dilakukan anak-anakNya. Kasih Tuhan yang tercurah setiap hari kepada anak-anakNya seharusnya mendatangkan sukacita, dan selanjutnya terpancar lewat raut  muka, sikap dan perilaku yang bersinar terang, yang seharusnya dapat dengan mudah dilihat oleh dunia.  Jadilah orang yang ramah, murah senyum, punya sikap bersahabat. Jangan pernah biarkan kesulitan-kesulitan dan tekanan dalam hidup merampas sukacita dalam diri kita dan menghilangkan senyum dari wajah kita. Untuk itu, selalu jaga hati kita supaya tetap bersukacita. Are you ready? Let's smile! Cheese!

Senyum ramah bersahabat terpancar dari hati yang dipenuhi sukacita

Wednesday, October 28, 2009

Menanam Benih Dalam Pikiran

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Matius 13:24
====================
"Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya."

menabur benih, pikiranIngat lagu lawas karya Koes Plus yang berjudul "Kolam Susu"? Lagu ini bercerita tentang kesuburan Bumi Pertiwi yang tersohor. Jika ada tempat-tempat di berbagai belahan dunia yang sulit untuk ditumbuhi, tanah di Indonesia yang beriklim tropis ini tergolong sangat subur dan ideal untuk ditanami berbagai jenis tanaman atau tumbuhan. "Orang bilang tanah kita tanah Surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman." Itu petikan lirik dari lagu Kolam Susu, menggambarkan betapa mudahnya tanaman untuk tumbuh subur di atas tanah di negara kita. Jangankan repot-repot menanam, cukup dengan melempar biji saja maka pohon bisa tumbuh. Jika kita menanam bibit mangga, tentu yang tumbuh adalah pohon mangga dan tidak akan pernah pohon jambu atau pohon lainnya. Bila kita menabur lalang, maka yang tumbuh adalah lalang dan tidak akan pernah rumput spesies lain. Semua tergantung dari kita, apa yang mau kita tanam. Apakah tanaman yang bermanfaat atau tanaman pengganggu seperti lalang dan sebagainya. Apa yang kita tabur ke atas tanah, maka itulah yang akan tumbuh. Tanah tidak bisa dan tidak akan pernah memilih. Tanah akan menumbuhkan apapun yang kita tabur ke atasnya, tanpa kecuali.

Sedikit kilasan mengenai benih dan tanah ini pernah dipakai Yesus sebagai ilustrasi dalam perumpamaan tentang lalang di antara gandum. (Matius 13:24-30). "Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya." (Matius 13:24). Rasanya orang akan selalu menaburkan benih yang baik di ladangnya, dan tidak akan pernah mau menabur benih yang bisa merusak lahan taninya bukan? Tapi kemudian, musuh bisa menaburkan benih yang tidak baik di sana. "Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi." (ay 25). Perhatikan, tanahnya sama, tapi benih yang baik dan yang tidak baik keduanya bisa sama-sama tumbuh dengan subur.

Seperti halnya tanah, demikian pula yang terjadi dengan pikiran kita. Pikiran kita ibarat tanah. Selalu menerima, memberi respon, menumbuhkan apapun yang ditabur masuk di dalamnya. Apakah itu baik atau buruk, apakah itu bermanfaat atau merusak, apakah itu positif atau negatif, semuanya akan ditumbuhkan oleh pikiran kita tanpa terkecuali! Baik atau buruk, keduanya bisa tumbuh subur di pikiran kita. Itulah sebabnya kita harus mampu menguasai pikiran kita sebelum pikiran kita balik menguasai diri kita. Jika kita menanam hal-hal yang tidak baik, seperti pikiran negatif, berprasangka buruk, menduga-duga, atau malah menghakimi orang lain dalam pikiran kita, maka itulah yang akan tumbuh subur dan merajai hidup kita. Jika kita menabur hal-hal seperti mengasihani diri berlebihan, menganggap diri rendah, kebencian, dendam, atau bahkan kutuk, maka itulah yang akan direspon pikiran kita, ditumbuhkan dan akan berbuah tindakan-tindakan yang negatif pula. Alkitab berkata: "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia." (Amsal 23:7) ("For as he thinketh in his heart, so is he." - KJV). Kita bisa menjadi pribadi yang baik, kudus dan berkenan, atau sebaliknya menjadi pribadi yang buruk, penuh kebencian dan kepahitan, semua tergantung dari apa yang kita tabur ke dalam pikiran kita untuk ditumbuhkan.

Kita diingatkan untuk selalu menanam hal-hal yang positif dalam pikiran kita. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." (Filipi 4:8). Lihatlah bahwa kita dianjurkan untuk selalu mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang baik. Memandang dari sisi negatif akan membuat kita menjadi negatif pula, karena itulah yang akan ditumbuhkan oleh pikiran kita dan kemudian berbuah subur dalam hidup kita. Jika kita mengikuti pesan yang tertulis dalam Filipi 4:8 di atas, maka kita pun akan menuai persis seperti apa yang kita tanam, yaitu hal-hal yang benar, adil, mulia, suci, manis dan baik. Adalah sangat penting bagi kita untuk terus menabur firman Tuhan dalam pikiran kita secara teratur, sehingga tidak ada celah lagi bagi benih-benih negatif untuk bertumbuh di dalam pikiran kita.

Allah adalah sumber kasih, bahkan merupakan kasih itu sendiri. Firman-firmanNya yang kita tabur tentu akan menumbuhkan kasih pula. Jika kasih yang tumbuh, maka di dalam kita akan berbuah banyak kebajikan. "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Korintus 13:4-7). Ini semua akan membentuk pribadi kita menjadi pribadi yang berkenan di mata Tuhan. Tidak ada tempat bagi hal-hal negatif di dalam kasih. Jika kita berbuah kasih, maka pikiran kita bisa terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang siap menenggelamkan diri kita. Selain itu, janganlah kita memenuhi pikiran kita dengan berbagai ketakutan atau kekhawatiran yang seringkali tidak beralasan dan belum tentu terjadi seperti yang kita takutkan. "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Jika ini kita lakukan maka hidup kita pun menjadi lebih indah sebab damai sejahtera Allah akan selalu hadir di dalam diri kita. "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7).

Dalam pelayanannya, Paulus dan teman-teman berkomitmen untuk menaklukkan pikiran mereka kepada Kristus. "Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:5b). Don't let your mind control you. Kita harus mampu mengendalikan pikiran kita, menabur hal-hal yang positif, yang baik dan yang benar sesuai firman Tuhan, serta menaklukkannya kepada Kristus. Marilah kita mengendalikan dan memperhatikan pikiran kita, sebab apapun benih yang kita tanam di dalamnya akan sangat menentukan seperti apa diri kita dan arah perjalanan hidup kita ke depan.

As the man thinketh, so is he

Tuesday, October 27, 2009

Seperti Apa Nama Kita Akan Dikenang?

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 22:1
==================
"Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas."

nama baik, dikenangBagi orang yang berkecimpung di dunia jazz seperti saya, tentu nama Duke Ellington bukanlah nama yang asing. Duke (1899-1974) adalah komposer, pianis dan band leader/konduktor/dirijen asal Amerika Serikat yang hingga kini diakui dunia sebagai salah satu tokoh penting musik jazz. Meski Duke sudah tiada sejak 35 tahun yang lalu, karya-karyanya banyak yang abadi, masih berulang kali dibawakan para penyanyi/musisi dari masa ke masa. Ambil contoh, lagu "Take the 'A' Train", yang aslinya bukan merupakan karangannya, tapi versinya adalah versi yang menjadi standar acuan para musisi di seluruh dunia. Lagu-lagu lain dari Duke yang menjadi klasik antara lain "In a Sentimental Mood", "Caravan", "It Don't Mean a Thing If I Ain't Got That Swing", "Sophisticated Lady", "Do Nothing Till You Hear From Me" dan banyak lagi. Menjelang kepergiannya tahun 1974, Duke sempat mengatakan demikian: "Music is how I live, why I live and how I will be remembered." Ia ingin dikenang selamanya sebagai sosok pemusik besar, seperti apa yang telah ia lakukan sepanjang hidupnya. Ia mendapatkannya. Hingga hari ini namanya tetap harum dan besar bagi musik dunia, terutama jazz.

Seperti apa kita akan diingat ketika kita sudah tidak lagi ada di dunia ini? Ketika mendengar nama kita, apa yang akan dikenang orang? Kebaikan atau kejahatan? Sosok dengan kontribusi penting atau trouble maker? Orang yang mengasihi atau penuh kebencian? Orang yang bersih atau koruptor? Orang yang jujur atau penipu? Diingat atau dilupakan? Nama kita akan dikenang orang sesuai dengan bagaimana kita selama hidup. Jangan lupa bahwa nama ini akan kita wariskan pula ke anak cucu kita. Betapa kasihannya jika anak kita akan dikenal sebagai anak koruptor, penipu, penjahat dan sebagainya. Sesuatu yang bukan kesalahan mereka, namun mereka harus menanggungnya sepanjang hidup mereka. Karena itu, nama baik adalah hal yang sangat penting untuk selalu kita jaga. Karena itulah salah satu Amsal Salomo berkata "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas." (Amsal 22:1).

Mari kita lihat beberapa tokoh Alkitab. Paulus tadinya adalah seorang pembunuh/pembantai, namun kemudian ia menjadi pewarta Injil yang radikal hingga akhir hayatnya. Matius tadinya dikenal sebagai pemungut cukai, yang mendapat cap orang berdosa, tapi kemudian ia dikenal sebagai murid Kristus yang luar biasa, bahkan sebagai salah satu dari 4 penulis Injil dalam Alkitab. Dari sosok wanita? Lihat latar belakang Rut. Rut terlahir sebagai perempuan bangsa Moab. Bangsa Moab dikenal sebagai bangsa yang menyembah dewa-dewa atau allah-allah lain seperti Kamos (Bilangan 21:29) dan Baal Peor (Bilangan 25:1-3). Tapi kemudian Rut dikenang sebagai sosok sangat penting karena keteguhan dan kesetiaan imannya. Rut adalah nenek buyut Daud, dan dari garis keturunannyalah Yesus lahir ke dunia. Ada begitu banyak lagi contoh bagaimana tokoh-tokoh Alkitab bisa mengalami transformasi dari kegelapan menjadi terang, sehingga nama baik mereka dikenang sepanjang masa. Mereka bisa saja menolak karunia Tuhan dan akhirnya memiliki akhir yang berbeda. Tapi mereka memilih taat dan setia, sehingga nama mereka pun menjadi nama yang harum hingga hari ini. Bandingkan dengan nama-nama seperti Saul, Firaun, Pilatus, dan sebagainya. Tuhan memberikan kesempatan yang sama bagi siapapun, namun pilihan kita sungguh menentukan untuk membuat bagaimana dan sebagai apa nama kita dikenal.

Ketika kita menerima Kristus, kita pun menjadi ciptaan baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Ada transformasi, ada pemulihan disana, dari lama menjadi baru. Sosok masa lalu kita yang kotor dan penuh noda dosa ditransformasikan menjadi sosok ciptaan baru yang bersih. Itu idealnya. Tapi manusia bisa kembali mengotori hidupnya dengan berbagai bentuk dosa, kebiasaan-kebiasaan buruk di masa lalu, atau godaan-godaan kedagingan. Akibatnya ciptaan baru ini pun bisa kembali rusak seperti halnya yang lama, bahkan mungkin lebih parah. Alangkah ironisnya ketika image diri kita dipulihkan Tuhan menjadi ciptaan baru yang bersih tidak kita syukuri dan pakai sebagai awal baru untuk melangkah dalam ketaatan iman. Tidak peduli siapa dan apa masa lalu kita, Tuhan menjanjikan awal baru bagi siapapun yang menerima Kristus secara pribadi. Sungguh disayangkan apabila kita masih juga berakhir dengan nama buruk setelahnya.

Seperti apa nama kita akan diingat orang? Seperti apa kita akan dikenang orang? Semua itu adalah pilihan, dan pilihan itu tergantung kita sendiri. Menjadi sosok dengan nama harum, yang dikenal orang dari masa ke masa, yang akan dengan bangga disandang anak cucu kita, atau sosok dengan nama buruk yang akan menjadi bagaikan kutuk untuk disandang kepada keturunan kita? Satu hal yang penting untuk diingat, lewat kita pun nama Tuhan bisa dikenal orang. Bagaimana sosok Kristus yang tercermin dalam diri kita anak-anakNya? Apakah Kristus sebagai Tuhan yang penuh kasih, atau Kristus sebagai Tuhannya orang-orang munafik? Lewat diri kita nama Tuhan bisa dimuliakan, bisa dikenal orang dan sejalan dengan itu bisa menjangkau jiwa-jiwa untuk diselamatkan, tapi sebaliknya lewat perilaku kita yang jelek nama Tuhan pun bisa dipermalukan. Sedianya nama Tuhan itu indah. Pemazmur mengatakan: "Pujilah TUHAN, sebab TUHAN itu baik, bermazmurlah bagi nama-Nya, sebab nama itu indah!" (Mazmur 135:3). Apakah kita bisa menjaga keindahan nama Tuhan lewat perilaku kita, atau malah mencemari nama Tuhan, itu semua tergantung bagaimana kita hidup. Menjaga nama baik Tuhan, juga menjaga nama baik kita, itu sungguh penting. Hidup dengan benar dalam ketaatan dan iman teguh akan membuat kita pergi dengan terhormat ketika saatnya tiba. Tidak heran jika Pengkotbah mengatakan "Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran." (Pengkotbah 7:1). Seperti apa nama kita akan diingat, sebagai apa kita akan dikenang, seperti apa reputasi kita, itu tergantung diri kita sendiri. Tidak ada kata terlambat untuk berubah selama kita masih diberi kesempatan oleh Tuhan. Karena itu, marilah kita menjaga nama baik kita agar tetap harum sampai kepada keturunan-keturunan kita, dan muliakanlah nama Allah di dalamnya.

Nama baik yang harum merupakan salah satu warisan berharga kepada anak cucu kita

Monday, October 26, 2009

Dicari Cowok Setia!

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Amsal 20:6
===================
"Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"

kesetiaan"Dicari, cowok setia". Demikian status salah seorang teman di sebuah situs jejaring. Sebegitu sulitnyakah mencari cowok setia? Dari komentar-komentar yang ada ternyata ia baru saja putus karena pasangannya ketahuan selingkuh. Jika kita melihat perkembangan di jaman modern ini masalah kesetiaan memang menjadi barang yang semakin langka. Ketidaksetiaan semakin lama semakin dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Lewat berbagai lagu, film dan kejadian sehari-hari kita terus menemukan berbagai bentuk ketidaksetiaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan lumrah. Tidak heran maka semakin lama semakin sulit saja menemukan sosok manusia yang bisa setia, baik dalam hubungan, pekerjaan dan sebagainya, termasuk tentunya pada Tuhan. Ada banyak alasan yang bisa dijadikan dasar untuk melegalkan ketidaksetiaan itu. Membesar-besarkan kekurangan pasangan, mencari-cari kejelekan misalnya, sampai kepada menyalahkan pihak ketiga. "Bukan saya yang mulai, tapi dia yang menggoda duluan.." itu contoh alasan klasik yang menyalahkan pihak ketiga, padahal setiap manusia punya pilihan apakah mau untuk tetap setia atau menyambut godaan itu.

Mencari orang baik mungkin mudah, tapi mencari orang yang setia sama sulitnya dengan mencari jarum ditumpukan jerami. Jika ini kita alami hari-hari ini, hal yang sama sebenarnya sudah terjadi sejak dahulu kala. Salomo menuliskan hal ini dalam salah satu Amsalnya. "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6). Mengaku teman itu mudah, namun menjadi sahabat yang setia baik dalam suka maupun duka susahnya minta ampun. Dari masa ke masa kita akan terus berhadapan dengan masalah ini, bahkan diantara kita sendiri pun mungkin sulit untuk setia. Padahal masalah kesetiaan ini merupakan salah satu kualitas utama yang diharapkan ada dalam diri orang percaya. Lihatlah apa pesan Paulus kepada Timotius. "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Sementara Salomo mengingatkan "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22).

Kepada Tuhan pun manusia seringkali sulit untuk setia. Sementara Tuhan memberikan kasih setiaNya yang begitu besar, untuk setia sedikit saja kita susah. Alasannya bisa bermacam-macam. Mulai dari merasa permintaan tidak didengarkan Tuhan, tidak kunjung lepas dari kesulitan, uang, jabatan bahkan jodoh. Tidak jarang kita melihat orang yang rela menyangkal imannya demi kekasih. Tuhan begitu mengasihi kita. Bahkan anakNya yang tunggal pun Dia berikan agar kita semua selamat. Kurang apa lagi? Kehadiran Yesus di dunia ini untuk menggenapkan kehendak Bapa pun sudah menunjukkan sesuatu yang seharusnya bisa kita teladani. Yesus membuktikan kesetiaanNya menanggung segala beban dosa kita sampai mati. Tanpa itu semua mustahil kita bisa menikmati hadirat Tuhan hari ini dan mendapat janji keselamatan setelah episode kehidupan di dunia ini. Kita mengaku sebagai anak Tuhan, tapi kita tidak kunjung bisa meneladaniNya. Disamping itu sering pula kita terus meminta perkara besar dalam doa-doa kita, sementara perkara kecil saja kita tidak bisa menunjukkan kesetiaan dan tanggung jawab. Apa yang dijanjikan Tuhan kepada orang setia sesungguhnya jauh lebih besar daripada berkat dalam kehidupan dunia yang sementara ini. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10c). Ada mahkota kehidupan yang siap dikaruniakan kepada semua orang yang mau taat dan setia sampai mati.

Dalam perumpamaan tentang talenta kita sudah melihat bagaimana Tuhan memandang kesetiaan. Ketika kita diberi perkara kecil, kita harus sanggup mempertanggungjawabkan itu dan melakukannya dengan baik. Lihat apa kata Tuhan kepada hamba yang mampu setia kepada perkara kecil yang dipercayakan Tuhan. "Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21,23). Bagaimana reaksi Tuhan kepada orang yang tidak setia? Haruskah Tuhan mempercayakan sesuatu yang lebih besar kepada orang yang tidak sanggup bertanggungjawab dalam perkara kecil? Tentu tidak. "campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."(ay 30). Itu menjadi bagian dari orang yang tidak setia. Maka benarlah nasihat yang diberikan Lukas. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10).

Mulailah setia dari perkara-perkara kecil. Ketika ada sesuatu yang dipercayakan Tuhan kepada kita, lakukanlah dengan benar dan dengan setia. Bersyukurlah senantiasa, meski apa yang ada saat ini mungkin kecil dibandingkan jerih payah kita, tapi ingatlah bahwa Tuhan pasti menghargai kesungguhan, kejujuran dan kesetiaan anda. Pada saatnya nanti, Dia akan mempercayakan sesuatu yang lebih besar. Menjadi baik saja tidak cukup, kita harus mampu pula meningkatkan kapasitas diri kita untuk menjadi pribadi yang setia, yang bisa dipercaya. Untuk menerima janji dan berkat Tuhan dibutuhkan usaha serius dan perjuangan kita untuk terus setia. Dan semua itu berawal dari hal yang kecil. Tuhan akan melihat sejauh mana kita bisa dipercaya untuk sesuatu yang lebih besar lagi. Tidaklah sulit bagi Tuhan untuk memberkati kita, tapi kita dituntut untuk membuktikan dulu sejauh mana kita mampu setia kepadaNya. Disamping itu, saya pun percaya bahwa lewat hal-hal yang kecilpun Tuhan mampu memberkati kita secara luar biasa. Apapun yang ada pada kita saat ini, bersyukurlah untuk itu, dan lakukan sebaik-baiknya dengan kesetiaan dan kejujuran. Tuhan mampu memberkati itu menjadi luar biasa, dan mempercayakan kita untuk hal-hal yang lebih besar lagi pada waktunya.

Setia dalam perkara kecil adalah awal dari hadirnya perkara besar

Sunday, October 25, 2009

Mencari Hikmat

webmaster | 10:00:00 PM | 1 Comment so far
Ayat bacaan: Amsal 3:13-14
=====================
"Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas."

mencari hikmatBagi sebagian orang, emas merupakan bukti kesuksesan dan kebahagiaan. Ada sebuah suku yang percaya akan hal itu. Jika mereka memiliki sejumlah uang, mereka lebih tertarik untuk menyimpannya dalam bentuk emas ketimbang menabung di bank. Salah seorang teman dari suku itu pernah menjelaskan alasannya. Selain tidak terkena potongan bulanan seperti di bank, kebiasaan menabung dalam bentuk emas itu pun sudah menjadi kebiasaan yang membudaya bagi suku tersebut jauh sebelum ada bank di negara ini. Karena itulah katanya emas menjadi penunjuk status seseorang. Semakin banyak emas yang menghiasi tubuh, itu artinya status orang itu pun semakin tinggi. Sebenarnya ini pun menjadi kepercayaan orang-orang duniawi. Dalam persepsi dunia, kekayaan harta menjamin kebahagiaan dan kemakmuran. Emas dan perak tentu termasuk di dalamnya, bersama-sama dengan berbagai bentuk lainnya seperti uang dan lain-lain. Tidak heran jika ada banyak orang yang tidak ada habisnya mati-matian menumpuk harta dengan berbagai cara, baik lewat bekerja nonstop dan menomorduakan keluarga hingga bentuk-bentuk kecurangan seperti korupsi dan sebagainya.

Dunia boleh saja mengagungkan harta, tapi penulis Amsal justru mengajarkan hal yang berbeda. Dikatakan, "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas." (Amsal 3:13-14).Bukan harta, bukan emas dan perak, tapi hikmat. Hikmat ini dikatakan jauh lebih bernilai dibandingkan harta, karenanya inilah yang harus kita prioritaskan lebih dari sekedar menimbun harta duniawi.

Mengapa kita harus mementingkan hikmat? Bukankah tanpa harta kekayaan kita akan sulit hidup layak? Mencari nafkah hidup tentu penting. Tuhan sendiri tidak pernah menyuruh kita untuk berleha-leha, bermalas-malasan, tetapi kita memang diharuskan untuk bekerja. "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Namun itu bukanlah segalanya. Kita tidak boleh menomorduakan Tuhan, karena selain semuanya pada akhirnya akan sia-sia, kita pun akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh hikmat. Salomo menguraikan manfaat-manfaat yang bisa kita peroleh dari  hikmat dalam Amsal 2, diantaranya:
  • kita akan memperoleh pengertian yang benar tentang takut akan Tuhan (ay 5)
  • kita bisa lebih mengenal Allah (ay 5)
  • hikmat menjadikan kita orang jujur, tidak bercela, adil dan setia (ay 7-8), sehingga
  • dengan demikian kita mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan Tuhan. (ay 7-8)
  • memampukan kita untuk mengerti tentang apa yang adil, jujur, baik dan benar(ay 9)
  • hikmat mendatangkan kebijaksanaan dan pengetahuan (ay 11)
  • kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat (ay 12)
  • menguatkan kita agar tidak gampang terjebak nafsu kedagingan (ay 16)

Begitu banyak manfaat yang bisa kita peroleh lewat hikmat, yang jelas berguna bagi kita sebagai bekal untuk menjalani hidup sampai akhir dan memperoleh mahkota kehidupan sebagai pemenang.

Bagaimana kita bisa memperoleh hikmat? Lihat apa yang dikatakan Salomo sebelumnya. "jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (ay 4-6). Lihatlah bahwa hikmat bukanlah seperti durian runtuh yang jatuh dari langit begitu saja, bukan pula pembawaan lahir, namun semua itu berasal dari Tuhan dan untuk mendapatkannya dibutuhkan usaha sungguh-sungguh serta keseriusan kita. Lihatlah bahwa ada hubungan antara anugerah dari Tuhan dan upaya dari kita sendiri untuk memperoleh hikmat. Jika kita lihat dalam Perjanjian Baru, disana kembali ditegaskan bahwa hikmat ini adalah sesuatu yang berasal dari Tuhan. "sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kolose 2:3) Tapi untuk memperolehnya dibutuhkan upaya kita yang serius. Yakobus mengatakannya demikian: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya." (Yakobus 1:5). Lalu Yakobus pun memberikan tips lebih lanjut untuk bisa memperoleh hikmat, yaitu dengan memintanya dalam iman dan percaya. (ay 6). Ini artinya, tanpa iman dan keyakinan teguh, niscaya hikmat tidak akan bisa kita peroleh.

Tuhan siap menganugerahkan hikmat kepada anak-anakNya. Dia sangat rindu untuk melengkapi anak-anakNya dengan bekal yang cukup untuk melewati hari-hari yang sulit, sehingga semua anakNya akan mampu mencapai garis akhir dengan baik, menjadi pemenang dengan gemilang dan memperoleh mahkota kehidupan seperti yang Dia janjikan. Tanpa hikmat kita akan kesulitan untuk hidup lurus dan bisa menyerah di tengah jalan. Akibatnya kita pun kehilangan hak kesulungan kita dan berakhir di ujung yang salah. Betapa pentingnya hikmat bagi kehidupan kita. Oleh karena itu kejarlah hikmat dan terimalah semua berkat dan janji Tuhan.

Tuhan memberkati dan melindungi setiap orang yang memiliki hikmat

Saturday, October 24, 2009

Keep Running!

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: 1 Korintus 9:24
=======================
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!"

lomba lari, perlombaan, mahkota kehidupanJumlah pelari boleh banyak, namun pemenangnya hanya satu. Itu yang biasanya kita lihat dalam setiap perlombaan di berbagai gelanggang kejuaraan. Hitungan sampai kepada mili detik diberlakukan sehingga meski secara kasat mata kita mungkin melihat ada dua atau lebih pelari yang masuk finish secara bersamaan, tetap saja ada satu orang yang pasti berada paling depan dengan perbedaan waktu yang sangat tipis, hingga nol koma nol sekian detik.

Sebagai olahragawan, termasuk pelari, mengukir prestasi tentu menjadi sebuah tujuan yang ingin dicapai. Tidak ada satupun olahragawan yang tidak ingin menjuarai perlombaan yang ia ikuti. Tidak saja olahragawan, tapi semua orang di bidang-bidang lainpun pasti ingin berprestasi. Karir, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya, semua itu merupakan "gelanggang-gelanggang" yang kita jalani untuk bisa mengukir prestasi. Tidak mudah memang untuk itu, karena dibutuhkan kerja keras, semangat dan ketekunan agar bisa mencapai sebuah prestasi yang membanggakan. Perjuangan untuk itu bisa jadi sangat berat. Lihatlah bagaimana para atlit menghabiskan hari-harinya. Mereka harus menata porsi makan mereka, harus bangun pagi-pagi benar dan terus berlatih. Pola dan jadwal latihan mereka mungkin sangat menjenuhkan bagi kita. Pengorbanan tenaga, waktu dan kesenangan-kesenangan pribadi pun menjadi harga yang harus dibayar untuk berhasil. Tanpa itu maka jangan harap prestasi mampu diraih.

Paulus beberapa kali mengibaratkan bentuk kehidupan kita sebagai orang kristen seperti perjuangan atlit dalam mengukir prestasi dan mencapai kemenangan. Life is like a race, hidup adalah perlombaan, dan tidak semua orang mampu untuk mencapai garis finish dan menjadi pemenang. Itu kira-kira gambaran dari apa yang sering diibaratkan Paulus mengenai kehidupan iman kita. Kepada jemaat Korintus, Paulus menyatakan "Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" (1 Korintus 9:24). There can be only one winner in every running race, there can be only one receives the first prize. Itu bentuk dari sebuah perlombaan, karena itu, berlarilah dengan begitu rupa agar kita bisa menjadi pemenang.

Berlari begitu rupa? Ini berbicara mengenai segala sesuatu yang kita persiapkan sebelumnya. Baik pola latihan, ketekunan, keseriusan, disiplin, pengorbanan, kegigihan dan sebagainya. Ketika berlomba pun kita harus bisa berjuang dengan sekuat tenaga, seserius mungkin agar kita bisa mencapai hasil yang terbaik. Seperti halnya atlit di gelanggang olahraga, demikian pula kehidupan iman kita. Kita harus terus melatih diri kita beribadah, terus berusaha lebih dalam lagi dan lebih dekat lagi dengan Tuhan, rajin mencariNya, mampu menguasai diri kita dari berbagai godaan duniawi, tekun mempelajari firman-firmanNya dan melakukanNya. Seperti halnya dalam perlombaan, akan ada banyak rintangan yang harus kita hadapi dalam kehidupan ini. Namun hal itu bukanlah penghalang untuk sukses apabila kita mau sungguh-sungguh bertekun dengan benar dalam menjalaninya.

Dalam menghadapi perlombaan dalam kehidupan kerohanian kita, apa yang menjadi hadiah? Paulus melanjutkan ayat diatas dengan "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi." (ay 25). Ya, ada mahkota yang disediakan Tuhan buat kita. Bukan sebuah mahkota yang fana, melinkan sebuah mahkota yang abadi. Inilah mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada siapapun yang mengasihi Dia dan mampu menghadapi rintangan-rintangan hingga mencapai finish dengan gemilang. Tidak saja Paulus, tapi Yakobus pun menyatakan hal yang sama. "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).

Kita sesungguhnya telah dibekali segala sesuatu untuk menjadi pemenang. Bahkan Alkitab berkata kita lebih dari pemenang. "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37). Karena itu selain usaha-usaha kita di atas, kita perlu pula memiliki mental juara. Kita harus tahu seperti apa kita telah diciptakan Tuhan dan apa makna dari pengorbanan Kristus sehingga kita bisa dilayakkan untuk memperoleh mahkota kehidupan kelak di kemudian hari. Selain itu, tujuan dan sasaran, atau arah kita harus pula jelas. Kita lihat Paulus kemudian melanjutkan suratnya dengan: "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul." (1 Korintus 9:26). Kita harus tetap fokus kepada tujuan akhir, tidak mengumbar waktu, tenaga dan pikiran kita untuk hal-hal yang tidak berguna, hal yang sia-sia bahkan yang merupakan kejahatan di mata Tuhan. Fokus kita, tujuan dan arah yang ingin dicapai haruslah jelas. Ingat bahwa ada mahkota kehidupan yang telah dipersiapkan bagi kita. Karena itu, apapun kondisi dan situasinya, tetaplah fokus dan teruslah berjuang, keep running on track and do it the best you can. Jangan terus menerus menoleh ke belakang, melihat berbagai kegagalan di masa lalu yang akan memperlambat laju kita untuk mencapai garis finish, bahkan mungkin bisa menjadikan kita gagal. "aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14). Anda siap? Selamat berlomba dan jadilah pemenang!

Berlarilah begitu rupa sehingga kita mampu meraih mahkota kemenangan yang telah dijanjikan Tuhan

Friday, October 23, 2009

Mengatasi Masalah Tanpa Masalah

webmaster | 10:00:00 PM | 1 Comment so far
Ayat bacaan: 2 Samuel 11:27b
=======================
"Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN."

mengatasi masalah tanpa masalahSemboyan Pegadaian sungguh menarik perhatian. "Mengatasi masalah tanpa masalah", begitu bunyinya. Apa yang mereka tawarkan adalah proses yang lebih simpel bagi orang yang membutuhkan dana cepat. Dengan jaminan apa yang kita miliki, kita akan mendapatkan pinjaman dalam tempo singkat. Saya bukan hendak membahas mengenai benar tidaknya semboyan itu. Saya hanya ingin merefleksikan bentuk dari semboyan itu yang berdasar adanya kecenderungan manusia untuk semakin menambah masalah dalam menyelesaikan masalahnya. Ada banyak orang yang jatuh ke dalam obat-obatan atau mabuk-mabukan karena mengalami masalah dengan hidupnya. Ada yang merasa sulit bergaul lalu merasa perlu untuk ikut berpesta pora agar bisa diterima kelompok tertentu. Masalah dalam rumah tangga antara suami dan istri bukannya diselesaikan baik-baik namun perceraian dianggap menjadi solusi terbaik. Bahkan tidak jarang yang balik menyalahkan Tuhan dengan berkata bahwa itu sudah suratan takdir. Jika mendapat masalah keuangan? Atasi dengan korupsi atau bentuk-bentuk penipuan lainnya. Bagaimana jika sedang sakit atau mungkin sulit mendapat jodoh? Dukun pun jadi jawaban. Jika rasanya tidak tahan lagi menghadapi beban? Bunuh diri menjadi solusinya. Ini semua bentuk kecenderungan manusia yang seringkali justru menambah masalah ketika mereka mencoba mengatasi masalah mereka.

Hal seperti ini pernah dialami oleh Daud. Daud adalah orang yang sebelumnya begitu dekat dengan Tuhan. Berbagai Mazmurnya dan rangkaian pengalamannya bersama Tuhan menggambarkan sebuah hubungan yang kuat. Tidak jarang kita melihat bahwa Daud tetap teguh imannya ketika berada dalam kesesakan. Namun lihatlah apa yang terjadi ketika Daud jatuh dalam dosa perzinahan. Semua diawali ketika Daud memilih untuk tinggal di istana sementara anak buahnya diutus untuk berperang. Padahal sebagai pemimpin, seharusnya ia turut maju memimpin anak buahnya. Ini masalah pertama yang mengawali kejatuhan Daud. Ketika itulah ia melihat istri anak buahnya sendiri, Batsyeba sedang mandi. "Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya." (2 Samuel 11:2). Sudah selesai sampai disitu? Tidak. Itu menjadi awal masuknya masalah berikutnya. Daud tidak tahan melihat itu, dan kemudian tidur dengannya. "Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya." (ay 4). Lihatlah serangkaian masalah yang seharusnya sejak awal bisa dicegah Daud sebagai orang yang taat pada Tuhan. Sampai di titik ini, ternyata Daud belum juga benar dalam mengatasi masalah, malah semakin parah. Masalah ini bisa menjadi sangat besar jika ketahuan. Bisa jadi nama besarnya musnah dalam sekejap, dan hukuman berat akan menimpanya. Itu belum termasuk dendam dari suami Batsyeba yang bisa mengancam hidupnya. Daud pun kemudian semakin jauh tersesat dalam memilih penyelesaian. Ia berusaha memperdaya Uria, tapi usaha itu gagal. (ay 8-13). Akhirnya Daud berhasil merancang strategi untuk menghabisi nyawa Uria, suami Batsyeba. Caranya adalah dengan mengirim Uria ke barisan terdepan dalam pertempuran yang paling sengit, kemudian melarang Yoab dan pasukannya untuk membantu Uria. Uria pun tewas. Lihatlah eskalasi masalah yang semakin meningkat ketika Daud mencoba menyelesaikan masalahnya. Apa kata Tuhan mengenai hal ini? "Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN." (ay 27).

Bagaimana kita mengatasi masalah kita? Sudahkah kita mengandalkan Tuhan sendiri sebagai sumber jawaban dan solusi? Atau kita malah terus menambah masalah dengan memilih jalan penyelesaian yang dianggap jahat di mata Tuhan? Tidak ada yang mau berlama-lama berada dalam masalah, tetapi memilih jalan singkat yang tidak berkenan bagi Tuhan akan menambah masalah semakin parah dan tidak akan membawa kebaikan apapun. Adalah jauh lebih baik bagi kita untuk bersabar dan terus menggantungkan semua itu kepada Tuhan. Penyelesaian melalui Tuhan mungkin bisa lebih lama dari apa yang kita harapkan, namun itu tentu adalah yang terbaik dan tidak akan beresiko buruk dibandingkan penyelesaian-penyelesaian yang instan tetapi penuh dengan pelanggaran. Kita melihat selanjutnya ada konsekuensi berat yang harus ditanggung Daud akibat pelanggaran demi pelanggaran yang ia lakukan dalam menyelesaikan masalahnya. Karenanya janganlah bermain-main dengan dosa.

Seandainya hal ini sudah terlanjur terjadi pada diri anda, bertobatlah segera. Firman Tuhan berkata: "Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan, agar Tuhan mendatangkan waktu kelegaan, dan mengutus Yesus, yang dari semula diuntukkan bagimu sebagai Kristus." (Kisah Para Rasul 3:19-20). Seandainya kita belum sempat berbuat cara-cara yang salah, tapi niat itu sudah melintas di pikiran kita? Alkitab punya jawaban seperti ini: "Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan." (8:22-23). Solusi-solusi menyesatkan tersedia dimana-mana. Semua itu biasanya menjanjikan penyelesaian instan, seolah tanpa masalah, tapi dibalik itu semua tersimpan berbagai hal yang merupakan kejahatan di mata Tuhan. Hindarilah semua itu sejak semula sebelum kita terjerumus ke dalam kejatuhan yang sama seperti Daud. Seandainya anda belum sampai kepada hal-hal seperti itu, teruslah berdoa, mintalah kekuatan dan hikmat dari Tuhan agar masalah anda dapat teratasi dengan cara-cara yang benar. Ingatlah bahwa dalam Kristus selalu ada solusi yang terbaik.

Mengatasi masalah dengan penyelesaian yang salah hanya akan menambah masalah baru

Thursday, October 22, 2009

Jawab Yesus

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Mazmur 55:23
=====================
"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah."

yesus sumber jawabanTakut menghadapi kesulitan hidup, itu dialami oleh banyak orang. Tidak ada satupun dari kita yang tidak pernah menghadapi masalah. Baik orang percaya atau tidak, kadangkala masalah menghampiri kita, dan seperti itulah jalannya kehidupan. Seringkali di balik permasalahan itu tersimpan berbagai masalah lainnya yang saling berkaitan bagai benang kusut yang tampaknya sulit sekali untuk diurai. Ada kalanya kita bak berjalan di terowongan gelap dan tidak kunjung melihat titik terang diujung sana. Ada yang goyah, ada yang lelah, ada yang kehilangan harapan, ada yang menjadi bimbang dan ragu akan keberadaan Tuhan, ada yang kemudian menyerah dan mencari alternatif-alternatif yang sebenarnya dianggap kejahatan di mata Tuhan, tetapi ada pula yang tahu pasti bahwa itu semua adalah bagian dari pendewasaan diri dan iman, sebab Tuhan sesungguhnya tidak pernah, dan tidak akan pernah meninggalkan kita.

Bagi kita orang percaya, Yesus adalah sumber jawaban kita. Alangkah sia-sianya jika kita mengaku percaya, tapi sedikit saja digoncang badai kita sudah menjadi limbung dan diliputi ketidakpastian. Seperti apa permasalahan kita di dunia ini, Yesus tahu pasti tentang itu semua! Dia peduli, dia mengerti, dia tanggap atas segala persoalan yang kita alami. Yesus menjawab berbagai masalah yang kita hadapi dan akan memberikan kita jalan keluar. Lulus atau tidaknya pada akhirnya bukan didasari oleh kehebatan diri kita sendiri, tapi tergantung dari bagaimana penyerahan diri kita kepadaNya. Bagaimana Yesus menjawab permasalahan kita?

Di saat kita berkata: "Itu tidak mungkin aku lakukan, terlalu sulit bagiku.."
Yesus menjawab: kamu bisa. "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37)
Waktu kita berkata: "Dapatkah atau bersediakah Tuhan menolongku mengatasi masalah ini?"
Yesus menjawab: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23)
Ketika kita berkata: "Aku sudah terlalu lelah menghadapi masalah hidup."
Yesus menjawab: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28)
Kala kita berkata: "Aku tidak akan pernah bisa memaafkan kesalahanku"
Yesus menjawab: Aku memaafkanmu dan menyucikanmu jika kamu bertobat. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." (1 Yohanes 1:9)
Jika kita berkata: "Aku sendirian dan kesepian menghadapi ini semua"
Yesus menjawab: "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20)
Saat kita berkata: "Aku takut menghadapi masa depanku"
Yesus menjawab: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" (Matius 14:27)

Ada saat-saat dimana kita harus menghadapi goncangan dalam kehidupan. Ada saatnya kita merasa lelah bahkan mencapai titik nadir, mulai kehilangan semangat hidup. Ada saat dimana kita menghadapi badai kehidupan. Itu semua telah, masih dan akan tetap kita alami pada waktu-waktu tertentu. Namun lihatlah bahwa Yesus telah menjawab segalanya. Dalam Yesus ada jawaban, dalam Yesus ada solusi. Karenanya, kita tidak boleh membiarkan beban perasaan kita menguasai kita berlarut-larut. Jangan mau dikuasai ketakutan, kecemasan, keraguan dan ketidakpastian. Ambillah waktu untuk tenang, dan tetaplah bersyukur, bermazmurlah bagiNya, dan lihatlah jawaban-jawaban Yesus di atas akan selalu menjadi bagian hidup anda. Sebab sejak semula Tuhan telah menjanjikan penyertaanNya. "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati." (Ulangan 31:8). Jika demikian, mengapa kita harus takut? Tetaplah berjalan dalam iman, dan percayalah bahwa Dia tidak akan pernah membiarkan kita terus terpuruk. Pada saatnya Dia sendiri yang akan mengangkat kita dan memberikan jalan keluar yang indah. Ketika anda diliputi kecemasan, ketakutan, keraguan akan hari depan, serahkanlah semuanya kepada Tuhan. Maka inilah yang akan anda terima sebagai jawaban dari Tuhan: "Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah." (Mazmur 55:23). Berjalanlah dalam iman yang teguh, karena Yesus sudah mengingatkan kita: "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36). Mari hari ini kita belajar untuk mengandalkan Tuhan dalam setiap sisi kehidupan kita. Ulurkan tangan kepada Tuhan, serahkan semua beban hidup kepadaNya, maka Tuhan pun akan selalu siap mengulurkan tanganNya dan menuntun kita.

Dalam Yesus selalu ada jawaban

Wednesday, October 21, 2009

Anak Kecil Pemilik Roti dan Ikan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yohanes 6:9
====================
"Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"

anak kecil pemilik roti dan ikan, belajar dari anak kecilKepolosan dan keluguan anak kecil memang luar biasa. Ketika mereka berkata mereka punya cita-cita tinggi, menjadi dokter, pilot dan sebagainya, mereka tidak pernah dipengaruhi oleh logika-logika yang biasanya dimiliki orang dewasa mengenai mungkin dan tidaknya hal itu terjadi. Wajar ketika seorang teman pada suatu ketika tertawa melihat reaksi anak kecil seperti ini dan berkata bahwa mereka belum tahu bagaimana pahitnya hidup sehingga bisa semudah itu bercita-cita. Tapi justru keluguan anak-anak ini yang diminta Yesus sendiri untuk kita teladani. Kita bisa belajar dari mereka yang belum terkontaminasi berbagai logika dan pikiran manusiawi yang seringkali justru menghambat kita dalam mencapai keberhasilan.

Kemarin kita sudah melihat bagaimana Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu pria belum termasuk wanita dan anak-anak bahkan menyisakan dua belas bakul penuh roti dan ikan. Kita melihat bagaimana Tuhan bisa memakai sesuatu yang mungkin tidak berarti besar bagi kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Dari mana roti dan ikan itu berasal? Dalam Injil Markus memang tidak disebutkan dari mana asalnya. Namun Injil Yohanes menuliskan dari mana ikan itu berasal, yaitu dari seorang anak kecil. "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan." (Yohanes 6:9). Mari kita lihat kronologi peristiwa itu yang tercatat dari versi pengamatan Yohanes. Pada saat itu menurut Injil Yohanes, dikatakan bahwa Yesus menanyakan kepada Filipus bagaimana untuk memberi makanan untuk seluruh orang yang berkumpul mendengar pengajaran Yesus. "Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (ay 7). Filipus satu dari murid Yesus yang hadir disana melihat kemustahilan untuk bisa memberi makan demikian banyak orang dengan uang yang mereka miliki sesuai dengan logika manusianya. Lalu diantara murid-murid itu, seorang murid lain bernama Andreas, saudara simon Petrus ternyata bergerak melihat sekelilingnya, dan ia mendapatkan seorang anak yang memiliki bekal lima roti dan dua ikan. Maka ia pun berkata "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". (ay 9). Andreas mencari dan melihat bahwa ada lima roti dan dua ikan yang dimiliki oleh seorang anak kecil. Tapi mana mungkin itu cukup? Andreas pesimis dengan apa yang ia dapatkan. Bagaimana reaksi anak kecil itu sendiri? Dari apa yang kita baca selanjutnya, kita tidak mendapati penolakan dari si anak. Tampaknya anak kecil itu dengan sukarela memberikan apa yang ia miliki. Lalu Yesus pun mengucap syukur atas roti dan ikan, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang. Luar biasa, jumlah bekal yang kecil itu cukup untuk mengenyangkan semua orang disana bahkan berlebih. Anak kecil itu tidak pernah kita ketahui namanya. Kita tidak tahu siapa dia. Tapi meski demikian, ia tercatat dalam Alkitab yang masih bisa kita baca sampai hari ini. Semua berawal dari iman dan kerelaannya untuk memberi.

Kita bisa belajar dari reaksi si anak. Jelas bahwa apa yang ia miliki secara kemampuan daya pikir kita tidak akan cukup untuk memberi makan 5000 orang lebih. Tapi ia tidak menolak sama sekali. Meski ketika Andreas menyatakan keraguannya akan jumlah yang sedikit itu. Si anak kecil tidak menjadi pesimis waktu apa yang ia miliki disepelekan Andreas. Ia bisa saja berkata "ya sudah, kalau memang tidak cukup, saya makan sendiri saja.. biar bagaimana ini kan punya saya.." Anak kecil itu bisa menolak, apalagi ketika apa yang ia miliki tidak dihargai sepenuhnya oleh Andreas. Tapi tidak, ia tidak melakukan hal itu. Si anak juga bisa saja berkata, "Yesus, jika Engkau memang benar Tuhan, kenapa tidak turunkan saja makanan dari langit? Kenapa harus mengambil bekalku?" Tapi itu pun tidak ia lakukan. Apa yang ia lakukan adalah dengan sukarela, tanpa banyak tanya, tanpa protes sedikitpun, memberikan seluruh bekalnya kepada Yesus. Inilah bentuk iman yang luar biasa, lebih daripada apa yang dimiliki para murid Yesus sendiri. Apa yang ia miliki, meski hanya sedikit, ditambah kerelaannya untuk menyerahkan itu semua kepada Tuhan akhirnya bisa memberkati banyak orang secara luar biasa.

Yesus selalu meminta kita untuk belajar dari anak kecil. Jangan pernah sepelekan mereka, tapi belajarlah dari iman mereka yang polos dan tulus, tanpa pretensi apa-apa, tanpa mengharapkan imbalan dan lainnya. Demikian firman Tuhan: "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 18:10). Sikap iman seperti anak-anak kecil inilah yang berkenan di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus juga berkata "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." (Markus 10:15). Ini berbicara mengenai kepolosan dan ketulusan seorang anak kecil yang tidak dipengaruhi oleh keraguan, kecurigaan, ketidakpercayaan atau bentuk-bentuk pikiran lainnya. Disamping itu, kita pun melihat bahwa anak kecil itu tidak meminta penghargaan apapun atas pemberiannya. Ia bisa saja sombong bahwa semua mukjizat itu sebenarnya berawal dari miliknya, tapi ia pun tidak melakukan itu. Dia tidak berpikir untuk bermegah dan mencuri kemuliaan yang menjadi milik Tuhan. Maka mengenai sikap seperti ini kelak Yesus mengatakan "Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:4). Seperti itu pula hendaknya kita seharusnya dalam menyambut Kerajaan Allah. Kita harus menyelidiki dan memeriksa apa talenta kita yang telah dianugerahkan Tuhan, mengucap syukurlah atas itu dan serahkan ke dalam tangan Tuhan dengan kepercayaan penuh. Maka Tuhan pun mampu memakai itu semua untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.

Tidak perlu malu untuk belajar dari anak kecil. Ketika kita orang dewasa sudah terkontaminasi oleh berbagai hal yang bisa melemahkan iman kita, mari berkaca kepada kepolosan anak-anak kecil yang belum terpengaruh oleh itu semua. Iman yang polos dan murni, iman yang tidak terguncang oleh apapun, iman yang percaya sepenuhnya tanpa keraguan dan pertanyaan, itulah yang diinginkan Tuhan untuk dimiliki anak-anakNya. Jangan sedikitpun meragukan kemampuan Tuhan, jangan sedikitpun merasa bahwa kita tidak cukup banyak dibekali Tuhan untuk sukses. Jangan belum apa-apa sudah merasa rendah diri bahwa apa yang kita miliki tidak berharga, tidak akan bermanfaat dan tidak akan cukup untuk bisa berbuat sesuatu. Ingatlah bahwa Tuhan bisa memakai apapun yang ada pada kita, meski bagi kita terlihat kecil sekalipun, untuk melakukan karyaNya yang besar jika kita menyerahkan itu semua ke dalam tanganNya. Bagaimana iman kita, bagaimana kerelaan kita, bagaimana sikap kita dalam mempersembahkan milik kita, itulah yang menyenangkan hati Tuhan dan akan dipakaiNya secara luar biasa.

Belajarlah dari kepolosan dan keluguan anak kecil

Tuesday, October 20, 2009

Tongkat, Lima Roti dan Dua Ikan

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Keluaran 4:2
====================
"TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat."

tongkat Musa, lima roti, dua ikan, mencari potensi diriSalah satu film seri TV yang dulu selalu saya ikuti adalah MacGyver. Seri yang cukup populer pada masanya dan sampai sekarang masih diingat banyak orang mengisahkan seorang agen rahasia yang lebih mengutamakan penyelesaian tanpa kekerasan dan selalu menolak untuk membawa pistol sebagai senjatanya. Yang selalu ia pakai adalah "swiss army knife", sebuah pisau lipat yang dilengkapi dengan pembuka botol, obeng kecil, gunting dan peralatan-peralatan lainnya dalam bentuk mini. Alat inilah yang dalam banyak kesempatan menolong MacGyver dalam menumpas penjahat, disamping dalam beberapa kesempatan kita melihat pula kepiawaian MacGyver dalam menggunakan berbagai benda yang bagi kita mungkin tidak berguna apa-apa namun di tangannya benda itu bisa sangat bermanfaat. Dalam tiap episode kita disuguhi kepintaran MacGyver dalam menggunakan benda-benda sederhana itu, mengkombinasikannya dan sebagainya, sehingga bisa menjadi peralatan pendukung untuk mengalahkan penjahat. Inilah yang selalu saya sukai karena begitu banyak ide yang muncul lewat benda-benda yang bagi kita hanyalah benda biasa.

Dalam hidup kita seringkali kita lebih sibuk memikirkan apa yang tidak kita miliki ketimbang apa yang ada pada kita. Ada teman yang mengeluh karena orangtuanya tidak mampu membiayai sekolah ke luar negeri, sehingga ia merasa masa depannya pasti suram karenanya. Ada yang mengeluh karena tidak sepintar temannya, tidak punya bakat seperti saudaranya dan sebagainya. Apa yang kita lihat hanyalah sesuatu yang tidak kita punyai, dan lupa bahwa kita sebenarnya telah diperlengkapi Tuhan pula dengan sesuatu yang bisa kita pakai untuk sukses. Dalam Alkitab hal ini dikatakan jelas. "Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik." (2 Timotius 3:17). Masing-masing orang sungguh telah diperlengkapi dengan talenta-talenta tersendiri oleh Tuhan. Apapun yang ada pada kita saat ini dapat kita gunakan untuk berjuang hidup, dan tentu saja untuk segala perbuatan baik yang memuliakan Tuhan. Hal ini akan luput dari pengamatan kita jika kita terlalu sibuk untuk melihat apa yang dimiliki orang lain sementara kita tidak memilikinya. Mungkin kita berasal dari keluarga yang kurang mampu, tapi bukankah kita masih diberikan sepasang tangan yang kuat untuk bekerja? Jika tidak ada tangan, masih ada kaki. Ada pelukis yang sukses luar biasa menggunakan kakinya untuk melukis karena ia cacat tanpa tangan. Jika kaki pun tidak ada, setidaknya kita masih bernafas hari ini, bukankah itupun merupakan berkat? Seorang pemusik di gereja saya tidak memiliki tangan dan kaki utuh, tapi ia bisa menjadi gitaris memberkati jemaat di depan. Jika ia bisa, kita pun bisa. Masalahnya berada hanya pada fokus pandangan kita.

Di awal kisah Musa kita melihat bagaimana Musa berbantah-bantah dengan Tuhan. (Keluaran 3-4). Ia merasa tidak mampu untuk mengawal bangsa Israel yang begitu banyak untuk keluar dari tanah perbudakan di Mesir. Ia hanya fokus pada keraguannya dan apa yang kurang dari dirinya, lupa bahwa Tuhan pasti memperlengkapinya dan akan selalu bersama dirinya dalam mengemban tugas yang berat itu. Mari kita lihat satu bagian dari dialog Musa dengan Tuhan mengenai penugasannya. Di awal Keluaran 4 kita membaca sebuah pertanyaan Musa. "Lalu sahut Musa: "Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?" (ay 1). Lalu "TUHAN berfirman kepadanya: "Apakah yang di tanganmu itu?" Jawab Musa: "Tongkat." (ay 2). Bagi Musa apa yang ia pegang hanyalah sebuah tongkat kayu yang hanya dipakai untuk menyangga tubuh dalam berjalan. Tidak lebih, tidak kurang. Tidak ada yang istimewa dari sebuah tongkat kayu bukan? Tapi benarkah demikian? Kita lihat apa yang terjadi selanjutnya. "Firman TUHAN: "Lemparkanlah itu ke tanah." Dan ketika dilemparkannya ke tanah, maka tongkat itu menjadi ular, sehingga Musa lari meninggalkannya. Tetapi firman TUHAN kepada Musa: "Ulurkanlah tanganmu dan peganglah ekornya" --Musa mengulurkan tangannya, ditangkapnya ular itu, lalu menjadi tongkat di tangannya." (ay 3-4). Ya, di tangan Tuhan, tongkat yang "tidak ada istimewanya" itu bisa menjadi sesuatu yang ajaib. Tongkat itu menjadi alat bantu yang begitu luar biasa bagi Musa untuk menjalankan tugasnya. Tongkat inilah yang kelak dipakai Musa untuk membelah Laut Teberau (Laut Merah) sehingga bangsa Israel bisa berjalan melewatinya! "Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, sehingga orang Israel akan berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering." (14:16). Mari kita lihat fakta dari kisah ini. Faktanya adalah bahwa Tuhan bisa menggunakan apapun yang ada di dalam diri kita, yang telah Dia perlengkapi sendiri sejak semula, yang bagi kita mungkin tidaklah berguna, untuk melakukan hal-hal besar.

Itu contoh dari Perjanjian Lama. Bagaimana di Perjanjian Baru? Mari kita lihat kisah Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan lima ribu orang (belum termasuk wanita dan anak-anak) dalam Markus 6:30-44. Pada saat itu murid-murid Yesus kelimpungan ketika mendapat perintah untuk memberi makan orang-orang yang mendengarkan ajaranNya. "Tetapi jawab-Nya: "Kamu harus memberi mereka makan!" Kata mereka kepada-Nya: "Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?" (Markus 6:37). Apa jawab Yesus? "Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" (ay 38a). Mereka ternyata memiliki "lima roti dan dua ikan". Inilah yang digunakan Yesus selanjutnya untuk memberi makan begitu banyak orang sampai kenyang, bahkan bersisa dua belas bakul penuh ditambah sisa-sisa ikan. (ay 41-43). Mari kita lihat lagi apa kata Yesus. Yesus berkata, "Cobalah Periksa!" Ini teguran yang juga berlaku pada kita saat ini, yang cenderung lebih fokus kepada apa yang tidak kita miliki ketimbang memeriksa apa potensi dan kemampuan yang sebenarnya ada pada diri kita.

Sekali lagi, Tuhan bisa memakai apa yang ada pada kita, yang bagi kita kurang penting, atau tidak berguna, untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Dari dua kisah di atas, kita bisa belajar bahwa apa yang harus kita lakukan adalah iman kita untuk percaya dan kerendahan hati untuk bisa melihat potensi atau kemampuan apa yang telah Tuhan sediakan bagi kita, dan kemudian selanjutnya meletakkan itu semua dalam tangan Tuhan. Di tangan Tuhan, semua itu bisa menjadi sangat potensial untuk menghasilkan pekerjaan-pekerjaan besar yang bisa memberkati banyak orang dan tentunya memuliakan Tuhan. Firman Tuhan berkata "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (Ibrani 11:6). Tanpa iman kita tidak akan bisa menyenangkan hati Allah. Kita harus percaya bahwa Dia ada dan sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang ajaib, yang mungkin mustahil bagi kita, dan Dia akan selalu memberikan itu semua kepada siapapun yang bersungguh-sungguh mencariNya, menyerahkan seluruh hidup ke dalam tanganNya. Tuhan mampu membuat tongkat yang tidak ada apa-apanya menjadi alat yang luar biasa bagi Musa. Tuhan bisa membuat mukjizat lewat lima roti dan dua ikan untuk mengenyangkan ribuan orang. Tongkat, lima roti dan dua ikan mungkin sepele bagi kita, tapi di tangan Tuhan itu bisa menjadi alat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Hari ini, adakah kita masih berkeluh kesah bahwa kita tidak cukup lengkap diberkati Tuhan? Adakah kita masih sibuk melihat apa yang dimiliki orang lain? Jika ya, cobalah periksa kembali diri kita masing-masing, dan temukanlah bahwa Tuhan sesungguhnya telah memperlengkapi kita semua dengan kemampuan untuk melakukan hal-hal besar!

Apa yang tidak berguna bagi manusia bisa menjadi alat untuk melakukan hal besar di tangan Tuhan

Monday, October 19, 2009

Pohon Badam

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yeremia 1:11
=====================
"Sesudah itu firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Apakah yang kaulihat, hai Yeremia?" Jawabku: "Aku melihat sebatang dahan pohon badam."

pohon badam, visi TuhanPentingkah bagi kita untuk berjaga-jaga? Ada banyak orang yang merasa masih terlalu muda untuk itu. Ada yang menganggap bahwa belum saatnya untuk hidup kudus, selagi masih muda, waktu yang ada sebaiknya dipakai untuk bersenang-senang sepuasnya. Urusan hidup kudus adalah urusan orang dewasa atau tua yang secara umum punya waktu yang lebih singkat dibandingkan anak-anak muda. Tapi sesungguhnya tidak ada yang tahu kapan waktu kita tiba. Bisa 50 tahun lagi, bisa setahun lagi, bisa pula sedetik lagi. Itu adalah rahasia Tuhan yang tidak akan pernah bisa kita ketahui dengan pasti. Saya terharu melihat anak-anak muda di gereja tempat saya bertumbuh. Mereka sungguh berapi-api bahkan aktif dalam berbagai kegiatan, memakai segala kreativitas mereka untuk memuji Tuhan bahkan sejak usia belia. Sementara saya di usia mereka masih berkubang dosa, sungguh indah melihat mereka yang giat dan bersemangat berkumpul memuji Tuhan sementara mereka tinggal di kota besar yang berisi penuh godaan dan ancaman dari berbagai arah.

Saya hendak melanjutkan renungan kemarin dan secara khusus membahas penglihatan Yeremia, yaitu sebatang dahan pohon badam. Gambar yang anda lihat di sebelah kiri atas adalah gambar dari sebatang dahan pohon badam yang sedang berbunga. Kira-kira seperti itu mungkin penglihatan Yeremia. "Sesudah itu firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Apakah yang kaulihat, hai Yeremia?" Jawabku: "Aku melihat sebatang dahan pohon badam." (Yeremia 1:11). Apa yang ia lihat merupakan visi yang diberitahukan Tuhan kepadanya, dan ia menangkapnya dengan benar, sebab kemudian Tuhan membenarkan apa yang ia lihat. (ay 12). Pohon Badam merupakan pohon yang mampu tumbuh pada keempat musim. Bahkan di musim salju, ketika pohon-pohon lainnya meranggas, pohon badam mampu berbunga dengan indahnya. Bunganya yang putih berpadu dengan keindahan salju, memberi kesan kesucian yang sungguh indah dipandang mata. Pohon badam ini juga seringkali diasosiasikan dengan pohon yang berbunga lebih awal, karena kemampuannya untuk berbunga disaat pohon-pohon lain masih "tidur" ketika musim salju tiba.

Dalam bahasa Ibrani, Badam diterjemahkan menjadi "yang berjaga", "yang bangun" atau "yang menonton". Tentu asal nama ini pada mulanya diambil dari sifat pohon ini yang seolah-olah tetap berjaga dan mampu berbunga di musim apapun. Dalam kitab Bilangan kita mendapati kisah ketika tongkat Harun bertunas dan mengeluarkan bunga bahkan buah badam. (Bilangan 17:8). Hal ini berbicara mengenai kehidupan yang kembali muncul dari sesuatu yang sudah mati. Bagi anak-anak Tuhan, hidup ditengah keduniawian yang "mati" secara rohani bukan berarti bahwa kita harus ikut-ikutan mati, tapi kita mampu tetap bertunas, berbunga bahkan berbuah seperti halnya pohon badam. Disamping itu, jika kita mengalami kekeringan rohani dan kehilangan kasih mula-mula kemudian kehilangan damai sukacita,  mengalami banyak "kematian" dalam kehidupan kita, baik dalam pekerjaan, pendidikan, keluarga dan sebagainya, kita bisa kembali hidup, bertunas, berbunga dan berbuah pada saat kita kembali masuk ke dalam hadirat Tuhan lewat pertobatan sungguh-sungguh.

Semua gambaran di atas menjelaskan mengapa Yeremia melihat dahan pohon badam. Pada masa itu kejahatan dari umat Tuhan telah nyata. Sesuai visi kedua dari Yeremia adalah periuk mendidih yang datang dari utara (ay 13), yang menggambarkan akan adanya malapetaka menimpa penduduk yang jahat di mata Tuhan berasal dari utara (ay 14-15). Ini merupakan hukuman Tuhan atas segala kejahatan bangsa Yehuda. "Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri." (ay 16). Bagi mereka yang jahat ini Tuhan menghukum dengan kemurkaanNya seperti periuk mendidih, namun di sisi lain, dahan pohon badam tersedia bagi Yeremia dan siapapun yang tetap berjaga-jaga. Tuhan mengatakan kepada Yeremia: "Tetapi engkau ini, baiklah engkau bersiap, bangkitlah dan sampaikanlah kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka!" (ay 17). Inilah tugas Yeremia, menyampaikan bahwa saatnya sudah tiba bagi hukuman Tuhan untuk jatuh kepada bangsa itu atas kejahatan mereka. pesan Tuhan agar mereka segera berbalik dari kejahatan mereka, kembali kepada Bapa yang telah menjanjikan segala yang indah bagi mereka. Jangan sampai periuk mendidih ini jatuh atas mereka, sebaliknya hendaknya pohon badam lah yang akan menjadi bagian atas mereka.

Kitab Yeremia di satu sisi berbicara banyak tentang penghukuman. Tapi di sisi lain kita mendapatkan banyak pula janji Tuhan akan pengampunan bahkan ikatan janji baru dengan Tuhan yang sungguh indah di masa depan. (31:31-34). Sesungguhnya akan selalu ada hukuman bagi siapapun yang berbuat kejahatan bagi Tuhan, namun sebaliknya ada kehidupan baru, pengampunan penuh bagi siapapun yang berbalik dari segala jalan yang sesat untuk kembali kepadaNya.

Umat Tuhan yang benar seharusnya hidup seperti pohon badam. Di tengah badai apapun, ditengah kesulitan atau lingkungan yang tidak mendukungpun tetap bisa mengeluarkan tunas, berbunga dan berbuah. Ini menggambarkan keharusan kita untuk tetap berjaga-jaga, tidak boleh lalai atau lengah dalam kondisi apapun. Memang tidak mudah bagi kita, karena setiap saat ada banyak godaan yang siap menjatuhkan kita. Jatuh bangun itu manusiawi. Tapi janganlah kita lalai dan terus terlena dalam dosa, melainkan lekaslah bertobat, berbalik dari jalan yang salah dan segera kembali mencari Tuhan, masuk ke hadiratNya membawa diri kita yang dipenuhi pertobatan sebagai persembahan yang harum bagiNya. Tidak ada yang tahu berapa lama lagi kesempatan untuk bertobat dan membersihkan diri dari segala noda dosa itu ada bagi kita. Untuk itulah kita harus senantiasa berjaga-jaga. Yesus mengingatkan kita berkali-kali akan hal ini. "Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang." (Matius 24:42), "Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." (25:13). Seperti halnya pohon badam yang terus mampu bertahan bahkan berbunga, berbuah dalam keempat musim, termasuk pada musim yang bagi sebagian besar tumbuhan lainnya akan sangat sulit untuk sekedar bertahan, demikianlah kita semua sebagai ahli waris Tuhan. Kita harus mampu bertunas, berbunga dan berbuah dalam kondisi seperti apapun, tetap tekun berjaga-jaga setiap waktu agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak berlalu dari hadapan kita.

Hiduplah laksana pohon badam agar periuk mendidih tidak jatuh atas kita

Sunday, October 18, 2009

Apa Yang Kau Lihat?

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yeremia 1:11
=====================
"Sesudah itu firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Apakah yang kaulihat, hai Yeremia?" Jawabku: "Aku melihat sebatang dahan pohon badam."

apa yang kau lihat, visi yang jelas, visi TuhanSebagai manusia kita sering diliputi kebimbangan dalam hidup. Kita terbiasa mengandalkan kekuatan diri sendiri untuk melakukan sesuatu, dan mengandalkan logika kita yang padahal terbatas ini untuk menilai segala sesuatu. Tidak heran ketika kita mendapatkan pesan dari Tuhan untuk melakukan sesuatu, yang mungkin secara logika kita terlihat diluar kemampuan kita, kitapun serta merta merasa ragu untuk melakukannya. Kita ragu karena yang kita pakai sebagai pertimbangan utama adalah logika dan kemampuan kita sendiri yang terbatas. Kita lupa bahwa Tuhan mampu melakukan segalanya, dan jika Tuhan berkehendak, Dia sendiri pula yang akan mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk mempersiapkan kita yang ditugaskan. Lalu kemudian kita pun akan terlalu sibuk tenggelam dalam keraguan kita dan lupa bertanya kepada Tuhan. Padahal kita tahu pasti bahwa rencana atau rancangan Tuhan itu selalu yang terbaik. Bagaimana kita bisa tahu apa yang terbaik kalau kita tidak bertanya kepadaNya?

Yeremia pernah mengalami hal yang sama. Pada awal kisah Yeremia, datanglah firman Tuhan kepadaNya. Yeremia sejak semula telah ditetapkan menjadi nabi bagi bangsa-bangsa, dan kini waktunya tiba. (Yeremia 1:4-5). Kagetlah Yeremia mendengarnya. Dia langsung menjawab: "Maka aku menjawab: "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (ay 6). Tuhan pun kemudian mengingatkan Yeremia: "Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN." (ay 7-8). Lalu muncullah pertanyaan Tuhan yang hendak saya angkat dalam renungan hari ini. "Sesudah itu firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: "Apakah yang kaulihat, hai Yeremia?" Jawabku: "Aku melihat sebatang dahan pohon badam." (ay 11). What's your vision, what do you see? Ini pertanyaan Tuhan kepada Yeremia, dan ia menjawab bahwa ia melihat sebatang dahan pohon badam. Hari ini kita akan fokus kepada bentuk pertanyaan terlebih dahulu, di lain waktu kita akan melihat makna dari dahan pohon badam ini. Apa yang Tuhan tanyakan kepada Yeremia adalah apa yang ia lihat. Tuhan sering mempertanyakan hal yang sama pula kepada kita. Apa yang kita lihat? Sudahkah kita mengetahui apa yang Tuhan mau dalam hidup kita? Apa panggilan kita yang diberikan Tuhan? Ini pertanyaan penting, yang tidak akan mampu kita jawab jika kita tidak rajin bertanya langsung kepada Tuhan lewat doa-doa kita.

Sebagai anak-anak Tuhan kita wajib mengetahui apa yang menjadi garis rencana Tuhan dalam hidup kita. Mengetahui apa panggilanNya, apa yang telah Dia rencanakan sejak awal kepada diri kita. Mengapa demikian? Karena apa yang telah Dia rencanakan jelas merupakan yang terbaik bagi diri kita. "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (29:11). Kita bisa saja berusaha mengandalkan pikiran, logika dan kekuatan kita sendiri, namun semua itu bukanlah yang terbaik jika tidak sejalan dengan apa yang telah Dia gariskan sejak semula. Mencari dan menemukan panggilanNya adalah yang terbaik, karena dengan berjalan seturut rencanaNya kita pun akan mengalami penyertaan Tuhan dan menerima semua yang telah Dia persiapkan bagi kita untuk itu.

Pesan ini penting bagi setiap anak Tuhan, terlebih kepada para pemimpin, termasuk gembala. Sebagai pemimpin tentunya harus tahu apa yang menjadi visi dalam menggembalakan jemaat seperti yang Tuhan mau. Visi yang jelas yang berasal dari Tuhan harus dimiliki para pemimpin agar pelayanannya sejalan dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Tanpa itu, semua akan jalan di tempat bahkan bisa mengarah pada kegagalan. Memang kita semua telah dibekali kreativitas dan kemampuan daya pikir, tenaga, kepandaian dan berbagai talenta lainnya, namun semua itu hanya akan maksimal jika dipakai untuk melakukan apa yang sesuai dengan visi Tuhan. Dalam kitab Yeremia Tuhan pun mengingatkan kriteria gembala yang baik. "Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian." (3:15). Gembala yang akan berhasil adalah gembala yang : (1). Sesuai dengan hati Tuhan, (2). Memiliki Pengetahuan, dan (3). Memiliki pengertian/hikmat. Ini 3 kriteria utama untuk menjadi pemimpin yang baik. Lihatlah poin pertama, bahwa pemimpin harus merupakan orang yang sesuai dengan hati Tuhan. Artinya, pemimpin-pemimpin ini akan selalu mencari tahu isi hati Tuhan dan memimpin dengan visi yang jelas yang berasal dari Tuhan. Sebaliknya Tuhan pun mengingatkan mengenai para pemimpin yang akan gagal. "Sungguh, gembala-gembala sudah menjadi bodoh, mereka tidak menanyakan petunjuk TUHAN. Sebab itu mereka tidak berbahagia dan seluruh binatang gembalaan mereka cerai-berai." (10:21). Gembala akan gagal, dikatakan menjadi bodoh, jika mereka tidak mendasari segala perencanaan atau konsep penggembalaannya seperti apa kata Tuhan. Pemimpin yang gagal adalah pemimpin yang tidak menanyakan petunjuk Tuhan, sedang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengetahui visi jelas sesuai hati Tuhan.

Jika anda merupakan pemimpin, baik dalam persekutuan, youth, worship atau gembala dan sebagainya, ingatlah bahwa anda ditempatkan Tuhan sebagai wakilnya untuk menggembalakan jemaat sesuai atau seturut visi Tuhan. Karenanya dasarkanlah segala keputusan dan konsep-konsep menurut apa yang digambarkan Tuhan. Untuk mengetahui itu, tidak ada jalan lain selain rajin berdoa dan bertanya kepada Tuhan. Para pemimpin wajib tahu apa yang Tuhan mau dalam hidup dan panggilan pelayanannya, dan dari situlah para pemimpin bisa membuat misi, rencana dan strategi untuk diikuti jemaatnya. Secara umum pun hal yang sama berlaku, karena kita hanya akan berhasil dengan gemilang jika kita menjalankan apa yang telah Tuhan rencanakan bagi setiap kita sejak awal. Ketika Tuhan bertanya kepada kita, "apa yang kau lihat..?", sudahkah kita bisa menjawabnya?

Miliki visi yang jelas dari Tuhan agar apa yang kita perbuat mencapai hasil gemilang

Saturday, October 17, 2009

Lipsync

webmaster | 10:00:00 PM | Be the first to comment!
Ayat bacaan: Yakobus 2:9
====================
"Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran."

milli vanilli, lin miaoke, yang peiyi, penampilan luar, lipsyncMasih ingat kehebohan yang terjadi ketika kedok duo terkenal Milli Vanilli terbongkar? Saat itu menjelang akhir 80'an dan memasuki awal tahun 1990 grup ini begitu merajai trend musik dunia. Siapa yang tidak kenal mereka pada waktu itu. Dimana-mana kita mendengar lagu mereka yang menjadi hits dimana-mana. Hal itu pula yang mengantar mereka memperoleh Grammy Award di tahun 1990. Beberapa tahun setelahnya kedok mereka pun terbongkar. Ternyata mereka bukanlah penyanyi yang sebenarnya. Ada orang lain yang menyanyi, sementara mereka yang dari penampilan luar terlihat menarik tampil di depan mengecoh seluruh fans dan penggemar musik secara luas. Istilah lipsync pun menjadi populer, menggambarkan sebuah usaha mensinkronisasikan gerak bibir mengikuti lagu yang diputar dibelakangnya. Artinya, penyanyi yang melakukan lipsync ini tidaklah benar-benar menyanyi secara langsung melainkan hanya komat-kamit saja mengikuti lagu yang diputar. Gara-gara kasus Milli Vanilli ini dunia musik pun gempar. Mereka pun mendapat hukuman publik, ketenaran hilang seketika. Penyanyi aslinya mencoba tampil, namun penggemarnya sudah tidak lagi peduli . Begitu pula ketika duo Morvan dan Pilatus mencoba tampil dan menyanyi sendiri, usaha itu pun gagal total.

Tapi kelihatannya dunia tidak kapok. Penampilan fisik ternyata masih diagung-agungkan sebagai sesuatu yang jauh lebih penting dari inside beauty atau keindahan dari dalam diri manusia. Kembali tahun 2008 berita yang sama terjadi. Kali ini dari Olimpiade Beijing 2008. Pada saat itu dunia terpesona melihat seorang anak yang lucu bernama Lin Miaoke tampil menyanyikan "Ode to the Motherland" secara live pada acara pembukaan. Tapi kemudian seperti halnya Milli Vanilli, penipuan ini pun terbongkar. Penyanyinya ternyata bernama Yang Peiyi, yang penampilan luarnya jauh dari kecantikan Lin Miaoke. Lagi-lagi kasus lipsync, lagi-lagi penipuan yang didasarkan dari penampilan luar.

Kapan manusia bisa belajar menghargai talenta atau bakat yang diberikan Tuhan? Apakah berkat hanyalah jika orang mendapat penampilan luar yang menarik, sementara bakat-bakat atau potensi dalam diri manusia tidak dianggap sama sekali? Dunia yang kita hidupi saat ini adalah dunia yang cenderung menilai segala sesuatu dari penampilan luar. Kita seringkali lebih tertarik pada penyanyi yang cantik dan menarik, meski suaranya pas-pasan atau bahkan tidak seharusnya dipakai untuk menyanyi. Sebaliknya penyanyi yang benar-benar bersuara emas jika tidak disertai dengan kecantikan luar seringkali dipandang sebelah mata. Saya bukan anti kepada orang yang penampilannya menarik, karena itu pun berkat dari Tuhan. Namun saya ingin mengingatkan bahwa alangkah sempitnya jika kita hanya menilai semata-mata dari sudut yang terlalu sempit saja. Siapapun manusia, semuanya dilahirkan dengan tujuannya masing-masing. Ada rencana Tuhan yang indah yang telah Dia anugerahkan kepada siapapun kita. Tuhan tidak pernah memandang penampilan luar orang. Apa yang dilihat Tuhan adalah hati. "Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Hati kita lah sebenarnya yang dilihat Tuhan, dan itulah "inside beauty" yang sesungguhnya yang bernilai di mata Tuhan. Dalam banyak kesempatan kita melihat bagaimana Tuhan memakai pribadi-pribadi yang mungkin tidak akan menjadi pilihan utama bagi dunia untuk bekerja bagiNya, dan kita melihat pula bagaimana orang-orang ini dipakai Tuhan secara luar biasa dan harum namanya hingga kini. Musa yang mengaku gagap, Daud yang hanya bekerja sebagai gembala kambing dan domba yang bahkan tidak dianggap oleh ayahnya sendiri, Nuh yang saat itu sudah tua, begitu pula Abraham, Paulus yang tadinya penyiksa anak-anak Tuhan, Matius pemungut cukai, dan banyak lagi contoh lain, semua itu menunjukkan bahwa Tuhan mementingkan hati seseorang lebih daripada penampilan luar.

Jika Tuhan saja menilai seperti itu, siapakah kita yang berani untuk lebih mementingkan penampilan fisik luar semata? Sekali lagi, usaha membuat diri kita agar terlihat lebih menarik tidaklah salah. Dalam menjual produk, membuat kemasan agar terlihat lebih menarik pun tidak salah. Tapi apa yang salah, atau dalam Alkitab dikatakan berdosa adalah jika kita mendasarkan penampilan luar secara lahiriah ini untuk menyanjung atau merendahkan orang lain. "Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran." (Yakobus 2:9).

Sebagai agen-agen Tuhan di dunia ini, sudahkah kita memperlakukan semua orang sama pentingnya dalam pelayanan kita? Atau kita masih sering terjebak untuk memandang dan membeda-bedakan sesama kita berdasarkan penampilan luar mereka? Secara khusus Yakobus sudah mengingatkan para pelayan Tuhan agar tidak memandang muka. Dalam awal pasal 2 dikatakan "Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka." (ay 1). Apa maksud Yakobus? Dia menjelaskannya seperti berikut. "Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: "Silakan tuan duduk di tempat yang baik ini!", sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: "Berdirilah di sana!" atau: "Duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!". (ay 2-3). Ketika kita melakukan hal ini, "bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?" (ay 4). Yakobus kemudian mengingatkan bahwa Tuhan bisa memilih orang-orang yang secara pandangan duniawi ini tidak dianggap, untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris KerajaanNya. (ay 5). Sementara orang-orang kaya ini pun bisa jahat dan menghujat Tuhan. (ay 6-7). Ketika Tuhan tidak membeda-bedakan orang lewat penampilan luarnya, alangkah keterlaluannya jika kita berlaku seperti itu. Apa yang harus kita dasari dalam pelayanan kita adalah "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", karena dengan mendasarkan pada hal itulah kita dikatakan berbuat baik. (ay 8). Sebaliknya ketika kita memandang muka, kita pun berbuat dosa dan melakukan pelanggaran. (ay 9).

Penilaian seseorang untuk diistimewakan atau dipinggirkan berdasarkan hal-hal lahiriah, berdasarkan penampilan luarnya harus kita hindari. Ini merupakan penyakit yang sudah terjadi bahkan sejak jaman para rasul. Kita harus menyudahinya. Kenakanlah kasih sebagai dasar pelayanan kita, baik kasih kepada Tuhan maupun kasih kepada sesama. Kasih tidak membeda-bedakan orang. Kaya atau miskin, tua atau muda, cantik atau tidak, semuanya adalah sesama kita yang patut kita kasihi. Tidak ada satu hak pun yang diberikan kepada kita untuk menentukan siapa yang lebih tinggi dan siapa yang lebih rendah. Itu semua merupakan hak mutlak dari Tuhan. "TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga." (1 Samuel 2:7). Apapun itu, yang pasti Tuhan punya rencana besar dibalik tujuan penciptaanNya. Disamping itu, bukankah Tuhan kita adalah Allah yang sama bagi semua orang? "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya." (Roma 10:12). Di sisi lain, jika anda merasa kurang menarik dari segi penampilan, tidak perlu berkecil hati, sebab jika anda memiliki hati yang indah, anda akan sangat menarik di mata Tuhan. Disamping itu, bukankah Tuhan telah memberkati anda dengan begitu banyak kelebihan, bakat-bakat atau talenta yang berlimpah? Jika dunia menganggap lipsync merupakan hal yang penting, jika dunia menganggap penampilan luar lebih penting dari segalanya, tidak demikian seharusnya bagi anak-anak Tuhan. Perlakukanlah semuanya secara adil, dan bersyukurlah atas segala sesuatu yang kita miliki hari ini.

Pakailah kaca mata kasih agar kita bisa melihat dan memperlakukan orang secara adil

Search

Bagi Berkat?

Jika anda terbeban untuk turut memberkati pengunjung RHO, anda bisa mengirimkan renungan ataupun kesaksian yang tentunya berasal dari pengalaman anda sendiri, silahkan kirim email ke: rho_blog[at]yahoo[dot]com

Bahan yang dikirim akan diseleksi oleh tim RHO dan yang terpilih akan dimuat. Tuhan Yesus memberkati.

Renungan Archive

Jesus Followers

Stats

eXTReMe Tracker